JAKARTA, Berita HUKUM - Kaukus Pembela Imam Besar Umat Islam Indonesia Habib Rizieq Shihab pada, Sabtu (24/2) mendeklarasikan 3 tuntutan umat (Trituma), diantaranya ialah; Meminta untuk menghentikan kriminalisasi terhadap alim ulama dan aktivis. Menjamin keselamatan alim ulama dan aktivis, dan Rekonsiliasi ke-bhinekaan guna persatuan Indonesia.
Sekjen Kaukus, Dedi Suhardadi mengemukakan bahwa, berjanji akan selalu istiqomah dalam memperjuangkan maksud dan tujuan terbentuknya Kaukus Pembela Imam Besar Indonesia, Habib Rizieq Shihab (HRS) sebagaimana termaktub dalam Trituma.
"Awalnya, pembentukan kaukus bermula dari sejumlah kasus yang menjerat ulama, serta aktivis. Habib Rizieq sendiri diduga dalam kasus chat, yang mana menurut Kaukus Pembela Rizieq kesemuanya," ungkap Dedi, saat sesi deklarasi di Gedung Joeang 45, Menteng Jakarta Pusat pada, Sabtu (24/2).
Dan dalam sesi sebelum deklarasi dikemukakan, sempat testimoni baik dari yang pihak kena imbas yang kriminalisasi pun disuarakan.
"Saat ini ulama ulama yang perlu diperhatikan. Selain itu, Alfian Tanjung, Jonru dan juga Asma Dewi yang sekarang masih menghadapi persidangan. Bahkan kami peroleh kabar sekitar 13 orang yang sudah ditangkap dan akan segera diproses," jelas Dedi.
Kiyai Abdul Rosyid yang turut hadir mengemukakan atas dilangsungkan
deklarasi Trituma ini merupakan usaha dan ikhtiar sangat tepat untuk upaya tegaknya keadilan di Indonesia
"Mudah-mudahan perjuangan kita tidak sia-sia dan dikabulkan. Amien," ujarnya.
Pada 21 Februari kemarin, memang rencana kedatangan HRS sudah ditunggu tunggu, bahkan sudah ada tabliq akbar di masjd Baiturahman, namun HRS memutuskan tidak jadi kembali ke Indonesia.
Sementara, Al Khaththath Sekjen GNPF Ulama menyebutkan bahwa, upaya Dedi Suwandi yang membentuk Pembela Imam Besar Umat Islam Indonesia Habib Rizieq Shihab menurutnya karena, beliaulah satu satunya ulama yang telah mampu mengkomando ribuan bahkan puluhan ribu ulama di Indonesia.
"Walaupun tidak menggunakan jabatan formal. Namun faktanya seluruh lapisan masyarakat, kalangan ulama, mengikuti komando HRS," jelas Ustadz yang berjuang sebelum di GNPF, sewaktu masih di FUI, baik bersama KH. Abdul Rosyid dan Ustadz Abu Jibril memegang tongkat komando aksi di lapangan saat aksi itu.
Menurut Al Khaththath, merasa ada yang salah informasi dalam pemberitaan, "dimana Habib Rizieq baginya sangat lebih toleran dari tokoh-tokoh yang diberitakan toleran. Dianggap intoleran, namun diikuti oleh saudara saya Lius Sungkarisma, termasuk juga Jaya Suprana yang pernah kepergok pas hendak ke kediaman HRS," paparnya.
Khatath juga menambahkan kalau kecintaan pada beliau luar biasa, umat dan bangsa Indonesia ingin beliau menjadi rujukan.
Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama dan Persaudaraan Alumni 212 akan menggelar aksi damai di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Senin lusa (26/2).
Mereka bermaksud menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
"Mengundang seluruh masyarakat Jakarta yang muslim maupun non muslim dalam rangka mengawal sidang menolak PK Ahok," kata Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Al-Khaththath, Sabtu (24/2).
Dia mengatakan bahwa aksi damai sedikitnya akan dihadiri 5000 orang di depan Gedung PN Jakut, Jalan Gajah Mada mulai pukul 8.00 WIB.
"Saya dengar-dengar lima ribu. Kita support hakim untuk menolak PK Ahok," ujar Al-Khaththath.
Pihak Ahok mendaftarkan PK pada 2 Februari lalu. PK yang diajukan dengan membandingkan putusan atas dugaan penodaan agama Buni Yani. Terpidana kasus penodaan agama itu mengajukan upaya PK ke Mahkamah Agung dengan harapan bisa bebas dan nama baiknya direhabilitasi.
Sedangkan, aktivis Hatta Taliwang yang juga sempat ditahan dan sudah dibebaskan turut hadir, menyampaikan kedatangannya karena acaranya bernuansa damai.
"Pancasila sebenarnya damai. Namun ketika ada yang ingin menjadi dominan, hal ini yang menjadi pengganggu," urai Hatta.
Kemudian, sambungnya jika ngin mengembalikan permasalahan berdasarkan nilai-nilai, pasti temanya bukan menjadi ujaran kebencian, tapi ujaran kasih sayang yaitu ujaran rahman dan rahim, karena semua ingin Indonesia itu sejahtera, makmur, damai dan sebagainya.
"Jika sudah muncul konflik, harus ada konsensus. Testimoni itu hanya akan membuka luka saja, jadi saya tidak akan membicarakan itu. Kita seharusnya membicarakan dan mendiskusikan bagaimana membangun negeri sesuai rahman dan rohim ," pungkas Hatta.(dbs/RMOL/bh/mnd) |