Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Lingkungan    
Merkuri
Delegasi Indonesia Harus Perkuat Substansi Instrumen Hukum Global Untuk Merkuri
Friday 11 Jan 2013 14:59:36
 

Dialog Perkuat Aturan Gobal Merkuri.(Foto: Ist)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Beberapa organisasi masyarakat sipil, yaitu WALHI, Yayasan Bali Fokus, Greenpeace, dan ICEL mendesak delegasi pemerintah yang akan menghadiri pertemuan ke-5 Panitia Negosiasi Antar-negara (Intergovernmental Negotiating Committee/INC) yang mempersiapkan instrumen hukum global yang mengikat tentang merkuri untuk berusaha sekuat tenaga memperkuat substansi dari perjanjian global tersebut. INC5 ini akan diselenggarakan di Geneva, Swiss pada tanggal 13-18 Januari 2013.

Instrumen hukum global tentang merkuri ini sangat penting mengingat sifat merkuri yang tergolong sebagai bahan berbahaya beracun, yang ketika masuk ke dalam lingkungan dapat menimbulkan dampak besar dan berjangka panjang, akibat sifatnya yang tak dapat terurai di alam dan dapat mengakibatkan bioakumulasi ketika masuk ke dalam rantai makanan. Tragedi Minamata yang terjadi pada tahun 1950-an adalah salah satu contoh tragedi industri terbesar dalam sejarah dimana pencemaran merkuri mengakibatkan dampak kesehatan jangka panjang, yang hingga saat ini belum dapat diselesaikan secara tuntas dan memenuhi rasa keadilan para korban.

Sayangnya, draft konvensi pengaturan merkuri ini tidak lah sekuat yang diharapkan oleh kelompok masyarakat sipil. Beberapa kelemahan dari draft konvensi yang akan didiskusikan pada INC5 ini, diantaranya: tidak adanya kewajiban bagi pencemar untuk membersihkan lokasi yang tercemar, membayar biaya pembersihan, serta tidak adanya kewajiban untuk memberi kompensasi kepada korban.

“Delegasi pemerintah Indonesia berkewajiban memastikan agar substansi konvensi ini benar-benar kuat sehingga bisa memberikan perlindungan bagi warga negara terhadap ancaman bahaya bahan kimia berbahaya seperti merkuri,” papar Dyah Paramita dari ICEL.

Beberapa penelitian yang dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil di Indonesia menunjukkan adanya pelepasan merkuri ke lingkungan, terutama di badan-badan air. Jika tidak dilakukan pencegahan sejak dini sesuai dengan precutionary principle (prinsip kehati-hatian Dini) dikhawatirkan akan timbul dampak kesehatan yang serius terhadap masyarakat.

“Berbagai bahan kimia berbahaya seperti merkuri ditemukan dibuang oleh industri ke Sungai Citarum. Bahan-bahan kimia berbahaya tersebut dapat terakumulasi dalam rantai makanan manusia dan mengancam kesehatan manusia pada akhirnya. Satu-satunya cara untuk mengatasi pencemaran bahan kimia berbahaya industri adalah dengan memastikan bahwa bahan kimia berbahaya tersebut tidak digunakan sedari awal produksi, atau ‘nol pembuangan’ bahan kimia berbahaya,” demikian Ahmad Ashov, Pengkampanye Toksik Greenpeace Indonesia.

Pelepasan senyawa merkuri ke dalam lingkungan yang cukup besar juga terjadi di pembangkit-pembangkit listrik tenaga batubara (PLTU batubara). “Emisi merkuri dari pembangkit listrik tenaga batubara adalah sumber tunggal terbesar pencemaran merkuri global. Diperkirakan 80% merkuri elementer dilepaskan ke udara dari aktifitas manusia, khususnya dari pembakaran bahan bakar fosil (batubara, kayu, migas), pertambangan, smelter, dan pembakaran sampah,” ujar Pius Ginting, Manajer Kampanye Tambang dan Energi WALHI.

Selain itu, penamaan Konvensi menjadi permasalahan pelik yang perlu diputuskan dengan mekanisme yang lebih adil.

"Draft perjanjian merkuri ini sangat lemah dan tidak mencerminkan kebijakan dan tindakan-tindakan yang dapat mencegah terjadinya tragedi Minamata modern. Lebih dari 30.000 korban Minamata menderita sejak 50 tahun yang lalu dan sampai sekarang mereka masih memperjuangkan pengakuan dan kompensasi dari pemerintah Jepang," kata Yuyun Ismawati, advisor untuk BaliFokus dan Indonesia Toxics-Free Network. "Kami menyatakan solidaritas kepada para korban Minamata dan menolak penamaan konvensi ini sebagai Minamata Convention kalau pelajaran pengabaian terhadap hak atas lingkungan dan hidup sehat yang akan kita adopsi," tambahnya.

Mengingat adanya trend peningkatan pencemaran merkuri di masa yang akan datang, maka perjanjian mengikat tentang merkuri global ini seharusnya menjadi satu perjanjian yang kuat, sehingga dapat meminimalkan resiko dampak gangguan kesehatan terhadap masyarakat.

Untuk itu, WALHI, Yayasan Bali Fokus, Greenpeace dan ICEL, mengajukan beberapa rekomendasi kepada pemerintah Republik Indonesia sebagai berikut:

1.Delegasi pemerintah RI yang akan menghadiri INC5 harus berupaya sekuat tenaga memperkuat draft konvensi dan memastikannya tidak lebih lemah dari peraturan yang ada di Indonesia. Oleh karenanya beberapa prinsip yang telah diadopsi oleh pemerintah Indonesia dalam pengelolaan lingkungan hidup, seperti prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability), prinsip pencemar pembayar (polluters pay principle), serta prinsip kehati-hatian dini (precautionary principle) harus tercermin dalam substansi konvensi. Sejalan dengan itu, Konstitusi Republik Indonesia, UUD 1945, menjamin hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sebagai hak asasi manusia, yang pemenuhannya menjadi kewajiban negara.

2. Pemerintah Indonesia segera memberlakukan phase-out (penghapusan secara berangsur-angsur) pemakaian merkuri dalam rantai produksi, serta pengelolaan limbah merkuri secara terencana sehingga tercapai zero-discharge merkuri ke lingkungan, dengan penjangkaan waktu (timeline) yang jelas dan transparan.

3. Pemerintah Indonesia segera memenuhi hak warga negara Indonesia untuk mengetahui sumber-sumber merkuri dan pelepasan merkuri, serta bahaya merkuri bagi lingkungan dan kesehatan manusia, melalui sistem informasi yang transparan dan mudah diakses oleh publik.

4. Pemerintah Indonesia untuk memperluas partisipasi masyarakat dalam Tim Teknis Merkuri Indonesia, dan tidak hanya dibatasi dari kalangan industri saja.

5. Pemerintah segera menetapkan Daftar Prioritas Nasional penghapusan bahan berbahaya dan beracun, beserta rencana aksi penghapusannya, yang transparan dan terbuka, serta melibatkan partisipasi masyarakat yang luas.(wlh/bhc/opn)



 
   Berita Terkait > Merkuri
 
  Delegasi Indonesia Harus Perkuat Substansi Instrumen Hukum Global Untuk Merkuri
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2