Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Internasional    
China
Demo Besar Hong Kong: 'Lebih 1 Juta Orang' Menentang UU Ekstradisi ke China
2019-06-10 02:33:10
 

 
HONG KONG, Berita HUKUM - Penyelenggara unjuk rasa antipemerintah di Hong Kong mengatakan lebih dari satu juta orang mengikuti demonstrasi hari Minggu (9/6) yang ditujukan untuk menentang undang-undang ekstradisi ke China.

Mereka mengatakan ini adalah aksi massa terbesar sejak penyerahan Hong Kong ke China pada 1997.

Namun polisi mengklaim bahwa jumlah demonstran jauh lebih sedikit. Pada masa puncak, jumlahnya 240.000 orang, kata polisi di Hong Kong.

Undang-undang ini memungkinkan ekstradisi tersangka ke China daratan.

Para pengecam mengatakan undang-undang ini melemahkan kemandirian hukum yang dijamin saat Inggris menyerahkan Hong Kong ke China lebih dari dua dekade silam. Mereka mengatakan "undang-undang ini cacat hukum".

Rocky Chang, guru besar berusia 59 tahun yang ikut berdemonstrasi mengatakan bahwa undang-undang ekstradisi adalah akhir bagi Hong Kong.

"Ini urusan hidup atau mati ... undang-undangnya jahat," kata Chang kepada kantor berita Reuters.

Unjuk rasa di Hong KongHak atas fotoEPA
Image captionIni adalah unjuk rasa terbesar di Hong Kong dalam beberapa tahun ini.

Ivan Wong, mahasiswa berusia 18 tahun, mengatakan, "Suara rakyat sama sekali tak didengar."

"Undang-undang akan berdampak terhadap reputasi Hong Kong, baik sebagai pusat keuangan maupun yang terkait dengan sistem hukum. Ini sangat berpengaruh terhadap masa depan saya," katanya.

Rata-rata para demonstran mengenakan pakaian putih-putih.

Mereka berasal dari berbagai kalangan, seperti dari dunia usaha, pengacara, mahasiswa, aktivis prodemokrasi, hingga kelompok-kelompok agama.

Secara umum, unjuk rasa berjalan damai, meski aparat keamanan sempat menggunakan semprotan merica yang diarahkan ke demonstran.

Pihak berwenang di Hong Kong mengatakan sudah ada perangkat yang mencegah orang-orang yang tersangkut kasus agama atau politik untuk tidak diekstradisi ke China daratan.

Pemimpin Hong Kong, Carrie Lam, ingin proses amandemen undang-undang tentang ekstradisi ke China daratan rampung sebelum Juli.

Berdasarkan usulan perubahan yang dimasukkan oleh pemerintah Hong Kong, tersangka kasus pembunuhan dan perkosaan di Hong Kong bisa diekstradisi ke China daratan Taiwan dan Makau.

Pemerintah mengatakan keputusan akhir apakah seseorang akan diekstradisi atau tidak, berada di tangan pengadilan Hong Kong.

Xi JinpingHak atas fotoGETTY IMAGES
Image captionDi bawah Xi Jinping, China ingin 'memperbesar kontrol' atas urusan-urusan Hong Kong.

Tidak ada aturan umum, dan semuanya diputuskan kasus per kasus.

Hong Kong selama beberapa puluh tahun menjadi bagian Inggris dan diserahkan ke China pada 1997.

Sebagai bekas koloni Inggris, Hong Kong dikenal sebagai daerah semiotonom "satu negara, dua sistem".

Hong Kong memiliki sistem hukum tersedia dan warga di sini menikmati kebebasan yang tidak didapat di China daratan.

Hong Kong memiliki perjanjian ekstradisi dengan 20 negara, termasuk Amerika Serikat dan Inggris, namun tak ada perjanjian serupa dengan China daratan, meski perundingan ekstradisi dengan Beijing sudah dilakukan dalam dua dasawarsa terakhir.

Beberapa pihak mengatakan tidak adanya kesepakatan dengan Beijing disebabkan oleh lemahnya perlindungan hukum terhadap terdakwa di China daratan.

Para pemimpin Hong Kong yang pro-Beijing mendorong RUU melalui badan legislatif yang akan memungkinkan ekstradisi ke yurisdiksi mana pun yang belum memiliki perjanjian - termasuk China. Namun, proposal itu memicu protes dan melahirkan oposisi yang menyatukan berbagai bagian kota.

"Pemerintah tidak dapat mengabaikan angka-angka ini. Jika mereka benar-benar memilih untuk tidak menanggapi tuntutan kami, kami tidak akan mengesampingkan lebih banyak tindakan," kata pengunjuk rasa, Peter Chan (21) kepada AFP.

Selama lebih dari enam jam kerumunan orang ramai melewati kota sambil meneriakkan, 'Singkirkan hukum kejahatan!' dan 'Oppose China extradition!'.

"Ada 1.030.000 orang di pawai hari ini," kata seorang orator kepada kerumunan di luar gedung legislatif yang mendorong hiruk-pikuk sorak-sorai dan tepuk tangan ketika pendatang baru terus bergabung.

Belum jelas apakah kepemimpinan pusat keuangan saat ini akan bergerak sesuai tuntutan massa. Pemimpin kota yang ditunjuk, Carrie Lam, telah mempertaruhkan reputasi politiknya pada RUU tersebut.

Mengabaikan protes dapat memicu kemarahan atau bahkan kembali ke kerusuhan tahun 2014 ketika para demonstran pro-demokrasi mengambil alih persimpangan utama kota selama dua bulan. Penyelenggara demo mereka akan meningkatkan tindakan mereka jika pemerintah tidak membatalkan RUU tersebut.

Tapi mundurnya Lam mungkin akan menimbulkan perlawanan dan membuat marah Beijing. Beberapa pemimpin senior Partai Komunis di China telah menyuarakan dukungan untuk RUU tersebut.

Dalam sebuah pernyataan Minggu malam pemerintah menggambarkan protes itu sebagai contoh orang Hong Kong yang menggunakan kebebasan berekspresi mereka tetapi tidak memberi sinyal kompromi dan mendesak legislator untuk terus memperdebatkan RUU tersebut.

Pengacara, kelompok bisnis, aktivis, jurnalis, dan kekuatan barat semuanya menyuarakan kekhawatiran. Para pemimpin Hong Kong mengatakan UU itu diperlukan untuk menyumbat celah dan menghentikan kota itu menjadi tempat persembunyian bagi para buronan dari China.

Pemerintahan Lam sendiri telah menghapus sembilan kejahatan ekonomi dari daftar pelanggaran yang dapat diekstradisi dan mengatakan hanya pelanggaran yang dituntut tujuh tahun atau lebih penjara yang akan dipertimbangkan. Permintaan hanya akan dipertimbangkan dari otoritas penuntutan tinggi Tiongkok.

Langkah-langkah itu mendapat sambutan hati-hati dari beberapa kelompok bisnis, tetapi yang lain menggunakan keputusan itu sebagai pengakuan diam-diam bahwa pengadilan Tiongkok tidak memihak.

Banyak dari pengunjuk rasa mengatakan mereka tidak lagi percaya pemerintah Hong Kong menepati janji bahwa kritikus tidak akan pernah dikirim ke China. Kecurigaan terhadap China sendiri diperburuk oleh serangkaian penghilangan orang-orang terkenal yang kemudian muncul dalam tahanan di sana, termasuk sekelompok penerbit dan seorang miliarder yang menghilang dari sebuah hotel terkenal.(haf/BBC/detik/bh/sya)



 
   Berita Terkait > China
 
  Smelter China di Morowali Meledak Lagi, Legislator PKS: Pemerintah Lemah!
  Pemerintah Lithuania Minta Ponsel China Dibuang Saja, Bagaimana Respons dari Tiongkok?
  Demo Besar Hong Kong: 'Lebih 1 Juta Orang' Menentang UU Ekstradisi ke China
  China Keluarkan Larangan Perjalanan ke AS Bagi Warganya
  Legislator Sesalkan Pendirian Kantor Bersama Polisi Indonesia - China di Kalbar
 
ads1

  Berita Utama
Menko Polkam Budi Gunawan Sebut Indonesia Darurat Narkoba Karena Ini..!

Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

 

ads2

  Berita Terkini
 
Psikiater Mintarsih Terus Perjuangkan Hak Sahamnya di Blue Bird Hingga ke DPR

Menko Polkam Budi Gunawan Sebut Indonesia Darurat Narkoba Karena Ini..!

Ratna Juwita Tolak Keras Rencana Pengemudi Ojol Tidak Dapat Subsidi BBM

Hasto Tegaskan Jokowi dan Keluarga Tidak Lagi Bagian dari PDIP

PT Damai Putra Group Tolak Eksekusi PN Bekasi, Langkah Tegas Melawan Ketidakadilan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2