MALANG, Berita HUKUM - Sejumlah anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) Batalyon Infanteri 501 Rider Madiun sebelumnya diberitakan telah melakukan penganiayaan pada kontributor NET TV. Mereka menghajar dan merusak peralatan kerja Soni Misdananto saat mengabadikan peristiwa kecelakaan.
Tak hanya dilaporkan pihak NET TV, tindakan kekerasan yang dilakukan TNI AD tersebut pun menuai protes dari pihak jurnalis. Dilansir dari merdeka.com, para jurnalis Malang Raya menyerukan boikot segala liputan berkaitan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) Tentara Nasional Indonesia (TNI).
"Kami menyayangkan dan mengutuk keras atas aksi kekerasan di Madiun. Panglima TNI harus segera mengambil tindakan atas sekian aksi kekerasan yang kerab dilakukan oleh anak buahnya," kata Deni Irwansyah, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Korda Malang, Senin (3/10).
Deni pun menyerukan aksi boikot liputan di Hari Ulang Tahun (HUT) Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang jatuh 5 Oktober mendatang. Langkah itu sebagai bentuk untuk mengambil jarak aman dari setiap tindakan yang tidak terkontrol.
"Kita menjauh dari TNI, agar aman," tegasnya.
Puluhan jurnalis dari Malang Raya menggelar aksi di Alun-Alun Tugu Kota Malang. Aksi tersebut diikuti oleh Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) Malang.
Aksi digelar sebagai bentuk simpati atas kekerasan yang dialami oleh Jurnalis NET TV Soni Misdananto saat melakukan peliputan di Madiun, Minggu (2/10). Para jurnalis mengecam tindak kekerasan yang membuat Soni harus mendapatkan perawatan serius.
Sementara dalam aksinya, para jurnalis mengumpulkan ID card dan kamera. Selain itu, dua pasang sepatu both tentara melambangkan arogansi TNI. Secara bergiliran, para jurnalis menyampaikan orasinya.
"Aksi kekerasan terhadap wartawan di Madiun, Medan, Bengkulu dan lain-lain harus diproses secara hukum. Kita kawal seterusnya, karena selama ini tidak pernah jelas," kata Hari Istiawan, Ketua AJI Kota Malang.
Hari berpendapat bahwa otak rakyat Indonesia saat ini sudah terkontaminasi oleh kekerasan. TNI tidak seharusnya memperburuk kondisi bangsa ini dengan aksi arogan memukuli para jurnalis.
Pekerjaan jurnalis dilindungi oleh undang -undang pers No. 40 Tahun 1999 yang dengan tegas menyatakan bahwa jurnalis dilindungi dari tindak dan atau perampasan alat-alat kerja, serta tidak boleh dihambat atau diintimidasi oleh pihak manapun, akan dikenai sanksi Pidana.
Pasal 18 Ayat 1 UU Pers No.40/1999 dijelaskan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan kemerdekaan pers dalam mencari, memperoleh, & menyampaikan gagasan dan informasi, terkena sanksi ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda maksimal Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Mereka mendesak Dewan Pers dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia melakukan upaya khusus terhadap institusi TNI untuk menghentikan tindak kekerasan terhadap pekerja media dan masyarakat sipil.
"Ini bukan hanya sekali dua kali terjadi. Saya mohon kepada sang Jenderal untuk taat undang-undang Pers. Bukan hanya TNI yang dilindungi oleh undang-undang, tetapi jurnalis juga ada Undang-undang Pers. Mari kita kawal BAP yang hingga kini masih dalam diproses," katanya.
Dipukul di bagian kepala
Tak hanya dipukuli, kamera Soni juga dirampas sementara kartu memori yang berisi rekaman insiden pemukulan dipatahkan dan masih ada lagi ancaman agar tidak memberitakan peristiwa tersebut.
Namun Soni bersama NET TV dan AJI Kediri tetap melaporkan insiden bersangkutan ke Markas Detasemen Polisi Militer (Denpom) Madiun.
Menurut wartawan berusia 30 tahun itu, dia sempat menjelaskan identitasnya sebagai wartawan lepas untuk NET TV ketika beberapa anggota TNI mendatangi dan menginterogasinya.
Kemudian salah satu prajurit berteriak memberitahukan kawan-kawannya tentang wartawan yang merekam pemukulan sehingga dia dibawa paksa ke sebuah rumah untuk diinterogasi sambil diintimidasi.
Saat itulah sejumlah anggota TNI tiba-tiba masuk dan langsung menghajar Soni, diawali pemukulan kepalanya dengan besi berbentuk lengkung, lalu pipi kirinya ditonjok dengan keras.
Pemukulan paling menyakitkan, menurut Soni, adalah tendangan lutut seorang prajurit yang menghantam badannya.
Setelah dipukuli dan dilepas, seorang aparat TNI kembali mendatangi untuk meminta KTP dan memotret wajahnya sambil mengancam agar tidak memberitakan aksi kekerasan yang dialaminya.(dbs/sr/merdeka/rri/BBC/bh/sya) |