JAKARTA, Berita HUKUM - Seribuan massa dari berbagai elemen; Gerakan Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) bersama dengan organisasi lainya seperti LMND, GPII dan IMM, menggeruduk gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (20/5) dengan sejumlah aspirasi disampaikan.
Kasus reklamasi pantai utara Jakarta, kasus pengadaan tanah RS Sumber Waras dan RUU Tax Amnesty, jadi sorotan Gerakan HMS. Sebab, menurut mereka tiga masalah tersebut menjadi penghubung keterkaitan Presiden Joko Widodo.
Menjelang sore, bentrokkan antara demonstran dan aparat kepolisian pun terjadi. Sejumlah selongsong gas air mata ditembakan oleh aparat kepolisian untuk membubarkan aksi unjuk rasa.
Sementara, pelapor kasus RS Sumber Waras, Amir Hamzah angkat suara terkait insiden bentrokan yang terjadi di depan Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (20/5) sore.
Amir menilai, bentrokan tersebut terjadi sebagai bentuk ekspresi kekesalan rakyat yang sudah tidak sabar melihat sikap KPK, yang memang terkesan enggan menindaklanjuti hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terkait kasus RS Sumber Waras.
Pengamat kebijakan publik Budgeting Metropolitan Watch (BMW) ini mengingatkan, aksi anarkis yang kerap terjadi di KPK akhir-akhir ini merupakan peringatan keras bagi komisioner KPK, bahwa publik sudah mulai kehilangan kesabaran.
Hal itu, menurut Amir bukan tanpa alasan. Pasalnya, masyarakat juga telah mengantongi semua data terkait kasus RS Sumber Waras.
Karenanya, kata dia, saat ini tinggal menunggu ketegasan komisioner KPK.
"Jadi, pilihannya hanya dua, antara Ahok ditetapkan sebagai tersangka atau KPK akan berhadapan dengan rakyat," ujar Amir saat ditemui TeropongSenayan, Jakarta, Jumat (20/5) malam.
"Tapi ingat, jika KPK memilih yang kedua, ini akan berarti celaka bagi nasib Komisi antirasuah itu. KPK akan kehilangan kepercayaan dari rakyat, dan bukan tidak mungkin, akan tiba saatnya rakyat akan bilang 'Bubarkan saja KPK'," tegas Amir.
"Makanya, sejak awal saya bilang kalau dilihat dari semua data yang ada, ini (kasus RS Sumber Waras) sudah selesai. Bagaimana mungkin Ahok bisa lari, ini barang legal standingnya LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) BPK kok, sakti bener kalau dia (Ahok) lolos," cetus dia.
Sementara, Pembina Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) Eggi Sudjana mempertanyakan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah kepemimpinan Agus Rahardjo yang tidak segera menangkap Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang terjerat beberapa kasus.
"Semua bukti sudah ada, kenapa KPK tidak bisa segera menangkap Ahok," tegas Eggi, di Markas Orang Kita, Menteng Jakarta, Jumat (20/5).
Eggi menegaskan demi menegakkan hukum, dirinya akan melaporkan ke Komisi III DPR terkait pelanggaran kode etik para pimpinan KPK yang belum segera menjadikan Ahok tersangka.
"Kita buat kebersamaan untuk ke DPR RI Komisi III untuk memanggil KPK. Kenapa masalah hukum tidak ditegakkan. Kita yang punya ilmu hukum kita gunakan ilmu hukum kita. Poinnya DPR harus memanggil KPK," terang Eggi.
Dia berharap, peristiwa hukum Ahok harus segera tuntas dan harus segera dijadikan sebagai tersangka lantaran sudah ada alat bukti untuk menangkapnya. Eggi menyebutkan ada tiga kriteria untuk bisa menangkap ahok. Tiga kriteria itu adalah Ahok melawan hukum, Ahok telah merugikan negara bukti dan Ahok memperkaya diri atau memperkaya orang lain.
"Kami sudah mengumpulkan semua bukti yang sudah dilakukan oleh ahok. Kami akan terus mengawal kasus hukum ahok sampai menjadi tersangka," tandasnya.(icl/aktual/rimanews/bh/sya) |