JAKARTA, Berita HUKUM - Fraksi Partai Demokrat (PD) di Dewan Perwakilan Rakyat mewacanakan pengajuan hak angket kepada pemerintah. Ini menyusul kabar penyadapan terhadap Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) setelah Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin menjadi saksi di pengadilan dalam kasus penistaan agama dengan terdakwa Basuki T Purnama (Ahok).
"Sedang konsolidasi, kami akan cari minimal 25 anggota dengan lebih dari satu fraksi," ungkap anggota Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman dalam perbincangan dengan detikcom, Kamis (2/2).
Konsolidasi yang dimaksud adalah soal ajakan wacana hak angket oleh Fraksi Demokrat kepada anggota DPR lintas fraksi. Termasuk konsolidasi soal pertanggungjawaban yang akan dimintakan kepada pemerintah.
"Kita tegakkan kebenaran dan keadilan," terang Wakil Ketua Komisi III DPR itu.
Menurut Benny, hak angket digulirkan untuk menyelidiki indikasi skandal penyadapan pembicaraan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dengan Rais Aam NU KH Ma'ruf Amin.
"Skandal penyadapan tersebut merupakan pelanggaran terhadap konstitusi dan UU ITE dan telah berdampak luas dan sistemik terhadap kepentingan masyarakat," kata dia.
Penyadapan yang ilegal tersebut, kata Benny, juga berpotensi meresahkan dan menimbulkan ketidaknyamanan masyarakat.
"Sesama anak bangsa saling curiga, saling mematai, dan berprasangka buruk dan tentu saja mengganggu keharmonisan masyarakat dan pada akhirnya menciptakan instabilitas politik," tutur dia.
Indikasi penyadapan pembicaraan Presiden RI ke-6 dengan KH Ma'aruf Amin diungkapkan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan penasihat hukumnya dalam persidangan dugaan penistaan agama pada Selasa (31/1/2017) lalu.
Dalam persidangan tersebut, Ahok dan pengacaranya mengaku memiliki data lengkap hasil pembicaraan Susilo Bambang Yudhoyono dengan KH Ma'ruf Amin pada tanggal 7 Oktober 2016. Saat itu Ketua Umum MUI dihadirkan sebagai saksi oleh jaksa.
Soal kemungkinan penyadapan SBY dan rekamannya dipegang pihak Ahok sudah dibantah Humphrey Djemat selaku pengacara Ahok. Tim kuasa hukum Ahok menegaskan tidak pernah menyebut memiliki bukti rekaman dalam pengadilan.
"Saya bilangnya komunikasi ya, bukan rekaman," kata Humphrey di Menteng, Jakpus, Rabu (1/2) kemarin.
SBY sendiri sudah angkat bicara soal kemungkinan penyadapan terhadap dirinya. Jika betul disadap, ia menyatakan hal tersebut dipastikan melanggar hukum.
"Kalau betul ada percakapan saya dengan Pak Ma'ruf Amin, atau percakapan siapa pun dengan siapa disadap tanpa perintah pengadilan, dan hal-hal yang tidak dibenarkan undang-undang, itu namanya ilegal," tutur SBY saat memberi pernyataan pers terkait dengan perkara itu, Rabu (1/2).(pd/detik/dik/bh/sya) |