Oleh: H. Tony Rosyid
PENGAKUAN SEJUMLAH saksi di Komisi III DPR mengagetkan publik. Mereka mengaku melihat tubuh para jenazah itu tampak sangat mengerikan. Ada yang tertembak mata sebelah kiri hingga tembus ke bagian belakang. Ada yang tertembak sekitar telinga satu tembus ke telinga yang sebelahnya. Semua dada kiri, tepat pada jantung janazah ditembus lebih dari satu peluru. Ada janazah yang tangannya tampak terkelupas seperti akibat terseret. Ada luka memar yang diperkirakan bekas penganiayaan. Ada sebagian tubuh yang gosong seperti bekas pembakaran. Mengenaskan!
Cerita para saksi di Komisi III itu membuat tubuh kita bergetar dan menggigil. Emosi kita tersentuh. Perasaan terasa seperti diaduk. Terbayang apa yang terjadi kepada enam pemuda itu. Sakit sekali! Setelah itu mereka mati. Ada sejumlah orang yang tak segan untuk mengungkapkan bahwa ini adalah pembantaian. Bukan tembak menembak.
Menanggapi pengakuan para saksi itu, ada yang langsung menangis. Mengekspresikan betapa pedih apa yang dialami enam anak muda itu. Kebayang jika itu terjadi pada anak atau saudara mereka. Ada yang menunjukkan kekesalan dan kemarahannya. Sebagian mengupkannya melalui berbagai komentar dan video.
Disisi lain, ada yang menganggap kesaksian itu mengada-ada. Ada yang malah nyumpahin jenazah dengan kalimat "mampus kalian". Ada yang berseloroh: "Kenapa sedih, bukannya mereka sudah ketemu 72 bidadari". Kalimat nyindir, nyinyir dan bahkan seperti mengejek.
Supaya tak terus jadi polemik di masyarakat, ada baiknya semua foto dan video yang menggambarkan kondisi fisik para janazah itu dibuka ke publik. Diviralkan di medsos. Ini untuk mengkroscek pengakuan para saksi itu. Benar atau salah. Sekaligus sebagai sebuah pertanggungjawaban hukum dan sosial atas kesaksian itu.
Jangan sampai terlambat! Keburu basi dan bergeser ke isu lainnya. Sebelum ada intervensi dan intimidasi kepada keluarga dan para saksi. Tak boleh ada celah untuk kompromi, sehingga foto dan video itu tidak jadi dibuka ke publik. Jangan jadikan jenazah-jenazah itu untuk bertransaksi. Jika ini terjadi, kebenaran akan selamanya terbungkam dan tenggelam. Jadi kenangan pahit. Dan bisa terulang karena gak ada pertanggungjawaban.
Jika foto dan video enam jenazah itu dibuka ke publik, dan ternyata tidak sama dengan apa yang disampaikan para saksi itu, maka harus ada pidananya. Kesaksian bohong gak boleh dibiarkan.
Sebaliknya, jika kesaksian itu benar, maka ini akan mengungkap banyak kepalsuan yang harus juga dipidanakan. Kebohongan tak boleh dibiarkan dan leluasa merusak pikiran rakyat. Hukum harus berdiri tegak di atas kebenaran.
Jika apa yang diungkapkan para saksi itu benar, ada foto dan videonya, lengkap dengan data forensiknya, juga video pengakuan para saksi yang berada di TKP KM 50, dan harus saksi beneran, bukan saksi rekayasa, maka masyarakat juga akan semakin sulit percaya bahwa ada peristiwa tembak menembak. Tuduhan FPI bahwa ada penculikan, penganiayaan, bahkan pembantaian akan memenangkan opini publik.
Berbagai kejanggalan kasus ini harus segera dibongkar. Fakta-fakta itu mesti dibuka ke publik, apa adanya. Setansparan mungkin. Supaya semuanya terang benderang.
Elokkah memposting foto dan video jenazah dalam kondisi fisik sebagaimana didiskripsikan oleh para saksi itu? Kebenaran punya jalan dan standarnya sendiri. Apapun yang diperlukan untuk membuka kebenaran, tidak boleh dihalangi karena alasan keelokan.
Kasus penembakan enam anak muda FPI itu sudah jadi konsumsi publik. Masyarakat berhak tahu. Ini sekaligus akan jadi alat kontrol bagi proses investigasi dan sidang di pengadilan.
Jika foto atau video tidak dibuka, kasus ini hanya akan menjadi kegaduhan di media dan media sosial. Menambah deretan keganjilan dalam penegakan hukum di negeri ini. Opini liar yang justru akan terus bersaing. Fitnah akan terus bertebaran. Karena itu, masyarakat menuntut foto dan video janazah itu segera dibuka. Kasus harus segera dibongkar. Supaya tak berkembang berbagai prasangka yang akan mengaburkan dan menenggelamkan kebenaran itu sendiri. Dan ini tak boleh terjadi!
Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.(tr/bh/sya)
|