JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Kuasa direksi PT Alam Jaya Papua (AJP) Dharnawati memang pernah berniat untuk memberikan uang terima kasih kepada Menakertrans Muhaimin Iskandar. Hal ini akan dilakukan, setelah menyelesaikan proyek pembangunan kota mandiri terpadu (KTM) dari anggaran percepatan pembangunan infrastruktur daerah (PPID) bidang transmigrasi di empat kabupaten di Papua Barat yang bernilai Rp 73 miliar.
"Saya memang ada niat, kalau pekerjaan ini saya yang kerjakan (dapat proyek) dan sudah selesai dikerjakan, saya memang akan memberikan seperti tanda terima kasih untuk Pak Menteri (Menakertrans Muhaimin Iskandar). Tetapi setelah saya mendapat proyek itu dan telah menyelesaikannya," kata Dharnawati di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (6/2).
Pengakuan Dharnawati sebagai ini disampaikan dalam kapasitas sebagai saksi dalam persidangan terdakwa perkara suap dana PPID dengan terdakwa Dadong Irbarelawan, Kabag Evaluasi dan Prorgram Ditjen Pembinaan Penyiapan Pemukiman dan Penetapan Transmigrasi (P4T), Kemenakertrans.
Namun, Dharnawati mengaku, kesal terhadap Dadong dan Sesdirjen P4T Kemenaketrans I Nyoman Suisnaya. Pasalnya, keduanya kerap meminta commitment fee sebesar 10 persen dari nilai proyek Rp 73 miliar. Padahal, proyek tersebut belum juga didapatkannya. "Saya tidak setuju, karena ini kan masih usulan, tapi mereka sudah minta fee," ujar dia.
Mereka beralasan meminta bantuan untuk uang lebaran menteri. Lantaran dalih membantu uang lebaran Menteri, ia akhirnya rela untuk memberikan uang sebesar Rp 1,5 miliar pada 25 Agustus lalu. "Awalnya, saudara Nyoman menelepon saya untuk datang ke Kemenakertrans. Saya datang menemui Dadong. Katanya, ada kebutuhan ke Pak Menteri (Muhaimin Iskandar)," paparnya.
Ketika ditanya majelis hakim mengapa dari permintaan yang semula disebut sebagai uang komitmen bisa beralih menjadi uang untuk menteri, saksi menyatakan bahwa itu adalah cara Dadong dan Nyoman untuk mendesaknya. Atas desakan kedua pejabat Kemenakter itu, Dharnawati sempat curhat kepada Dani Syafrudin Nawawi, pihak swasta yang dikenalnya juga memiliki kedekatan dengan Istana Presiden—kemungkinan diduga sebagai staf khusus presiden.
"Saya bilang ke Dani, kok di kementerian untuk mendapat pekerjaan, mekanismenya harus seperti ini. Pak Dani waktu itu marah dan bilang ke saya, ya sudah kamu tinggalkan saja pekerjaan ini, karena tidak ada yang bisa menjamin ini akan disetujui (anggaran), karena ini masih harus ke DPR baru ke Kemenkeu," ujar Dharnawati yang masih setia dengan cadarnya itu.
Namun Dharnawati pun akhirnya memenuhi permintaan di awal itu meski baru Rp 1,5 miliar dari total 10 persen dari nilai proyek yaitu Rp 7,3 miliar yang harus dipenuhi Dharnawati. Namun, belum dilunasi penuh permintaan itu, ketiganya pada hari yang bersamaan, sudah ditangkap Komisi Pemberantasam Korupsi (KPK) di tempat berbeda-beda.
Saat dimintanggapnnya atas keterangan saksi Dharnawati, terdakwa Dadong Irbarelawan membantah dengan tegas dirinya yang menyampaikan permintaan uang lebaran Menakertrans Muhaimin Iskandar. Justru kedatangan Dharnawati ke kantornya itu, untuk memenuhi uang komitmen. "Itu kaitan dengan uang komitmen Rp 7,3 miliar. Bu Nana datang hanya sanggup menyediakan Rp 1,5 miliar. Tidak ada hubungan dengan pinjam-meminjam," kata Dadong.
Sebelumnya, kasus tersebut berawal dari penangkapan dua pejabat Kemenakertrans Dadong Irbarelawan dan I Nyoman Suisnaya. Kedua pejabat Kemenakertrans tersebut diduga menerima uang senilai Rp 1,5 miliar dari Dhanarwati selaku kuasa direksi PT AJP dalam upaya untuk menjadikannya sebagai kontraktor dalam proyek di empat kabupaten di Papua. Ketiganya telah diadili, tapu baru Dharnawati yang ditelah divonis bersalah dan dihukum 2,5 tahun penjara.(dbs/spr)
|