JAKARTA, Berita HUKUM - Kredibilitas kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) turut berpengaruh dengan sikap diamnya melihat bawahanya Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko 'mengacak-acak' Partai Demokrat.
"Ini memang berdampak di pemerintahan. Kredibilitas pemerintahanya akan dipertanyakan. Sebagai atasan tak menegur Moeldoko," kata Jerry kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (6/3).
Belum lagi, Jerry berkeyakinan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasona Laolly akan mensahkan kegiatan yang diklaim sepihak sebagai Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara. Hal ini tentu makin memperburuk citra pemerintah yang kerap merusak partai politik di Indonesia.
"Saya nilai akan di akomodir oleh KemenkumHAM saya percaya dan yakin mereka akan melegalkan KLB Sumut. Ini alasannya ini akan mendukung dan bergabung dengan pemerintahan saat ini," tandas Jerry.
Namun demikian, Jerry menilai publik sudah cerdas melihat mana yang legal dan ilegal.
Disisi lain, Jerry menyoroti sikap Moeldoko terhadap SBY yang dinilai tidak beretika, padahal saat masih aktif sebagai anggota TNI beberapa posisi strategis seperti KSAD dan Panglima TNI diberikan SBY saat menjabat sebagai Presiden dua periode kepada Moeldoko.
"Moeldoko lupa jasa Presiden SBY memberikan kepercayaan sebagai Panglima TNI saat menjabat. Tapi dalam politik tak berlaku ada idiom "Dalam politik tak ada kawan yang abadi". ungkap Jerry.
Sementara, Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat, Andi Mallarangeng, menduga Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengetahui rencana Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menjadi ketua umum Partai Demokrat lewat Kongres Luar Biasa (KLB) di Sibolangit. Jika benar adanya, ia menilai, Jokowi telah membiarkan pejabat pemegang kekuasaan saat ini mengintervensi partai politik yang sedang beroposisi.
"Bagi saya, masak sih, orang macam dalam lingkaran dalam presiden setiap hari ketemu presiden kira-kira mau jadi ketua umum partai kira-kira ngomong dulu enggak, masak enggak minta izin sih, masa enggak ngomong sih," ujar Andi dalam diskusi Polemik Trijaya secara daring, Sabtu (6/3).
"Kalau itu betul-betul dilakukan dan dibiarkan saya khawatir ini memang pemerintahan Pak Jokowi membiarkan kejadian-kejadian semacam ini, membiarkan terjadinya intervensi dari orang yang sedang berkuasa, jabatan Pak Moeldoko itu Kepala Staf Kepresidenan ini jabatan politik, lalu melakukan gerakan-gerakan politik, nah ini karena jabatannya yang punya bos atasan atau karena dirinya sendiri, bagaimana membedakan itu," lanjut dia.
Andi mengatakan, Partai Demokrat menunggu penjelasan Jokowi. Pertanyaan-pertanyaan terkait pembiaran pengambilalihan partai di luar mekanisme AD/ART Partai Demokrat yang terdaftar di negara sudah disampaikan melalui surat kepada Jokowi beberapa waktu lalu.
"Kita menunggu sebenarnya apa yang dikatakan Pak Jokowi, kita sudah kirim surat kok, tapi sampai sekarang enggak ada jawaban," tutur Andi.
Saat ini, ia menunggu sikap Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) terhadap penyampaian kepengurusan dan AD/ART baru hasil KLB Demokrat versi Sibolangit itu. Ia meminta Menkumham Yasonna menjaga intergitasnya dan melihat secara jernih atas syarat-syarat yang tidak terpenuhi untuk melalukan KLB.
Menurut Partai Demokrat, KLB di Sibolangit merupakan kongres abal-abal karena tidak terpenuhinya syarat-syarat dalam AD/ART hasil kongres 2020 yang sah dan terdaftar di Kemenkumham. Andi menyebutkan, untuk dilaksanakan KLB, harus ada permintaan dari majelis tinggi partai, dihadiri atau disetujui sebanyak 2/3 DPD dan separuh dari 514 DPC, serta pelaksananya adalah DPP.
"Walaupun ada KLB penyelenggaranya tetap adalah DPP Partai Demokrat, semua itu tidak dipenuhi. Jadi bagaimana bisa dikatakan ini sah. Nah tentu kita harap sekali lagi nanti Kementerian Hukum dan HAM akan melihatnya," kata Andi.(dbs/republika/gelora/RMOL/bh/sya) |