MEDAN, Berita HUKUM - Pemilu 2014 harus benar-benar menghasilkan pemimpin sejati. Bangsa Indonesia tidak boleh menganut filosofi bawang Bombay. Setiap kali mengupas kulit bawang Bombay, yang ditemukan berikutnya adalah kulit lagi. Begitu seterusnya sampai habis, tidak pernah diperoleh isinya sehingga hanya menghasilkan kesia-siaan belaka.
Demikian disampaikan pengamat politik Faisal Marawa pada diskusi bertajuk “Mencari Pemimpin Beneran, Popularitas vs Kapasitas” di Juice Kuphi, Medan, Sabtu sore (18/1). Diskusi yang digelar sebagai rangkaian Debat ke-2 Konvensi Rakyat Capres 2014 itu juga menghadirkan tiga dari tujuh peserta konvensi. Mereka adalah Menko Perekonomian era Gus Dur, Rizal Ramli, Rektor Universitas Islam Eropa Sofjan Sauri Siregar, dan Ketua Partai Demokrat Kalimantan Timur Isran Noor.
“Saya berharap Konvensi Rakyat tidak seperti mengupas bawang Bombay. Sebab, kalangan menengah dan rakyat awam sudah benar-benar rindu pada sosok pemimpin yang sederhana. Pemimpin yang mampu menginspirasi sekalgus jadi teladan. Pemimpin yang benar-benar mampu mengajak masyarakat membangun bangsa. Sayangnya kini pemimpin yang menginspirasi sudah langka, apalagi yang bisa jadi teladan nyaris tidak ada,” ungkap Faisal.
Rizal Ramli yang menjadi pembicara kedua menyatakan, ada empat syarat untuk menjadi pemimpin. Yaitu punya visi, karakter, kompetensi, dan popular. Tiga syarat pertama tidak bisa direkayasa. Tiga syarat itulah yang telah melahirkan para pemimpin besar dunia. Mereka di antaranya Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan lainnya.
“Kalau pemimpin hanya mengandalkan popularitas, maka kita akan terjebak seperti di Filipina. Di sana, pemimpin hanya dari kalangan keluarga kaya atau artis saja. Akibatnya, Filipina tidak pernah menjadi bangsa besar dan kuat,” kata capres paling reformis versi Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) ini.
Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) era Presiden Gus Dur ini mencontohkan Soekarno sebagai pemimpin yang punya visi jauh ke depan dan berkarakter kuat. Begitu pentingnya karakter yang kuat, sehingga walau didukung partai kecil dan tidak mayoritas di parlemen, sang pemimpin bisa membawa negaranya menjadi kuat dan maju. Hal ini dicontohkan oleh Fidel Ramos, Presiden Filipina. Dia memang hanya mengantongi 30% suara pemilih. Namun karena Ramos punya karakter kuat, dia justru dianggap sebagai Presiden yang paling hebat dalam sejarah Filipina.
Harapan yang besar terhadap Konvensi Rakyat juga datang dari Isran Noor. Menurut dia, Konvensi Rakyat adalah sarana untuk mengukur diri di mata rakyat. Dari sini Bupati Kutai Timur tersebut merasa bisa mengetahui, seberapa jauh rakyat mengetahui kualitas diri, ide, dan gagasan yang ditawarkannya untuk memperbaiki bangsa.
“Keliru kalau ada yang beranggapan saya ikut Konvensi Rakyat karena kecewa tidak masuk Konvensi Partai Demokrat. Bahkan saya bersyukur tidak ikut Konvensi Demokrat. Karena saya tahu, partai saya pasti tidak akan mendukung. Saya justru bangga bergabung dengan Konvensi Rakyat, karena semangat dan animo masyarakat sangat besar. Konvensi Rakyat adalah forum rakyat yang murni, yang akan melahirkan pemimpin bermutu,” urai Isran.(rls/rp/edy/bhc/sya)
|