JAKARTA, Berita HUKUM - Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai (KPUBC) Tanjung Priok mencurigai adanya pelanggaran terhadap impor beras yang menyebabkan masuknya beras jenis Fragrance Rice Vietnam (beras premium) ke pasar lokal dengan menggunakan ijin beras atas nama Thai Hom Mali. Karena itu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mengambil langkah inisiatif dengan menaikkan status pemeriksaan beras yang sebelumnya low risk menjadi high risk.
Menteri Keuangan (Menkeu) M. Chatib Basri menjelaskan bahwa sebelumnya, impor beras termasuk ke dalam kategork low risk. “Kenapa low risk? Karena ijinnya jelas, rekomendasinya jelas, karena semuanya sudah jelas, dia masuk di dalam low risk,” kata Menkeu saat berkunjung di KPUBC Tanjung Priok Jakarta, Jumat (7/2).
Dari pemeriksaan KUPBB Tanjung Priok, didapati beras yang masuk bukan hanya jenis Thai Hom Mali, tetapi juga beras wangi (Fragrance Rice) yang berasal dari Vietnam. “Apa yang dilakukan untuk mengantisipasi ini? Ketimbang menunggu terlalu lama (mencari sumber permasalahannya dimana), maka dilakukan inisiatif dari Bea Cukai. Mitigasi risikonya yang tadinya low risk dinaikkan menjadi high risk,” kata Menkeu M. Chatib Basri.
Kenaikan status menjadi high risk ini memberikan konsekuensi pemeriksaan lebih lanjut terhadap beberapa produk beras yang sedang dilakukan di BP Padi di Subang.
Langkah antisipasi ini dilakukan karena beras yang berasal dari Vietnam memiliki harga lebih murah dari Beras Medium Lokal (BULOG), sehingga mengganggu pasar beras produksi lokal. “Jangan sampai nanti beras yang disebut beras ilegal kemudian mengganggu di pasaran karena harganya, tadi barusan saya cek, katanya beras premium (beras dengan tingkat kepecahan beras di bawah 5 persen), tapi harganya bisa di bawah beras medium lokal,” jelas Menkeu.
Tiga Perusahaan
Siaran pers Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan menyebutkan, dengan merubah status pemeriksaan dari low risk menjadi high risk itu, saat ini Dirjen Bea Cukai sedang melakukan penyelidikan terhadap impor 32 kontainer beras yang saat ini masih berada di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok.
“Hasil sementara diduga terjadi pelanggaran, dengan menyalahgunakan Surat Persetujuan Impor (SPI) sehingga importasi barang menjadi tidak sesuai antara Laporan Surveyor dengan ijin SPInya,”jelas Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Yudi Pramadi, dalam siaran persnya kemarin.
Ia menyebutkan, importasi dimaksud dilakukan oleh CV PS sejumlah 200 ton (8 kontainer), CV KFI 400 ton (16 kontainer), dan PT TML 200 ton (8 kontainer), yang keseluruhannya berasal dari Vietnam.
“Dampak dari dugaan pelanggaran impor beras tersebut, diduga menyebabkan masuknya beras jenis Fragrance Rice Vietnam (beras premium) ke pasar local dengan menggunakan ijin beras Thai Hom Mali, dengan harga yang lebih murah dari beras medium local (BULOG) sehingga mengganggu pasar beras produksi local,” papar Yudi.
Ia menegaskan, Kementerian Keuangan memerlukan koordinasi dan dukungan dari seluruh instansi terkait, khususnya Kemenko Perekonomian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian untuk melakukan pengawasan yang efektif terhadap importasi beras. (Humas Kemenkeu/ES/skb/bhc/sya) |