MALE (BeritaHUKUM.com) – Asosiasi Industri Pariwisata Maladewa menyatakan kekhawatiran terkait perintah penutupan semua spa dan pusat kesehatan di berbagai resor di negara itu.
Seperti dilaporkan situs berita independen Maladewa, Minivan, Asosiasi khawatir penutupan akan berdampak buruk bagi sektor yang menjadi salah satu tulang punggung pendapatan di Maladewa. Pelaku pariwisata juga menyerukan perlunya penyelesaian masalah ini.
Kementerian Pariwisata Maladewa memerintahkan kepada semua hotel-hotel resor di seluruh negara itu untuk menutup spa dan pusat kesehatan mulai Kamis (29/12) waktu setempat atau Jumat (30/12) WIB.
Larangan dikeluarkan menyusul tuduhan Adhaalath, partai berhaluan Islam yang beroposisi bahwa spa-spa yang ada digunakan untuk tempat prostitusi. Pekan lalu Partai Adhaalath menggelar unjuk rasa di ibukota Male guna menentang keberadaan spa di resor-resor dan menuding spa digunakan sebagai rumah bordil.
Sebelumnya Presiden Mohamed Nasheed menyerukan kepada warga untuk menjalankan Islam yang "toleran" dan meminta mereka untuk menolak ekstremisme agama. Larangan spa di Maladewa berdampak langsung pada salah seorang pemimpin oposisi, Gasim Ibrahim, ketua Partai Jumhoory. Dia memiliki lima spa.
Wilayah Maladewa terdiri dari 1.192 pulau karang kecil yang berpenduduk 330.000 jiwa. Berdasarkan undang-undang Maladewa, semua warga negara adalah Muslim. Negara yang terletak di Samudera Hindia ini menjadi tujuan wisata populer bagi kalangan atas. Kamar-kamar mewah ada yang dipatok seharga 12.000 dolar AS per hari.(bbc/sya)
|