MEDAN, Berita HUKUM - Puluhan warga dari desa Paya Geli kecamatan Sunggal didampingi Sulaiman, selaku kepala lingkungan desa menuntut ustad Drs. H. Marasonang Srg mundur sebagai Imam dan pengurus masjid Al Rohani di desa paya geli, Jumat (16/3) malam lalu. Tuntutan warga dipicu akibat tindakan asusila yang diduga dilakukan ustad tersebut terhadap anak perempuan pada bulan Mei 2015 silam. Profesi Marsonang merupakan guru/ustad sedangkan korban adalah murid.
Sebelumnya, melalui laporan Marzuki, ayah dari anak korban asusila, Unit Reskrim Polda Sumut telah menangkap Marasonang. Penangkapan dilakukan oleh Brigadir Arfan.
Namun menurut Marsonang, dirinya dilepas karena tidak cukup bukti. Ia menambahkan bahwa petugas menyerahkan kasus tersebut agar diselesaikan secara musyawarah keluarga.
"Betul, saya sempat dijemput paksa oleh petugas. Namun setelah tiga minggu, terbit surat penghentian penyidikan. Dan setelah itu saya dan pihak keluarga Marzuki mengadakan perdamaian. Tidak ada cukup bukti," aku ustad Marsonang pada pewarta lokal setempat yang turut hadir.
Marsonang menambahkan, ia pun menerima tuntutan warga agar dirinya mundur menjadi imam masjid dan tidak lagi mengadakan aktifitas sosial dilingkungan masjid Al Rohani.
"Kami menuntut agar Marsonang tidak lagi menjadi panutan di masjid. Tindakannya telah mencemarkan nama desa kami," ungkap Jamel, salah seorang warga.
Warga lainnya, Putra Darus menyarankan, jika memang ustad Marsonang merasa benar, seharusnya marsonang dapat menuntut balik atas pencemaran nama baik terkait laporan Marzuki atas dugaan tindakan asusila.
"Sesuai dengan Pasal 109 Ayat 2 KUHAP, maka jika benar tuduhan itu tidak terbukti, maka mari sama-sama kita dukung Ustad Marasonang melaporkan balik saudara Marzuki, karena telah melakukan fitnah mencemarkan nama baik terhadap Ustad Marasonang ," ujar Putra Darus.
Namun anehnya, tambah Putra, si ustad malah tidak melakukan tuntutan balik. Marsonang berkelit bahwa telah terjadi perdamaian diantara para keluarga.
"Ini tentu saja menambah kecurigaan kami sebagai warga," imbuhnya.
Salah seorang warga lainya, Amir (25) mempertanyakan, benarkah nantinya Ustad Marasonang Srg akan menikah dengan korban anak pak Marzuki sebagai mana yang di ketahui warga dari Kepala Lingkungan.
"Betul ustad akan menikah setelah anak itu selesai sekolah?," tanya Amir.
Mendapat pertanyaan tersebut, Marasonang seperti terpojok dan mendadak marah.
"Apa urusan kau," timpal marsonang dengan penuh nada amarah.
Masyarakat yang hadir pada malam itu merasa tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, namun mereka akhirnya sepakat membubarkan diri dengan tertib dan hingga 3 hari berlalu sejak malam itu rumah Ustad Marasonang Srg di Paya Geli Dusun 1 selalu tutup dan sepi.
Seperti diketahui dalam menghentikan suatu penyidikan, maka penyidik akan mengkaji syarat-syarat penghentian penyidikan yang sudah ditentukan dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP, yaitu dalam hal ini.
1. Tidak terdapat cukup bukti.
2. Peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana.
3. Penyidikan dihentikan demi hukum:
a. Terdakwa meninggal dunia (Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP)
b. Perkaranya nebis in idem (Pasal 76 KUHP)
c. Perkaranya kedaluwarsa/verjaring (Pasal 78 KUHP)
d. Pencabutan perkara yang sifatnya delik aduan (Pasal 75 KUHP, Pasal 284 ayat 4 KUHP.(bh/rar) |