JAKARTA, Berita HUKUM - Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) menggelar diskusi dengan tajuk "Perempuan dan Politik: Bisakah Poligami di Indonesia Dilarang?", di Gado-gado Boplo Satrio, Setia Budi, Jakarta pada, Sabtu (15/12).
Dalam topik kali ini, LPI menghadirkan beberapa narasumber dari kalangan politisi, aktivis dan lembaga, yakni KH. Imam Nahe'i (Komisioner Komnas Perempuan), Ratna Batara Munti (Aktivis LBH APIK), Dara Adinda Nasution (Politisi PSI), dan Guntur Romli (Tokoh Muda NU).
Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, KH. Imam Nahe'i dalam paparannya mengatakan, poligami sebenarnya sudah sejak dulu dilarang oleh pemerintah. Karena poligami dan praktik poligami menjadi salah satu akar permasalahan dalam kekerasan rumah tangga, yang kemudian berdampak pada kekerasan psikis, fisik, seksual, dan ekonomi.
"Angka tertinggi kekerasan perempuan nikah tidak tercatat, kedua poligami, ketiga kekerasan cyber. Nikah tidak tercatat dan poligami, ini dua hal yang senapas," kata Imam.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ratna Batara Munti, aktivis Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK), Ia menyatakan poligami sebenarnya sudah sejak lama menjadi akar permasalahan diskriminasi terhadap perempuan.
"Masalah poligami sudah sejak lama terjadi. Harusnya pemerintah sudah membuat kebijakan melarang praktik poligami dengan amandemen Undang-Undang tentang Perkawinan karena selama ini poligami sangat merugikan dan merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan," kata Ratna.
Bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang muncul dari praktik Poligami, ungkap Ratna, banyak terlihat dalam laporan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
"Kasus kekerasan dalam rumah tangga itu tidak semua lari ke jalur pidana, banyak juga yang lari ke jalur perdata, seperti perceraian. Angka nasional di Mahkamah Agung, sangat jelas faktor poligami itu sebagai alasan perceraian sangat tinggi. Jadi ada sekitar 1.600 (kasus) poligami yang menyebabkan KDRT dan akhirnya lari ke perceraian yang diajukan oleh istri. Ini menunjukkan bahwa istri sudah tidak nyaman dengan rumah tangga itu," papar Ratna kepada rekan media.
Ratna juga menyebutkan, dampak dan kerugian dari praktik poligami antara lain, menyebabkan ketidakadilan, menyakiti perempuan dan membuat anak telantar.
Di tempat sama, Dara Nasution, politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengatakan partainya menolak secara tegas adanya poligami di Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa praktik poligami banyak merugikan hak perempuan.
"Secara umum praktik poligami lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya," kata Dara.
Menurutnya, praktik poligami sangat merugikan kaum perempuan dan bagi PSI hal itu adalah suatu yang patut diperjuangkan.
"Jadi dalam hal ini kita tidak mempersoalkan tentang keyakinan, tapi ini adalah tentang memperjuangkan masyarakat yang adil, yang tidak diskriminatif kepada siapapun, baik laki-laki maupun perempuan," ujarnya.(bh/amp) |