JAKARTA, Berita HUKUM - Ketua DPP Partai Demokrat Subur Sembiring mendesak partai agar menggelar Kongres Luar Biasa (KLB). Menurut dia, hal ini perlu dilakukan dalam rangka menyelamatkan partai yang saat ini dinilai tengah mengalami guncangan.
"KLB itu adalah suatu jalan keluar untuk menyatukan soliditas internal PD di tengah gonjang-ganjing yang beredar. Dan kita harus paham PD tidak akan besar tanpa kebersamaan. Jangan mau diporakporandakan, jangan mau diadu domba. Kita patuh kepada konstitusional partai, sehingga PD ke depan di KLB akan menjadi partai yang dihargai karena semua menjalani konstitusional PD," kata Subur kepada wartawan, Minggu (16/6).
Selain itu, menurut Subur, langkah menggelar KLB penting demi menjaga harkat dan martabat Ketua Umum PD Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia mengatakan kebesaran PD ada di tangan SBY.
"Sesungguhnya itu (KLB) dilakukan demi menjaga harkat dan martabat Ketum PD, yaitu Pak SBY," ujarnya.
Saat ini, Subur mengatakan SBY menyalahi AD/ART dengan menunjuk Sekjen PD Hinca Pandjaitan untuk melaksanakan tugas harian DPP PD. Amanat itu diberikan SBY kepada Hinca pada Februari 2019. Kala itu SBY disebut tidak bisa fokus dalam pemenangan PD di Pemilu 2019 karena harus mendampingi istrinya, Ani Yudhoyono, yang menjalani perawatan penyakit kanker darah di Singapura.
"Jika seorang ketum berhalangan, seharusnya memberikan mandat kepada salah satu Waketum DPP PD. Ketika mandat diberikan kepada seorang sekjen, maka sesungguhnya hal ini telah menyimpang dari konstitusional partai," tegas Subur.
Dia mengingatkan SBY agar menjaga nama baik partai dengan tetap berpegang teguh pada AD/ART Partai Demokrat. Subur dapat memaklumi kini SBY masih berkabung setelah sang istri, Ani Yudhyono, meninggal dunia. Namun, kata Subur, SBY tak boleh menutup mata atas situasi yang saat ini dihadapi PD.
"Salam hormat saya kepada Pak SBY. Saya sarankan kepada Pak SBY sebagai ketum, kita semua mengerti atas berkabungnya dengan meninggalnya Ibu Ani beberapa hari lalu. Tapi tidak pula kita bisa berhenti terhadap situasi yang ada saat ini. Saatnya Pak SBY menyatakan bahwa PD adalah partai yang mendukung konstitusi. Terutama di internal PD," tutur Subur.
"Demikian Bapak SBY yang saya hormati. Kebesaran PD ada di tangan Bapak. Kebesaran PD ada di tangan Bapak dan Bapak harus jelaskan secara konstitusional partai," imbuh dia.
Sebagaimana diketahui, Partai Demokrat (PD) diterpa kegaduhan. Sang ketum, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) digoyang isu Kongres Luar Biasa (KLB).
Isu KLB itu bermula dari senior Partai Demokrat yang tergabung dalam Gerakan Moral Penyelamat Partai Demokrat (GMPPD), termasuk Max Sopacua menggelar konferensi pers menyikapi situasi politik terkini dari partai berlambang mirip logo mercy itu pada Kamis (15/6) lalu. Termasuk soal merosotnya suara Partai Demokrat di Pileg 2019.
Saat konferensi pers, GMPDD juga mengeluarkan pernyataan tertulis. Dalam rilis persnya sempat disinggung soal KLB, meski tidak disampaikan secara langsung.
Tampaknya rilis pers itu menyebar dan menimbulkan reaksi dari para kader Partai Demokrat di berbagai daerah. Para kader di berbagai daerah itu kompak menolak wacana KLB yang berembus.
Reaksi keras pertama kali datang dari Kader Demokrat Daerah Istimewa Yogyakarat (DIY) yang kecewa permasalahan internal diungkap ke publik. Menyusul DIY, Jawa Barat (Jabar) ikut bersuara. Pendiri Demokrat Jabar, Yan Rizal Usman menolak mentah-mentah wacana KLB yang berembus kencang. Yan menilai KLB hanya akan menjadi preseden buruk bagi partai dan sistem demokrasi di Indonesia.
"Jika SBY diganti dengan KLB, maka ini menjadi tradisi buruk dan merusak demokrasi yang sedang dibangun di tanah air. KLB akan berulang dengan KLB berikutnya, sangat buruk untuk PD dan nasib para kader ke depannya," kata Yan kepada wartawan, Jumat (14/6).
Pun kader Partai Demokrat di Sulawesi Utara dengan tegas menolak wacana KLB. Dikomandoi Ketua DPC Partai Demokrat Manado, Nortje Vanbonne, setidaknya 11 Ketua DPC Partai Demokrat di Sulawesi Utara serempak mendukung penuh SBY untuk tetap menjabat sebagai pucuk pimpinan.
Vanbonne pun melempar tudingan akan merosotnya suara Partai Demokrat. Menurut Vanbonne dan kawan-kawan, paslon yang diusung Partai Demokrat, yakni Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tak mampu memberi efekk ekor jas pada partai yang berdiri sejak tahun 2001 itu.
Menurut Vanbonne, turunnya jumlah suara partai bukan kesalahan DPP Partai Demokrat. Dia menilai anjloknya suara partai berlambang mirip logo Mercy itu lantaran tidak mendapat efek ekor jas dari pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang diusung di Pilpres 2019.
"Kita tidak mendapatkan efek ekor jas karena tidak ada calon presiden, namun justru karena ada ketokohan SBY, AHY, dan Mas Ibas, partai kita masih bisa bertahan melewati ambang batas parlemen, bandingkan dengan partai-partai lama yang justru tidak lolos PT. Demokrat justru lolos walaupun tidak punya calon presiden dan ketua umum kita tidak bisa berkampanye karena menjaga Ibu Ani yang sedang sakit saat itu," kata Vanbonne, dalam keterangan tertulis, Sabtu (15/6).
Senada dengan DIY, Jabar dan Sulut, DPD Partai Demokrat DKI Jakarta juga dengan tegas menolak wacana KLB. Demokrat DKI menilai di bawah kepemimpinan SBY Partai Demokrat masih on the track. Demokrat DKI pun menegaskan tak ada alasan bagi partainya untuk menggelar KLB.
"Kami berpandangan tidak ada kepentingan memaksa untuk KLB. Di bawah pimpinan Pak SBY, Partai Demokrat masih on the track di jalur yang tepat, sehingga usulan KLB kami tolak keras," ujar Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta Santoso saat jumpa pers di kantor DPD PD DKI, Jalan Bambu Apus Raya, Cipayung, Jakarta Timur, Sabtu (15/6).
Tak hanya soal wacana KLB, baik kader dari DIY, Jabar, Sulut maupun DKI pun mengambil keputusan yang sama perihal tindakan tegas kepada Max dkk. Mereka mendorong agar SBY dan DPP menjatuhkan sanksi tegas terhadap senior-senior partai yang telah memunculkan kegaduhan di tubuh Partai Demokrat.
"Di partai kita tidak dikenal organisasi bernama GMPPD, juga tidak ada di AD/ART organisasi tersebut. Makanya kami para DPC se-Sulut menganggap itu organisasi ilegal dan tidak berhak mendorong kongres, kami DPC-DPC Sulut mendesak ketua umum untuk menindak organisasi ilegal ini dan menyerahkan penuh arah partai ke ketua umum ke depan termasuk untuk penerus estafet kepemimpinan, kami mendukung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) atau Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) namun lewat mekanisme kongres yang sesuai AD/ART alias tidak ada yang namanya kongres luar biasa," ujar Vanbonne.
"Meminta DPP untuk bersikap tegas sesuai anggaran dasar rumah tangga kepada para pengurus Partai Demokrat yang menciptakan kegaduhan dengan cara lainnya memecah belah Partai Demokrat," kata Santoso.
Max dkk Bantah Percikkan Isu KLB
Atas isu KLB yang berembus, Max Sopacua langsung memberikan klarifikasi. Max membantah mengusulkan ada KLB di partainya. GMPPD mengakui memang sempat menyinggung soal KLB Demokrat dalam siaran persnya, namun bukan hal itu poin dari pernyataan para senior partai.
"Saya titik beratkan konpers (konferensi pers) kemarin adalah penyelamatan partai saja. kalau ada KLB itu alternatif. Mereka itu kan membaca, mereka membiarkan partai hancur. Baca dulu bagiannya. Wartawan juga bisa baca. KLB alternatif. Jangan itu yang jadi acuan. Yang jadi acuan adalah bagaimana selamatkan partai di 2024. itu titik tolaknya," tegas Max.
"Konpers dibuat untuk selamatkan partai di 2024. KLB adalah alternatif, bukan konferensi pers itu buat KLB. Bego aja yang baca itu. Saya bicara dari awal sampai akhir bagaimana menyelamatkan partai," imbuhnya.
Hal senada juga disampaikan senior Demokrat yang hadir dalam konferensi pers, Ahmad Mubarok. Ia menegaskan, tak ada yang menginginkan adanya KLB. Mubarok menjelaskan, konferensi pers beberapa hari lalu itu merupakan wujud keprihatinan senior partai akan kondisi Partai Demokrat.
"Nggak ada KLB. Kalau toh ada KLB harus sesuai dengan anggaran dasar. Yang ada itu keprihatinan karena Demokrat sekarang menjadi urutan no 7. Mundur, mundur gitu," kata Mubarok.
"Ada yang salah, menyimpang dari ftirahnya. Dulu partai Demokrat terbuka dengan ideologis nasional religius. Cirinya bersih, cerdas, dan santun. Kita ingin kembali ke prinsip pertama itu," imbuh dia.(mae/gbr/detik/bh/sya) |