JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Tidak hanya Mahkamah Agung (MA) yang marak dengan kasus putusan ilegal atas perkara yang diperiksa. Ternyata di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), juga terjadi dugaan pemberian remisi (pemotongan masa pemidanaan) ilegal.
Atas dugaan tersebut, Ditjen Pemasyarakatan (Pas) melakukan penyelidikan. Hal ini menyusul diterimanya pengaduan mengenai dugaan pemberian remisi ilegal yang terjadi di Lapas Klas II B Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar).
“Dugaan praktik jual beli remisi itu, tengah kami selidiki lebih lanjut. Ditjen Pemasyarakatan sudah memerintahkan Kanwil Kemenkumham setempat untuk segera menindaklanjutinya. Pihak Kanwil setempat sudah bergerak dan sedang melakukan (penyelidikan) itu," kata Pelaksana Tugas harian (Plh) Direktur Keamanan dan Ketertiban Kemenkum dan HAM Murdiyanto di Jakarta, Senin (26/9).
Dalam berkas laporan yang diterima wartawan, menyebutkan bahwa pihak terlapor yakni Kepala Lapas Klas II B Ketapang Indra Sofian diduga memberikan remisi ilegal kepada narapidana. Mereka adalah terpidana illegal logging yang juga eks Kapolres Ketapang, AKBP Akhmad Sunan serta anak buahnya mantan Kasatreskrim Polres Ketapang AKP M Kadhapy Marpaung dan Kasat Polair Ketapang Iptu Agus Luthfiardi. Diduga ada pemberian imbalan uang sekitar Rp 65 juta atas pemberian remisi tersebut.
Murdiyanto menjelaskan, hingga saat ini penyelidikan masih dilakukan pihak Kanwil Kemenkumham Kalbar. Pihaknya belum dapat memastikan apa sudah didapat tim internal dari Ditjen Pemasyarakatan serta Itjen Kemenkumham yang telah diturunkan ke Lapas Ketapang untuk menginvestigasi kasus itu. "Saya belum dapat informasi kalau soal itu. Tunggu saja laporan selanjutnya dari hasil penyelidikan itu," imbuhnya.
Ditjen Pemasyarakatan sendiri, lanjut dia, akan mengkonfirmasi terlebih dahulu pengaduan yang diterimanya. Kalau memang benar terjadi dugaan pemberian remisi ilegal, maka pihak yang diduga bertanggung jawab akan diberikan sanksi tegas. "Sekarang sedang proses, jadi belum diketahui hasilnya. Kami tidak serta- merta menindak, kalau belum ada bukti serta kebenaran atas dugaan itu,” tandas Murdiyanto.(mic/spr)
|