JAKARTA, Berita HUKUM - Amran Batalipu, mantan Bupati Buol resmi dituntut 12 tahun penjara, dan didenda Rp 500 juta, serta diminta mengembalikan uang sebesar Rp 3 miliar dan mendapat subsider 6 bulan. Tuntutan itu dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (10/1). Menanggapi tuntutan itu, Amran menilai bahwa tuntutan itu terlalu mengada-ada, apalagi diharuskan mengembalikan uang Rp 3 miliar. Untuk itulah, ia menegaskan tidak mau mengembalikan uang itu, sebab itu bukan uang negara.
Amran Batalipu kecewa berat terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Denda yang dijeratkan padanya dinilai sangat mengada-ada, sebab uang yang ia terima itu bukan uang negara, tapi resmi milik pribadi Hartati Murdaya. "Masa dibilang merampas uang negara, itu kan bukan uang rakyat, uang pribadi Hartati yang dibantukan untuk Pilkada," kata Amran usai menjalani sidang tuntutan.
Untuk itu, ia tidak mungkin mengembalikan uang tersebut. Apalagi, katanya, permintaan uang Rp 3 miliar pada bupati itu dinilai murni untuk dana Pilkada. Jadi tidak bisa dikatakan itu uang suap. "Untuk apa dikembalikan, itu uang pribadi. Lagian itu uang untuk bantuan Pilkada. Seharusnya ini bukan ranah KPK untuk menangani kasus ini, karena ini hanya melanggar Pilkada. Yusril kan sudah jelas mengatakan tidak ada pelanggaran pidana," ucapnya.
Ia menilai tuntutan pada dirinya ini terlalu dibuat-buat oleh JPU KPK. Sebab, terang Amran, putusannya tidak berdasar fakta persidangan. Perlu diungkapkan juga, katanya, bahwa saat menerima uang itu dirinya dalam keadaan cuti. "Bukti-bukti akan saya tunjukkan saat melakukan nota pembelaan nanti. Saya tidak menanda tangani soal HGU dan bilapun saya tanda tangan seharusnya tidak disahkan karena saya cuti. Pada saat cuti tidak dibebani tugas pemerintah. Nanti saya akan tunjukkan," ujarnya.
Bahkan Amran mementahkan ucapannya sendiri kala menjadi saksi Hartati, yang sempat menyebut bahwa uang Rp 3 miliar dari Hartati itu tujuannya untuk barter. Tapi saat itu ia tidak mengaku tidak menangkap jelas apa maksud barter yang diucapkan Hartati. Namun, kali ini Amran membantah sendiri ucapannya itu. "Tidak ada barter, ini hanya pelanggaran Pilkada seharusnya," terangnya.
Sementara tim pengacara Amran, Amat Entedaim juga menyebut bahwa tuntutan pada kliennya itu terlalu berlebihan. "Kami menilai tuntutan berlebihan, tidak ada satu orang pun uang Rp 3 Miliar itu untuk izin HGU. Dua ahli sudah mengatakan itu langgaran Pilkada," tegasnya.
Seperti diketahui, Amran diduga menerima uanga Rp 3 miliar dari pengusaha Hartati Murdaya untuk dana Pilkada. Sebagai gantinya, Hartati meminta pada Amran agar mengurusi perusahaannya yang ada di Buol. Termasuk pengurus Hak Guna Usaha (HGU).(bhc/din) |