JAKARTA, Berita HUKUM - Siang ini, Jumat (28/09), Jatam (Jaringan Advokasi Tambang) menyampaikan pernyataannya bahwa 70% kerusakan alam di Indonesia disebabkan aktivitas pertambangan. Bahkan, industri ekstraktif itu terindikasi melabrak aturan atau undang-undang, seperti UU 32/2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (PPLH).
“Demikian juga hutan kita, setidaknya 3,97 juta hektar kawasan lindung terancam pertambangan, tak luput keanekaragaman hayati di dalamnya. Tak hanya hutan, sungai kita pun dikorbankan. Jumlah daerah aliran sungai (DAS) yang rusak parah meningkat dalam sepuluh tahun terakhir. Sekitar 4.000 DAS yang ada di Indonesia sebanyak 108 DAS mengalami rusak parah,” papar pihak Jatam, dalam rilisnya yang diterima pewarta BeritaHUKUM.com, Jakarta.
Jatam pun menilai ada indikasi pembiaran yang dilakukan ESDM. Karena itu, ESDM seharusnya tunduk pada UU No 32/2009. Selain itu, Jatam menuntut, hentikan izin usaha pertambangan dan evaluasi perusahaan penjahat lingkungan, dan segera tutup tambang di wilayah hutan untuk menahan laju daya rusak tambang.(bhc/frd)
|