JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) menyatakan bahwa 2011 merupakan tahun pembajakan anggaran yang dilakukan para elite partai politik dan birokrat. Namun, Badan Anggaran (Banggar) DPR merupakan sumber praktik mafia anggaran.
Pembajakan anggaran itu, berakibat pada pengabaian kesejahteraan rakyat. "Kasus suap pencairan dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah kawasan transmigrasi dan penetapan seorang anggota Banggar DPR merupakan praktik nyata mafia anggaran yang dilakukan secara sistematis di tubuh Banggar DPR,” kata Sekjen Seknas Fitra Yuna Farhan dalam jumpa pers akhirnya tahundi Jakarta, Selasa (27/12).
Menurut dia, pembajakan anggaran terjadi dengan modus kerja sama antara birokrat dan anggota Banggar DPR yang melibatkan sejumlah calo yang merupakan perpanjangan tangan dari sejumlah pejabat tertentu. Semua ini dapat dilihat dari terbongkarnya proyek kasus suap wisma atlet SEA Games Kemenpora dan suap dana PPID Kemenakertrans.
Bahkan, lanjut dia, sebenarnya masih ada lagi. Tapi hingga kini belum dapat terungkap secara transparan oleh aparat penegak hukum. Namun, dariu kasus yang ada sudah cukup menandakan bahwa pembajakan anggaran kerap terjadi sepanjang 2011 ini.
Selain itu, dana penyesuaian infrastruktur, dana aspirasi DPR juga memperlebar kesenjangan antardaerah. Dana ini tidak dikenal dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Anehnya, besaran alokasi dan daerah penerima dana justru ditetapkan oleh Banggar DPR, tanpa adanya kriteria yang jelas.
“Kedua alokasi itu akan membuka terjadinya kick back kepada Banggar dan menjadi dana 'pork barrel'. Kedua alokasi dana itu,juga tumpang tindih dengan DAK (Dana Alokasi Khusus-red), karena peruntukkannya juga sama,” papar dia.(tnc/spr)
|