JAKARTA, Berita HUKUM - Negara hampir dipastikan tidak punya anggaran yang cukup untuk membiayai berbagai proyek infrastruktur.
Tidak terkecuali, pembiayaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang baru-baru ini diizinkan Presiden Joko Widodo untuk memakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Hal tersebut disampaikan ekonom senior Faisal Basri dalam Gelora Talk bertajuk "Covid-19 dan Ancaman Kebangkrutan Dunia Usaha," Rabu (13/10).
"Terkait dengan beban negara itu, praktis negara tidak punya uang untuk membiayai macam-macam itu," kata Faisal Basri.
Faisal mengatakan, pada tahun 2022 nanti, Pemerintah Indonesia akan disibukkan dengan pebiayaan pada pembayaran utang.
Di mana, catatan bunga utang Indonesia naik menjadi 21 persen dibandingkan awal pemerintah Presiden Jokowi tahun 2014 yang tercatat hanya 11 persen.
"Anda bayangkan, pemerintah pusat tahun depan 21 persen pengeluarannya hanya untuk bunga, ini tertinggi dalam sejarah, tahun 2014 baru 11 persen, sekarang 21 persen, naik dua kali lipat selama era Pak Jokowi," terangnya.
Selain untuk utang, kata Faisal, ada beberapa pos pengeluaran yang nominal anggarannya sudah ditetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi dan tidak bisa diubah atas alasan apapun.
"Kemudian yang kedua, anggaran pendidikan tidak boleh dipotong karena ada di UUD kan 20 persen dan ada lagi mandatori-mandatori lainnya, jadi praktis tidak ada lagi (anggaran pembiayaan proyek)," pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, kebijakan terbaru Presiden Joko Widodo yang memutuskan agar pendanaan pembangunan infrastruktur transportasi kereta cepat Jakarta-Bandung menggunakan APBN, Sebelumnya, Presiden Jokowi pernah menegaskan bahwa proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tidak akan membebani APBN.(RMOL/bh/sya) |