JAKARTA-Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mendesak pemerintah untuk menghentikan bantuan anggaran kepada partai politik (parpol). Bantuan kepada parpol itu merupakan bentuk ‘perampokan’ secara legal. Hal ini terjadi, karena adanya kesepakatan antara eksekutif dengan anggota legislatif.
Kalau uang pajak diberikan pada partai politik akan menyalahi prinsip-prinsip perpajakan. Dimana partai politik menerima uang dari negara, maka uang tersebut akan dipergunakan oleh konstituennya sendiri. Yang diinginkan oleh para pembayar pajak adalah uang pajak yang dibayar kepada negara, disalurkan pemerintah kepada orang-orang yang tidak mampu yang bukan dari konstituen atau golongan partai politik tertentu," kata Kordinator Investigasi dan Advokasi Seknas FITRA, Uchok Sky Khadafi dalam rilis yang diterima wartawan di Jakarta, Sabtu (30/7).
Diungkapkan, sesuai dengan UU Nomor 2/2008, PP Nomor 5/2009, dan Permendagri Nomor 24/2009 tentang Pedoman Tata Cara Perhitungan Bantuan keuangan kepada Partai Politik, maka negara setidaknya memberikan bantuan kepada partai politik yang lolos Parliamentary Threshold (PT) setiap tahunnya sebesar Rp 8.675.215.464. “Jumlah uang negara inilah yang dirampok secara legal,” jelas dia.
Fitra pun memberikan rincian jumlah bantuan dari ABPN 2011 yang harus diberikan masing-masing parpol, yakni Partai Hanura yang memiliki 18 kursi di DPR dengan perolehan suara 3.922.870 mendapat bantuan sebesar Rp 400.132.740, Partai Gerindra (26 kursi DPR dnegan jumlah pemilih 4.646.406 suara) memperoleh Rp 473.933.412, sedangkan PKS (57 kursi DPR dengan 8.206.955 suara) dapat bantuan Rp 837.109.410.
Sementara PAN dengan 43 kursi dan 6.254.580 suara mendapat dana Rp 637.967.160, PKB 27 kursi DPR dengan 5.146.122 suara mendapat Rp 524.904.444, Partai Golkar dengan 107 kursi DPR 15.037.757 suara memperoleh bantuan Rp 1.533.851.214. Sementara PPP dengan 37 kursi DPR dan 5.533.214 suara mendapat bantuan Rp 564.387.828.
Sedangkan PDIP (95 kursi dan 14.600.091 suara) mendapat Rp 1.489.209.282. Sedangkan Partai Demokrat dengan 150 kursi di DPR mendapat 21.703.137 suara, memperoleh bantuan Rp 2.213.719.974. Total dengan 85.051.132 suara pemilih itu, uang negara tiap tahunnya harus membayar kepada parpol Rp 8.675.215.464. “Uang itu dibayar dari uang rakyat, tapi apa yang telah diberikan parpol kepada rakyat,” tegas Uchok dengan nada tinggi.
Menurut dia, berdasarkan data itu, Fitra memiliki beberapa catatan atas bantuan negara kepada keuangan partai politik. Sesuai dengan Keppres Nomor 26 Tahun 2010 tentang rincian anggaran belanja pemerintah pusat tahun anggaran 2011, pemerintah memberikan bantuan keuangan kepada partai politik sebesar Rp 9,9 miliar untuk tahun anggaran 2011.
Selanjutnya pada tahun anggaran 2012, alokasi anggaran untuk bantuan partai politik mengalami kenaikan sebesar Rp 524 juta, dan akan menjadi Rp 10,4 miliar. Terakhir, pada tahun anggaran 2013, alokasi anggaran partai politik akan menjadi Rp 10,9 milyar, dan ini berarti mengalami kenaikan juga sebesar Rp 552 juta dari tahun anggaran 2012. “Perampokan legal uang negara,” imbuh Uchok.
Sebelumnya, ICW telah mengirimkan surat permintaan informasi ke sembilan partai politik dalam rangka mendorong keterbukaan dalam pengelolaan dana partai. ICW menilai berbagai praktek korupsi yang menjerat politisi seperti kasus pembangunan Wisma Atlet SEA Games Palembang di Kemenpora, proyek di PMPTK Kemendiknas, alat kesehatan di Kemenkes, diduga merupakan bagian dari perburuan rente partai politik. Proyek-proyek dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan sasaran utama korupsi, walaupun partai telah mendapat subsidi dari APBN.
Kesembilan parpol yang mendapatkan kursi di legislatif yaitu Partai Demokrat, Partai Golongan Karya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Gerakan Indonesia Raya, dan Partai Hati Nurani Rakyat yang dikirimkan surat permintaan informasi. Surat tersebut ditujukan kepada Sekretaris Jenderal melalui sekretariat di Jakarta.
Tujuan permintaan informasi tersebut untuk menguji akses laporan keuangan partai politik. Selama ini keuangan partai politik dinilai sangat tertutup, tidak transparan dan minim akuntabilitas. Sesuai pasal 15 huruf d Undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari APBN merupakan informasi publik yang harus di sediakan oleh Parpol. Merujuk pada aturan tersebut, ICW meminta informasi laporan keuangan partai politik khusus sumbangan dari APBN.(rob)
|