JAKARTA, Berita HUKUM - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) menekankan bahwa Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) tahun 2023 harus benar-benar dicermati arah politik anggaran negara yang ada di dalamnya. Sebab, politik anggaran negara dinilai sangat penting untuk memastikan APBN disusun sebesar-besarnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
"Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengingatkan bahwa hasil pembahasan dokumen KEM-PPKF tahun 2023 akan menjadi dasar penyusunan RAPBN tahun 2023 sehingga harus benar-benar dicermati arah politik anggaran negara yang ada di dalamnya," kata Anggota DPR RI Fahmi Alaydroes saat membacakan pandangan F-PKS dalam Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda pandangan fraksi-fraksi atas KEM-PPKF tahun 2023, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (24/5).
Kepada kerangka ekonomi mikro, Fahmi memandang pemerintah perlu lebih serius dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi. Sebab, sejak awal periode pemerintahan Presiden Joko Widodo, target pertumbuhan ekonomi dinilai tidak pernah tercapai. "Pertumbuhan ekonomi yang terus melambat menyebabkan Indonesia sulit naik kelas ke negara-negara berpendapatan tinggi atau berada pada middle income trap," ungkapnya. Untuk itu, target pertumbuhan ekonomi tersebut perlu didorong untuk lebih berkualitas dan inklusif.
Terkait target inflasi, F-PKS menilai target inflasi tahun 2023 semestinya berada pada kisaran 2-3 persen. Untuk itu, pemerintah harus bisa mengendalikan harga kebutuhan pokok seperti minyak goreng, cabai, bawang merah, telur dan kebutuhan pokok lainnya. "Pemerintah juga harus memastikan harga yang dikendalikan pemerintah juga tidak dinaikkan seperti tarif listrik, bahan bakar minyak dan gas," tambahnya.
Lebih lanjut, terhadap nilai tukar rupiah, F-PKS berpandangan bahwa nilai tukar rupiah harus dijaga lebih kuat karena berdampak luas bagi pelaku ekonomi. Rentang nilai tukar tahun 2023 sebesar Rp14.300-Rp14.800 perlu lebih optimis sehingga menggiring pelaku ekonomi juga lebih optimis.
Selain itu, Fahmi menambahkan, pemerintah perlu mempertajam analisis kebijakan fiskal ekspansif untuk tahun anggaran 2023. "Hal ini sebagai konsekuensi kembalinya batas maksimum defisit angka 3 persen yang pada akhirnya harus lebih cermat dalam pembiayaan hutang," tegas Anggota Komisi X DPR RI tersebut.
Untuk dapat menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran, F-PKS berpandangan pemerintah harus lebih agresif menurunkan angka tersebut kembali ke posisi seperti sebelum pandemi Covid-19 melanda. "F-PKS mengingatkan pemerintah bahwa tingkat pengangguran usia yang muda di Indonesia adalah yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara, hampir 20 persen," sebut legislator dapil Jawa Barat V itu.
Terakhir, terkait dengan target penerimaan perpajakan, Fahmi menekankan target perpajakan harus disusun berdasarkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan ditujukan untuk meningkatkan rasio perpajakan. "Tingginya target penerimaan perpajakan masih belum sejalan dengan realita gap penerimaan perpajakan, F-PKS mendorong agar insentif perpajakan dapat lebih diarahkan untuk mendorong afirmasi kepada masyarakat kecil," tutupnya.(bia/sf/DPR/bh/sya) |