MOSKOW, Berita HUKUM - Gedung Putih mengecam keras kunjungan Presiden Suriah Bashar al-Assad ke Moskow. Seorang juru bicara AS mengecam Rusia karena menyambut Assad dengan "karpet merah".
Kunjungan pemimpin Suriah pada hari Selasa (20/10) itu dilakukan tiga minggu setelah Rusia memulai serangan udara di Suriah melawan kelompok militan yang menamakan diri Negara Islam atau ISIS, serta pasukan lainnya.
Ini merupakan kunjungan pertama Assad kali ke luar negeri sejak perang saudara pecah pada tahun 2011. Konflik ini menelan korban lebih dari seperempat juta jiwa.
Hari ini, satu tim anggota parlemen Rusia akan bertemu dengan Presiden Assad dan ketua parlemen Suriah di Damaskus.
Saat berada di Moskow, Assad mengucapkan terima kasih atas intervensi militer Rusia dalam konflik di negaranya.
Ia mengatakan, keterlibatan Rusia telah membantu menghentikan "terorisme" menjadi "lebih tersebar dan berbahaya" di Suriah.
Dari pihak Rusia, Presiden Putin mengatakan harapan Moskow adalah "resolusi jangka panjang dapat tercapai dengan dasar adanya proses politik dengan partisipasi dari semua kekuatan politik, etnis dan kelompok agama".
Wartawan BBC Steve Rosenberg di Moscow mengatakan bahwa, dengan menerima kunjungan pemimpin Suriah itu, Presiden Putin mengirimkan pesan yang jelas ke Barat - bahwa Moskow merupakan pemain utama di Timur Tengah dan tidak akan ada jalan keluar bagi konflik Suriah tanpa keterlibatan Rusia.
Sementara, Meskipun di bidang ekonomi tertinggal dibandingkan Amerika Serikat, Rusia ingin menunjukkan bahwa negara itu patut diperhitungkan di percaturan politik dan militer, kata seorang pengamat.
Oleh sebab itu, menurut Svetlana Banit, pengajar di Universitas St. Petersburg, Rusia, Presiden Vladimir Putin tidak segan-segan mengirimkan pesawat tempur ke Suriah untuk membantu pasukan pemerintah memerangi kelompok-kelompok pemberontak, termasuk kelompok yang menamakan diri Negara Islam atau ISIS.
Dan, langkah itu pun mendapat dukungan dari rakyat Rusia pada umumnya.
"Karena dianggap sebagai jawaban Rusia terhadap Amerika Serikat (bahwa) bukan Amerika Serikat sendiri yang hebat. Rusia juga hebat," jelas Svetlana Banit, pengajar di Universitas St. Petersburg kepada BBC Indonesia
Ditambahkannya, Rusia sebagai penerus Uni Soviet menganggap dirinya sebagai saingan Amerika Serikat di semua bidang.
"Ternyata dalam bidang ekonomi Rusia kalah. Dalam bidang politik belum kalah, masih ada kesempatan untuk memperlihatkan kepada dunia bahwa Rusia masih negara adikuasa.
"Oleh karenanya warga Rusia berpendapat bahwa itulah kesempatan konflik di Suriah untuk memperlihatkan Rusia masih kuat."
Pengungsi Suriah di Rusia
Serangan udara Rusia di Suriah yang dimulai pada 30 September lalu juga dilandasi oleh hubungan erat kedua negara selama ini.
"Suriah sudah berpuluhan tahun dianggap sebagai kawan Rusia. Hubungan antara Rusia dan Suriah sangat erat. Apalagi orang sini juga menyambut pengungsi-pengungsi dari Suriah," kata Svetlana Banit.
Para pengungsi antara lain ditampung di kota St. Petersburg, Moskow dan kota-kota lain.
Bagaimanapun keterlibatan militer Rusia di Suriah membuat Amerika Serikat tidak senang. Amerika dan sekutu-sekutunya menginginkan Presiden Bashar al-Assad digulingkan, sedangkan Rusia justru berpendirian sebaliknya.
Sejumlah pejabat Amerika mengatakan pesawatnya, yang melancarkan serangan untuk mendukung kelompok-kelompok antipemerintah Suriah, dan pesawat Rusia "memasuki ruang pertempuran yang sama".
Ketika menerima kunjungan Presiden Bashar al-Assad di Moskow pada Selasa malam (20/10), Presiden Putin menyatakan kontribusi Rusia tidak hanya sebatas militer tetapi juga siap mencari solusi politik dalam konflik di Suriah.(BBC/bh/sya) |