Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Perdata    
Mahkamah Konstitusi
HMPI Bersama 65 Perguruan Tinggi Melaporkan Ketua MK Arief Hidayat
2018-02-26 21:47:51
 

 
JAKARTA, Berita HUKUM - Dewan Pengurus Pusat Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Indonesia (DPP HMPI) bersama 65 perguruan tinggi menyampaikan Petisi dan melaporkan Saudara Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. yang menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi atas pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

Andi Fajar Asti sebagai Ketua Umum DPP HMPI mengadukan Saudara Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S., Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dan menyampaikan Petisi kepada Dewan Etik Hakim Konstitusi atas perbuatan yang terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

"Karena perbuatan tersebut, saudara terlapor berpotensi menimbulkan keresahan dan ketidakpercayaan publik terhadap MK. Tentu situasi ini sangat berbahaya ditengah harapan publik yang ingin mendapatkan kepastian dan keadilan hukum. Apalagi, bangsa ini telah memasuki tahapan pilkada serentak dan pemilu," ungkap Andi Fajar, sebagaimana siaran pers yang diterima redaksi di Jakarta, Senin (26/2).

Situasi ini tidak boleh dianggap ringan oleh Dewan Etik karena tensi politik ditahun 2018 dan 2019 sangat tinggi dan itu rawan dengan 'kerusuhan politik' yang berujung pada MK. Jika MK sendiri tidak mendapatkan kepercayaan publik akibat perbuatan seorang ketua MK maka demokrasi menjadi rusak. Karena sejarah lahirnya MK adalah atas desakan demokrasi yang ingin menghilangkan otoriterisme demi penegakan konstitusi, dan menjadikan indonesia sebagai negara hukum yang moderen.

"Pelanggaran etik yang dilakukan oleh saudara Arief Hidayat sangat bertentangan dengan sejarah lahirnya demokrasi. MK diamanahkan menjadi lembaga negara yang bermartabat, bertanggung jawab, dan memiliki nilai negarawan. Sosok hakim yang memiliki nilai negarawan memang memiliki konsekuensi perilaku yaitu sepenuhnya hidupnya diabdikan untuk bangsa dan negara," tulisnya.

"MK tidak boleh seenaknya lagi berinteraksi secara bebas dilingkungan publik apalagi dengan para politisi. Lebih parah lagi, pertemuan dengan politisi dilakukan secara diam-diam tanpa proses administrasi dan dilakukan diluar kantor," tegas Andi Fajar.

Dewan Etik Hakim Konstitusi harus cermati bahwa pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi tidak perlu membutuhkan lebih dari satu saksi. Karena sudah ada pengakuan dari saudara arif hidayat beserta satu saksi bahwa benar telah melakukan pertemuan dengan DPR secara diam-diam dan itu berkaitan dengan pencalonannya sebagai ketua MK.

Secara moral, tanggung jawab etik yang jauh lebih tinggi daripada teks hukum, dan Arief Hidayat harus menghormati itu sebagai kebaikan semuanya. Di dunia ini hanya ada dua kerajaan besar, pertama adalah kerajaan kebenaran yang pintunya dijaga oleh para Ilmuwan dan kedua, kerajaan keadilan yang pintunya dijaga oleh para hakim. Maka, hakim dan ilmuwan tidak boleh berbuat tidak jujur. Mereka harus mempertanggung-jawabkan setiap perbuatan kepada Tuhan dan publik di Tanah Air.

Akhirnya, keraguan publik terbukti dan wibawa Mahkamah Konstitusi semakin terpuruk, setelah ketua MK Arief Hidayat membacakan putusan permohonan uji materi tentang hak angket DPR terhadap KPK. Dalam amar putusan MK nomor 36/PUU-XV/2017 tersebut menyatakan bahwa hak angket DPR terhadap KPK adalah sah.

Apabila kita menelaah putusan MK nomor 36/PUU-XV/2017 tentang hak angket DPR terhadap KPK, pada dasarnya materi muatan putusan tersebut sama dengan putusan-putusan MK yang terdahulu yaitu; putusan nomor 012-016-019/PUU-IV/2006, 19/PUU-V/2007, 37-39/PUU-VIII/2010, dan nomor 5/PUU-IX/2011. Adapun substansi dari putusan-putusan tersebut menegaskan bahwa KPK merupakan lembaga negara yang independen, dan bukan merupakan bagian dari lembaga eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Berkaitan dengan kelembagaan dan kedudukan KPK sudah sangat jelas disebutkan dalam putusan-putusan terdahulu MK bahwa KPK bukan merupakan salah satu bagian dari konsep cabang kekuasaan trias politica.

Putusan ini menunjukkan jika MK membuat putusan yang melanggar asas ne bis in idem. Dalam artian bahwa MK tidak dibenarkan memberikan putusan yang berbeda terhadap suatu materi undang-undang yang sedang diuji, yang mana substansi undang-undang yang diuji tersebut sama dengan putusan sebelumnya. Hal ini sangat penting untuk dijadikan sebagai bahan rujukan bagi MK, agar putusan-putusan MK dapat memberikan jaminan kepastian hukum serta mencegah terjadinya inkonsistensi dan penyimpangan putusan.

Oleh karena itu, berdasarkan hasil kajian dan konsolidasi kami dari DPP HMPI yang beranggotakan 65 Perguruan tinggi seluruh indonesia menyatakan, bahwa:

1. Negara sedang dalam merayakan pesta demokrasi, dibutuhkan sebuah lembaga yang di percaya publik memberikan keadilan dan kepastian hukum jika terjadi perselisihan hasil pilkada serentak. Bukankah prosesi pilkada serentak 2018 yang sedang berjalan adalah melibatkan 80% pemilih yang juga akan memilih pada pemilu 2019. Artinya kualitas pilkada serentak sangat menentukan kelancaran dan kesuksesan pemilu 2019.

2. Putusan MK soal Hak Angket DPR untuk KPK merupakan pelanggaran Asas yaitu hilangnya konsistensi putusan MK atas putusan-putusan sebelumnya dan itu bukti dugaan kuat adanya lobi-lobi politik antara Arief Hidayat dengan sejumlah politisi di DPR.

Dengan demikian, melalui aduan yang kami sampaikan mendesak,

1. Dewan Etik MK merekomendasikan pemecatan tidak hormat atas pelanggaran etik dan perilaku Hakim Mahkamah Konstitusi yang dilakukan oleh Prof. Dr. Arif Hidayat, SH., MS. Selaku Ketua dan Hakim Mahkamah Konstitusi.

2. Yang Mulia Prof. Dr. Arif Hidayat, SH., MS. Selaku Ketua dan Hakim Mahkamah Konstitusi untuk mengundurkan karena telah menimbulkan keresahan publik dan itu melanggar TAP MPR Nomor 6 tahun 2001, "seorang pemimpin pejabat negara yang langkah-langkah dan tindakannya menimbulkan sorotan publik yg kontroversial harus mengundurkan diri".(rls/wa/bh/mnd)



 
   Berita Terkait > Mahkamah Konstitusi
 
  Massa Aksi KaPK Datangi PTUN Jakarta, Minta Anwar Usman Tidak Didzalimi
  MKMK Berhentikan Anwar Usman dari Jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi
  Sekjen MK Kupas Tuntas Sengketa Kewenangan Lembaga Negara
  Paripurna DPR RI Setujui RUU MK Menjadi Undang-Undang
  Tulisan Kaligrafi di Pintu Masuk Ruang Sidang MK Ini Bikin Merinding
 
ads1

  Berita Utama
Dasco Gerindra: Prabowo dan Megawati Tak Pernah Bermusuhan, Saya Saksinya

Pengadilan Tinggi Jakarta Menghukum Kembali Perusahaan Asuransi PT GEGII

Presidential Threshold Dihapus, Semua Parpol Berhak Usulkan Capres-Cawapres

Kombes Donald Simanjuntak Akhirnya Dipecat dari Polri Buntut Kasus DWP

 

ads2

  Berita Terkini
 
Diungkap Mintarsih Abdul Latief: Banyak Perusahaan Didirikan Purnomo Prawiro Sudah Bangkrut!

Dasco Gerindra: Prabowo dan Megawati Tak Pernah Bermusuhan, Saya Saksinya

Tiga Alasan Kenapa Klaim JRP Bangun Pagar Laut Dinilai tak Logis, dari Mana Duit Nelayan?

Jangan Lupakan Pesantren dan Madrasah Jadi Penerima Manfaat Program Makan Bergizi Gratis

Pemerintah Tarik Utang Rp 85,9 Triliun Lebih Awal untuk Biayai Anggaran 2025

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2