JAKARTA, Berita HUKUM - Wakil Ketua MPR, yang juga anggota Komisi VIII DPR RI, Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid MA, kembali memperjuangkan hak dan program bantuan bagi anak yatim piatu yang ditinggal orang tuanya akibat terpapar Covid-19. Hidayat mengusulkan agar KemenPPPA, yang memiliki fungsi koordinasi lintas K/L, mengambil inisiatif untuk tingkatkan koordinasi agar maksimalkan integrasi data anak yatim/piatu korban Covid-19 yang ada di berbagai kementerian, sehingga bisa menjadi landasan Pemerintah dalam percepatan pemenuhan hak dan pemberian program bantuan yatim.
Usulan itu disampaikan Hidayat Nur Wahid pada Rapat Kerja Komisi VIII secara hibrida dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Diakhir rapat, usulan tersebut diterima dan disetujui sehingga menjadi Keputusan Rapat yang meminta KemenPPPA melengkapi dan memvalidasi data anak yatim, piatu, dan yatim-piatu akibat Covid-19.
"Saya minta Data anak yatim/piatu akibat Covid-19 divalidasi, sebagai bukti realisasi dari fungsi dan peran serta KemenPPPA untuk melindungi dan memberdayakan anak termasuk anak-anak yatim/piatu akibat covid-19," ujar Hidayat dalam Rapat Kerja dengan Menteri PPPA, Senin (23/8).
HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid mengkritisi data yang dipaparkan oleh KemenPPPA bahwa anak yang menjadi yatim/piatu akibat Covid-19 hanya berjumlah 3.633 orang. Padahal pada awal Agustus saja Kemensos telah merilis jumlahnya mencapai 11.045 anak. Dan di Jawa Timur saja data per 16 Agustus 2021 jumlah yatim akibat covid-19 mencapai 6.198 orang.
Hidayat memahami bahwa persoalan pendataan ini tidak mudah lantaran Satgas Covid-19 Nasional belum memasukkan profil jumlah anak bagi orang dewasa yang meninggal akibat Covid-19. Namun, pandemi yang sudah berjalan lebih dari setahun seharusnya memberi waktu yang cukup untuk merumuskan mekanisme dan metodologi pendataan serta integrasi data antara K/L. Sehingga Pemerintah memiliki data valid jumlah anak yatim/piatu korban Covid-19. Dengan demikian program bisa tepat sasaran dan tidak menjadi potensi baru terjadinya inefisiensi dan korupsi.
"Data yang valid ini diperlukan sebagai sumber utama penyaluran bantuan, agar jangan sampai anak-anak ini tercerabut masa depannya setelah kepergian orang tuanya, akibat Negara yang tidak sepenuhnya hadir untuk mereka semua," ujarnya.
Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini mendorong agar KemenPPPA terlibat aktif dan efektif dalam penyiapan program bantuan bagi anak yatim/piatu korban Covid-19. Pasalnya, Kemensos dalam keterangan resminya soal rencana program santunan yatim (22/8/2021), hanya menyebutkan pelibatan Kemendagri serta Kementerian PPN, dan tidak menyebutkan keterlibatan KemenPPPA. HNW menilai KemenPPPA justru karena anggarannya yang kecil, mestinya bisa berkontribusi dengan maksimalkan koordinasi dengan berbagai kementerian terkait dalam mengedepankan layanan perempuan dan anak yang menjadi tanggung jawabnya. Seperti UPTD PPA di tiap daerah untuk melengkapi program bantuan anak yatim/piatu korban Covid-19 tersebut. Jika bisa terkoneksi dengan infrastruktur program yang ada, diharapkan pendampingan anak korban covid-19 bisa lebih berkelanjutan.
"Seharusnya KemenPPPA menjalin komunikasi aktif dan produktif dengan Kemensos dan kementerian lainny, agar program itu bisa dijalankan secara holistik, bisa memberi manfaat yang sebesar-besarnya kepada rakyat, sekaligus bisa lebih paripurna dalam menjalankan amanah UUD NRI 1945 pasal 34 bahwa anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara. Dan untuk itulah semestinya KemenPPPA ditingkatkan status, program dan anggarannya, tidak sekedar berfungsi koordinatif, tapi juga teknis, setara dengan Kemenpora dan Kementan. Mengingat yang diurusi spesifik, Perempuan dan Anak-anak yang merupakan lebih dari 65% warga Indonesia. Mereka adalah mayoritas penduduk Indonesia baik sekarang maupun masa datang. Demikianlah harusnya visi Indonesia," pungkasnya.(MPR/bh/sya) |