JAKARTA, Berita HUKUM - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengkritisi kebijakan Pemerintah yang disampaikan antara lain oleh Menko Marves Luhut Binaar Pandjaitan terkait persyaratan sudah booster (vaksin ke tiga) agar diperbolehkan shalat tarawih di Masjid dan mudik lebaran 2022. Semestinya pemerintah berlaku adil terhadap seluruh umat beragama dengan memberlakukan aturan yang serupa, dan tidak berlaku diskriminatif terhadap umat Islam atau yang lainnya.
HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid yang juga Anggota Komisi VIII DPR RI, yang membidangi urusan keagamaan, ini menilai pernyataan pejabat-pejabat tinggi negara yang sudah disampaikan jauh hari sebelum bulan Ramadhan soal persyaratan sudah booster, adalah tidak bijak. Apalagi di saat covid-19 semakin landai dan Pemerintah justru mempersiapkan skema perubahan dari pandemi ke endemi, sementara target vaksinasi tahap kedua juga belum terpenuhi 100%.
Adanya ketentuan soal keharusan booster untuk dapat tarawih di Masjid dan mudik lebaran itu, lanjut HNW, juga dirasakan Umat Islam sebagai bentuk diskriminasi dan ketidakadilan. Sehingga menimbulkan kekhawatiran dan keresahan bagi umumnya masyarakat yang ingin sholat tarawih di Masjid maupun mudik lebaran. Sebagai akibat dari berkepanjangannya masalah covid, Umat semakin kritis, dan mereka ingat benar, dulu libur nasional Maulid Nabi Muhammad digeser dengan alasan covid, akhirnya Umat mengikuti aturan Pemerintah, padahal saat itu covid-19 sudah melandai, mirip dengan kondisi jelang Ramadhan ini.
Hal yang berbeda dengan kegiatan mudik dan hari besar agama lain seperti saat Natal, Imlek, Nyepi, tidak ada penggeseran hari libur nasional. Selain itu juga tidak ada beban dengan wacana dari Pemerintah yang meresahkan seperti syarat keharusan booster. Padahal saat-saat itu covid-19 malah lagi menyebar dengan grafik meningkat, dan pemerintah juga tidak menurunkan level PPKM ataupun status pandeminya. Bahkan event-event di luar acara keagamaan sebagaimana MotoGP di Mandalika beberapa hari lalu, sama sekali tidak ada keharusan booster atau persyaratan yang memberatkan. Seperti yang akan diberlakukan terhadap Umar Islam yang akan menyelenggarakan sholawat tarawih di Masjid maupun mudik Lebaran.
"Seharusnya Pemerintah menjadi teladan dalam mengayomi seluruh Rakyat dengan memberlakukan aturan berkeadilan bagi seluruh Umat beragama. Jangan malah menghadirkan keputusan yang tidak sehat dan tidak obyektif, yang bisa membuat mayoritas warga negara merasa diberlakukan tidak adil," ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat(25/3).
Tentu saja, keinginan Pemerintah untuk keselamatan warga dengan mencegah terjadinya penyebaran covid-19 kata HNW bisa dimengerti. Tapi mestinya hal itu jangan hanya diberlakukan terhadap Umat Islam, seolah "peduli" dengan keselamatan Umat Islam. Demi keselamatan dan kesehatan, semestinya aturan yang diberlakukan sama, untuk semua warga bangsa, dan semua umat beragama. Tentu dengan merujuk secara adil dan ilmiah kondisi penyebaran covid-19, apakah grafiknya sedang naik atau turun. Bukan malah terkesan mengulangi aturan yang diskriminatif.
"Pemerintah patut menghadirkan kebijakan yang menenteramkan warga. Yaitu kebijakan yang adil untuk semua warga bangsa dan seluruh umat beragama. Karena kata 'adil' dan 'keadilan' itu sangat dipentingkan di dalam Pancasila, sehingga disebut dua kali dalam Sila Kedua dan Kelima," tambah HNW.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan umat Islam di Indonesia bersyukur dan bergembira menyambut datangnya bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri dengan kondisi pandemi Covid-19 yang sudah semakin melandai. Karena selama dua tahun Puasa dan Lebaran, Umat Islam senantiasa menuruti apa yang menjadi keputusan pemerintah. "Maka apabila hari nasional agama lain dalam kondisi penyebaran covid dengan grafik menaik, tetap dapat dilaksanakan dengan skema relaksasi, sudah seharusnya bila hari keagamaan Umat Islam seperti bulan Ramadhan dan mudik Lebaran tahun ini juga diberlakukan relaksasi yang sejenis. Apalagi terbukti grafik penyebaran covid-19 jmsudah menurun. Tentu baik saja Pemerintah menghimbau, dan mengingatkan, untuk tetap disiplin dengan protokol kesehatan, sebagaimana sudah menjadi ketentuan dari MUI. Tetapi janganlah booster itu dijadikan sebagai syarat boleh sholat tarawih di Masjid dengan segala dampak ikutannya. Karena bahkan di masjidil alHaram di Makkah dan Madinah, umat bisa sholat berjamaah, tanpa aturan-aturan yang memberatkan seperti pcr maupun booster," ujarnya.
Lebih lanjut, HNW mengatakan keadilan sangat penting untuk dihadirkan di Indonesia yang majemuk ini, agar semua warga dan semua umat beragama merasa diperlakukan dengan adil dan sama terhormatnya. "Umat Islam sebagai mayoritas penduduk di Indonesia tentu tidak minta diistimewakan atau di-anakemas-kan. Tetapi diberlakukan secara adil seperti umat-umat agama lain yang bisa melaksanakan kegiatan-kegiatan Hari Keagamaannya secara tenteram tanpa dibebani dengan perasaan diberlakukan tidak adil," ujarnya.
Oleh karena itu, HNW mendesak agar Pemerintah segera mengkoreksi kebijakan yang meresahkan Umat Islam seperti pernyataan soal syarat booster untuk bisa sholat tarawih di Masjid dan mudik lebaran, yang hanya menambah gaduh di tengah ketidakmampuan Pemerintah hadirkan ketenteraman bagi rakyat akibat kenaikan harga-harga sembako. Karena kenaikan harga sembako tentunya juga meresahkan Umat Islam yang menyambut tamu agung, bulan Suci Ramadhan "Kita memang harus tetap waspada dengan pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya hilang. Namun, jangan sampai menakut-nakuti dan menghambat masyarakat yang sudah sangat senang menyambut dan beribadah di bulan suci Ramadhan," ujarnya.
"Apalagi syarat booster itu tidak pernah diberlakukan bagi umat beragama lainnya saat akan mudik atau merayakan hari besar keagamaannya, sekalipun saat-saat itu grafik penyebaran covid-19 sedang meninggi. Maka demi kemaslahatan untuk semua umat beragama termasuk Umat Islam, agar dapat membangun kepercayaan masyarakat, meningkatkan partisipasi mereka dalam mengatasi covid-19, ini maka ketentuan soal booster sebagai syarat diizinkan sholat tarawih di Masjid dan mudik lebaran itu, agar dicabut saja. InsyaaAllah segera berhentilah kegaduhan soal ini, dan harmoni antar pihak dapat makin diwujudkan," pungkasnya.(MPR/bh/sya) |