JAKARTA, Berita HUKUM - Pengamat intelijen dan keamanan, Dr. Ngasiman Djoyonegoro menyebut tiga hal menjadi tantangan besar yang dihadapi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di usia Bhayangkara ke-77 tahun 2023. Salah satunya tantangan Polri yang cukup nyata yakni menghadapi situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) menjelang tahun politik dan pesta demokrasi serentak 2024.
"Pertama, mengantisipasi maraknya hoaks (berita bohong) yang dibungkus politik identitas jelang Pemilu 2024," kata Simon, sapaan akrab Ngasiman Djoyonegoro, saat soft launching buku karyanya berjudul "Polri Presisi, Polri Mengabdi: Reformasi Polri di Era Digital Society" di Jakarta, Jum'at (30/6).
Menurut Simon, penyebaran berita bohong atau hoax, ujaran kebencian/hate speech, dan juga fitnah yang dibungkus dengan politik identitas harus diantisipasi sejak awal oleh Polri. Apalagi dengan dibumbui isu-isu agama.
"Jangan sampai timbul polarisasi dan situasi memanas seperti yang terjadi pada Pemilu 2019," tandasnya.
Dijelaskan Simon, ditengah masifnya penggunaan media sosial sekarang ini, penyebaran disinformasi, berita hoaks dan agitasi yang mengarah pada polarisasi masyarakat pada Pemilu 2024 berpeluang sangat besar.
"Faktor utama yang menyebabkan politik identitas yaitu adanya pemahaman yang belum tuntas untuk menjaga toleransi dan eksistensi tiap identitas di NKRI. Kemudian, rendahnya literasi digital masyarakat," cetusnya.
Faktor lain, lanjut Simon, adalah kecerobohan atau kesengajaan individu atau elit politik tertentu dalam berkomunikasi yang menyinggung psikologi massa.
"Tapi saya percaya, Polri dalam hal ini telah mengantisipasi dengan berbagai tindakan pencegahan dan pelayanan publik, baik yang bersifat proaktif maupun penerimaan aduan dari masyarakat," ungkap Simon.
Berikutnya tantangan kedua, ditambah Simon, yaitu memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Polri pascakasus Ferdy Sambo, tragedi di Stadion Kanjuruhan dan kasus Teddy Minahasa. Dan ketiga, Polri harus mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan perkembangan Police 4.0 untuk peningkatan pelayanan masyarakat.
Dalam pandangan Simon beragam inovasi pelayanan Polri dapat dioptimalkan untuk tujuan antisipasi dan menghadapi berbagai persoalan tersebut. Sebagai contoh, Polri memiliki program Dumas Presisi (Pengaduan Masyarakat) online, program "Jumat Curhat," call center 110, SuperApp Presisi Polri dan patroli siber.
Program-program tersebut dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mengidentifikasi, menjaring persoalan, membongkar kasus yang muncul, maupun pengaduan lainnya di masyarakat.
"Sebagai pengamat dan akademisi saya melihat keseriusan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dengan visi "Polri Presisi" mengembalikan peran dan fungsi Polri di tengah masyarakat," lugas Simon yang juga Rektor Institut Sains dan Teknologi (ISTA) Al-Kamal, Jakarta.
Disampaikan Simon, institusi Kepolisian yang kuat adalah salah satu prasyarat untuk membangun Indonesia Emas di masa mendatang. HUT Korps Bhayangkara menegaskan perannya dengan tema 'Polri Presisi Untuk Negeri, Pemilu Damai Menuju Indonesia Emas'.
"Buku ini memberikan perspektif dan pandangan yang menyeluruh terhadap implementasi "Polri Presisi," pada bidang organisasi, operasional, pelayanan publik dan pengawasan sehingga dapat digunakan sebagai masukan untuk penguatan institusi kepolisian dalam menyongsong Indonesia Emas 2045," pungkasnya.
"Selamat HUT Bhayangkara, Dirgahayu Kepolisian Republik Indonesia ke-77 tahun. Semoga seluruh anggota Polri semakin solid, sepenuh hati dalam melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat serta amanah dalam pengabdian untuk negeri," tutup Simon.(bh/amp) |