JAKARTA, Berita HUKUM - Desakan penundaan Pilkada Serentak 2020 yang ditujukan kepada Presiden Jokowi terus bertambah. Setelah mementahkan usulan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, desakan kali ini datang dari Habib Rizieq Shihab.
Desakan itu disampaikan Imam Besar Front Pembela Islam kepada pengacaranya, Damai Hari Lubis.
Damai menyatakan, penundaan pilkada perlu dilakukan karena pandemi Covid-19 di Indonesia makin tidak terkendali.
"Pilkada di tengah pandemi bukti nyata kegilaan rezim Jokowi," ujar Damai Hari Lubis, menirukan apa yang disampaikan Habib Rizieq kepada RMOL, Selasa (22/9).
Sosok yang saat ini masih di Arab Saudi itujuga menyerukan kepada masyarakat untuk turut menyuarakan penundaan pilkada hingga pandemi berakhir.
"Demi faktor kemanusiaan, tunda Pilkada 2020 sampai dengan pandemi reda," tegasnya.
Sementara, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan, tugas NU dan Muhammadiyah kepada pemerintah hanya memberikan masukan obyektif.
Hal itu didasarkan atas realitas nyata dimana angka penularan Covid-19 di Indonesia makin menaik setiap harinya.
Usulan penundaan pilkada dari NU dan Muhammadiyah, dikembalikan kepada Pemerintah, DPR RI dan KPU sebagai otoritas yang berhak untuk memutuskan.
Demikian Haedar Nashir dalam akun Twitter pribadi miliknya @HaedarNs, Senin (21/9).
"Yang penting pemerintah dan semua pihak tersebut benar-benar bertanggung jawab sepenuhnya atas segala konsekuensinya," tegasnya.
Haedar menyatakan, kedua ormas Islam terbesar di Indonesia ini hanya tidak ingin kondisi di Indonesia terus memburuk akibat Covid-19.
"Pun tentang pilkada, awal pendaftaran saja sudah beberapa melanggar protokol kesehatan dan tidak ada tindakan," sambungnya.
Muhammadiyah selama ini, lanjutnya, sudah berusaha berbuat menangani Covid-19 dan melakukan peran kebangsaan maksimal semampunya.
"Berarti kami sudah selesai kewajiban menjalankan fungsi ormas dengan memberi masukan, sambil terus berbuat yang bermanfaat bagi masyarakat luas," tegasnya.
Kendati demikian, pihaknya bersyukur jika memang Pemerintah merasa siap menyelenggarakan Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi Covid-19.
Sebagaimana yang sudah dilakukan sejumlah negara seperti Singapura, Jerman, Prancis, dan Korea Selatan.
Dimana peran pemerintahnya, penegakan hukum, sistem kesehatan dan disiplin masyarakatnya sudah sangat maju.
"Semoga Indonesia sebagus negara-negara maju tersebut dalam menangani dan mengendalikan Covid-19," tandasnya.
Sementara, Selain Front Pembela Islam (FPI), Persatuan Alumni (PA) 212, dan Gerakan Nasional Pembela Fatwa (GNPF) Ulama juga meminta pelaksanaan Pilkada 2020 pada Desember mendatang ditunda. Permintaan itu disampaikan atas pertimbangan pandemi COVID-19 yang belum berlalu.
Permintaan tersebut disampaikan dalam maklumat FPI, GNPF Ulama, PA 212 'Hentikan Pilkada Maut'. Di dalam maklumat tertanggal 22 September 2020 tersebut terdapat tanda tangan dari Ketua Umum FPI Ahmad Shobri Lubis, Ketua Umum GNPF-U Yusuf Martak, Ketua Umum PA 212 Slamet Ma'arif, dan Habib Muhammad Rizieq bin Hussein Syihab.
"Pandemi COVID-19 telah menimbulkan malapetaka dan merupakan ancaman terhadap kelangsungan hidup dan kehidupan. Di sisi lain, jaminan keselamatan jiwa rakyat cenderung diabaikan," demikian bunyi dari maklumat tersebut seperti dilihat detikcom, Selasa (22/9).
Mereka menyoroti soal peningkatan kasus COVID-19 di Indonesia dengan penambahan 4.000 kasus baru tiap harinya. Mereka juga menilai pemerintah saat ini lebih memprioritaskan ekonomi dibanding kesehatan masyarakat.
"Memperhatikan sistem penanggulangan COVID-19 oleh rezim terlihat adanya misskoordinasi, missmanagement, lie with statistic, unplanning, bad governance dalam penyelenggaraan negara yang lebih memprioritaskan ekonomi dan politik belaka dibandingkan dengan keselamatan jiwa rakyat. Padahal keselamatan jiwa rakyat adalah yang pertama dan oleh karenanya harus diprioritaskan," katanya.
Mereka juga mengungkit soal mobilisasi massa saat pendaftaran calon kepala daerah ke KPU. Mereka menilai tak ada alasan untuk tidak menunda Pilkada 2020.
"Dengan demikian, pilkada kali ini dapat dikatakan sebagai 'klaster maut' penyebaran COVID-19. Tidak ada dalil pembenar untuk kepentingan tetap menyelenggarakan pilkada maut ini," katanya.
Mereka lalu menyampaikan tiga poin maklumat yang disebut berdasarkan arahan dan masukan dari Habib Rizieq.
Berikut isi lengkap maklumat FPI, PA 212, dan GNPF Ulama soal permintaan penundaan Pilkada Serentak 9 Desember 2020 mendatang:
Pandemi Covid-19 telah menimbulkan malapetaka dan merupakan ancaman terhadap kelangsungan hidup dan kehidupan. Di sisi lain, jaminan keselamatan jiwa rakyat cenderung diabaikan. Terlihat dari kebijakan rezim yang lebih aspiratif membela kepentingan eksploitasi ekonomi taipan naga pemodal rezim, terus memasukkan TKA China yang justru merupakan negara awal penyebab dan penyebar virus Covid19.
Fakta menunjukkan trend laju pertumbuhan dan peningkatan rakyat yang terpapar Covid-19 demikian mengkhawatirkan. Posisi Indonesia saat ini laju angka pertumbuhan dengan angka 4.000-an penderita per-hari.
Memperhatikan sistem penanggulangan Covid-19 oleh rezim terlihat adanya misskoordinasi, missmanagement, lie with statistic, unplanning, bad governance dalam penyelenggaraan negara yang lebih memprioritaskan ekonomi dan politik belaka dibandingkan dengan keselamatan jiwa rakyat. Padahal keselamatan jiwa rakyat adalah yang pertama dan oleh karenanya harus diprioritaskan.
Sehubungan dengan itu, dalam proses pendaftaran pasangan calon Kepala Daerah telah menjadi sebab terjadinya mobilisasi massa dan penyelenggara Pilkada yaitu Komisioner KPU telah terpapar Covid-19.
Dengan demikian, Pilkada kali ini dapat dikatakan sebagai 'klaster maut' penyebaran Covid-19. Tidak ada dalil pembenar untuk kepentingan tetap menyelenggarakan Pilkada maut ini.
Mengikuti arahan dan masukan dari Imam Besar HRS tentang pentingnya nilai kemanusiaan yaitu penyelamatan jiwa rakyat sebagai prioritas utama dibandingkan dengan politik dan ekonomi, maka FPI, GNPF Ulama dan PA 212 mengeluarkan MAKLUMAT sebagai berikut di bawah ini:
1. Menyerukan untuk dilakukan penundaan dan menghentikan seluruh rangkaian/tahapan proses Pilkada Maut 2020 yang telah terbukti menjadi sebab mobilisasi massa dan menjadi klaster penyebaran Covid-19.
2. Menuntut tanggung jawab negara dalam melindungi segenap bangsa Indonesia dari ancaman Covid-19 melalui kebijakan yang benar - benar berpihak kepada rakyat jelata.
3. Menyerukan kepada segenap pengurus, simpatisan pada khususnya dan seluruh ummat Islam Indonesia pada umumnya untuk TIDAK TERLIBAT dalam seluruh rangkaian/pentahapan proses PILKADA MAUT 2020.
Demikian MAKLUMAT ini disampaikan agar disebarluaskan dan menjadi wasilah dalam menyelamatkan jiwa rakyat dari rezim bengis anti kemanusiaan.
Jakarta, 5 Safar 1442 H/22 September 2020.(pojoksatu/fajar/detik/bh/sya)
|