BANTUL. Berita HUKUM - Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Susi Pudji Astuti menjelaskan bahwa KKP memiliki 3 pilar untuk meningkatkan perikanan di Indonesia. Tiga pilar tersebut ialah kedaulatan, kesejahteraan dan keberlanjutan.
"Kami berusaha untuk membentuk kedaulatan untuk para nelayan-nelayan di Indonesia, sehingga mereka bisa mencapai kesejahteraan. Selain itu harus didukung dengan aspek keberlangsungan," ucap Susi, Sabtu (6/5) dalam acara Seminar Nasional Kewirausahaan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Dalam materinya, Susi juga menjelaskan tentang perkembangan Teknologi dan Informasi, serta mengingatkan para mahasiswa untuk tidak menyia-nyiakan waktu. "Kita hidup sangat terbatas. Gunakan waktu sebaik-baiknya, jangan banyak menghabiskan waktu dengan main-main sosial media saja. Jika anda memiliki waktu 30 menit dan digunakan untuk membaca, sudah banyak halaman yang mampu anda baca. Sehingga optimalkan waktu yang anda punya," pesan Susi.
Terlepas dari hal tersebut, Susi kerap dikaitkan dengan aksi penenggelaman kapal yang dilakukannya. Masyarakat awam banyak menilai bahwa penenggelaman kapal hanya berkaitan dengan illegal fishing atau pengambilan kapal secara illegal oleh asing. Namun, selain soal Ikan, penenggelaman kapal ternyata juga berkaitan pada aspek lain.
"Kapal ditenggelamkan karena kapal tersebut merupakan kapal milik asing yang melakukan illegal fishing. Illegal fishing bukan hanya soal ikan saja, namun kapal-kapal asing tersebut biasanya juga mengambil satwa-satwa yang dilindungi. Seperti pada kasus kapal Hai FA, mereka tidak hanya mengambil ikan di perairan Indonesia dengan jumlah banyak saja, namun juga membawa burung kakaktua, kulit buaya, dan lain-lain yang mereka bawa dari Papua," jelas Susi.
Banyaknya kapal asing yang masuk ke Indonesia, disebutkan oleh Susi akibat Undang-Undang Kementerian Kelautan dan Perikanan yang membuka nasionalisasi bagi kapal-kapal nelayan asing. "Tahun 2004, itu dikeluarkan ijin nasionalisasi kapal-kapal nelayan asing. Sayangnya ijin tersebut yang banyak disalahgunakan oleh nelayan asing. Mereka memiliki 10 kapal, yang ada surat ijinnya hanya 1, yang lainnya di fotokopi. Ini juga berimbas pada penurunan hasil laut di tahun tersebut hingga tahun 2013," terang Susi.
Dalam menyelesaikan masalah tersebut, Susi menambahkan perlu langkah yang spesifik. "Karena laut itu berbeda dengan daratan. Jumlah perbatasan laut di Indonesia dengan negara lain itu sebanyak 99,7% dibandingkan junlah perbatasan di daratan. Sedangkan laut tidak bisa dipagari, tidak bisa juga ditunggui terus menerus. Oleh karenanya butuh upaya spesifik seperti dengan penenggelaman kapal. Karena kalau hanya dengan pelelangan kapal saja, biasanya nanti akan dibeli lagi oleh oknum yang punya kapal. Dan bahkan akan dibeli dengan harga rendah. Dengan begitu kasus illegal fishing akan terus terjadi," jelas Susi.
Turut hadir dalam acara tersebut, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yunahar Ilyas, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Agus Taufiqurrahman, Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini, Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB), serta Rektor UMY dan jajarannya.(adam/muhammadiyah/bh/sya)
|