JAKARTA, Berita HUKUM - Trend keagamaan di Indonesia semakin menaik, hampir tidak ada ruang publik yang alfa dari simbolitas keagamaan. Di sisi lain, seiring dengan proses demokratisasi yang terjadi, sejurus dengan semakin banyak ragam keagamaan yang bermunculan.
Perkembangan positif tersebut juga menjadi perhatian Muhammadiyah, agar modal ekspresif public terhadap symbol dan perilaku beragama tetap berpijak pada nilai-nilai keagamaan yang esensial, hakiki, dan substantive.
Karena beragama dalam konteks Islam tujuannya adalah untuk membawa keselamatan dan kebahagian hidup umat manusia di dunia dan akhirat.
Menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, Islam hadir untuk menciptakan system kehidupan yang selamat, damai, dan bahagia untuk semesta alam , bukan hanya bagi umat Islam semata.
Menurutnya, risalah yang dibawa Nabi SAW dalam konteks jiwa manusia adalah menyempurnakan akhlak. Sehingga menciptakan tatanan kehidupan yang damai, toleran, dan berkeadaban.
"Kita umat manusia, khususnya kaum muslimin di negeri tercinta hari ini tentu nilai-nilai kenabian harus diejawantahkan dalam gerakan keagamaan kita. Apapun pandangan dan orientasi gerakan keagamaan itu," tutru Haedar pada (16/11) dalam acara Konferensi pers daring terkait dengan Milad Muhammadiyah ke 108.
Teladan Nabi Muhammad SAW perlu dihadirkan pada setiap gerakan keagamaan saat ini, karena pengejawantahan teladan Nabi Muhammad SAW dalam konsepnya merupakan usaha menciptakan kerahmatan yang inklusi. Mewujudkan nilai-nilai Islam yang damai, toleran dan tantanan hidup teratur perlu untuk disyiarkan.
Karena menurut Haedar, semarak keagamaan yang gembita saat ini bisa jadi hanya berhenti pada ranah formalitas tidak sampai pada substansi. Sehingga, semangat keagamaan formalistik sebagai syarat rukun sudah cukup baik, tetapi membawa agama sebagai nilai yang memberi kebahagiaan, keselamatan dunia-akhirat dan menghadirkan perilaku pribadi kolektif. Menggapai semua itu memerlukan proses habitualisasi, internalisasi, dan keteladanan.
"Krisis dalam kehidupan kita saat ini diaspek keteladanan, dibanyak aspek nilai-nilai luhur agama, pancalisa, dan nilai-nilai universal itu biasanya berhenti pada celah kesenjangan itu pada prakteknya. Sehingga berhenti pada formalitas, retorika, lisan, dan pada norma, tidak pada kenyataan." Imbuhnya.
Muhammadiyah di usianya yang ke 108 tahun ini menghadirkan peneguhan semangat kegamaan yang membawa perdamaian, keselamatan, pencerahan, ketertiban, dan kemajuan hidup umat manusia. Sekaligus mengeliminasi pada ketidak tertiban, onar, kerusakan, dan tindakan negatif dalam kehidupan.
Dalam konteks agama, Haedar menyadari bahwa saat ini umat beragama tidak hidup dalam lingkup orang yang beragama semata, atau dalam kelompok agama tertentu saja. Melainkan hidup dalam lingkup manusia yang beragam. Hidup dalam keragama memerlukan khasanah atau spiritualitas etika kehidupan beragama yang luhur, karena keragaman itu menuntut setiap pihak untuk saling tasamuh/toleran.
"Ketika ada sekelompok orang yang ingin mewujudkkan paham agamanya, harus diingat ditengah dan disekitar dia itu ada kelompok lain yang berpaham berbeda. Bahkan ada yang dalam kontkes kehidupan itu perspektifnya mungkin berbeda, tidak berdasarkan pada praktik dan orientasi keagamaan," tuturnya.
Sehingga nilai toleransi yang terdapat dalam Islam harus terus dihidupkan sebagai cara untuk memelihara, merawat dan melangsungkan kehidupan bersama. Karena jika sekelompok orang atau pihak memaksakan kehidupan bersama dalam beragama, lebih-lebih menggunakan institusi Negara, maka yang terjadi adalah konflik atas nama agama.
Karenanya konflik atas nama agama harus dicegah, menurut Haedar, jika sekali saja agama masuk dalam arena konflik akan menimbulkan intensitas konflik yang amat sangat keras. Hal itu disebabkan karena terdapat sakralisasi agama. Karena itu haedar berpesan, kepada kelompok beragama harus semakin bijak dan seksama dalam meletakkan nilai-nilai ruhani dan etika yang bisa menjembatani dengan orang lain.
"Lebih jauh kita berharap umat beragama atau tokoh agama harus hadir dan menghadirkan nilai-nilai dan perilaku yang rahamtan lil alamiin, yang al ahlak al karimah. Setidaknya kalau belum bisa berbuat kesitu, itu pasif atau tidak berbuat hal yang sebaliknya," tutur Haedar.
Dalam konteks ini Haedar berharap semoga Muhammadiyah bisa menghadirkan teladan yang membawa nilai-nilai luhur akhlak mulia, dan menebar nilai-nilai rahmat bagi lingkungan disekitarnya.(muhammadiyah/bh/sya)
|