JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Majelis hakim batal menjatuhi vonis terhadap terdakwa korupsi dan pencucian uang, Gayus Halomoan Tambunan. Hal ini diakibatkan hakim ketua Suhartoyo tidak dapat hadir dalam persidangan, karena alasan. Pembacaan putusan pun ditunda hingga Kamis (1/3) mendatang.
"Pembacaan putusan terhadap terdakwa Gayus Tambunan harus kami tunda. Ketua majelis hakim (Suhartoyo) sakit, sehingga putusan belum bisa dibacakan sekarang. Sidang pembacaan vonis, kami tunda hingga 1 Maret mendatang,” kata hakim anggota Pangeran Napitupulu di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (20/2).
Terdakwa Gayus Tambunan bersama kuasa hukumnya, Hotma Sitompul pun tak bisa berbuat apa-apa. Mereka hanya dapat pasrah dan menerima penetapan majelis hakim untuk menunda persidangan tersebut. Hal serupa diperlihatkan JPU asal Kejaksaan Agung (Kejagung) Eddy Rukamto. Ia pun menerima penundaan pembacaan vonis tersebut.
Sebelumnya, jaksa menuntut mantan pegawai Ditjen Pajak, Gayus Halomoan Tambunan dengan hukuman penjara delapan tahun. Terdakwa dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, karena melakukan tindak pidana korupsi, suap, gratifikasi, dan pencucian uang. Selain tuntutan pidana badan, terdakwa Gayus juga diwajibkan untuk membayar denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Dalam tuntutannya tersebut, penuntut umum menyebutkan bahwa Dalam surat dakwaannya, Selanjutnya, JPU juga menyebutkan, Gayus menerima sejumlah uang suap dari berbagai kasus pajak. Di antaranya dari Robertus Santonius, konsultan pajak PT Metropolitan Retailmart sebesar Rp 925 juta dengan tujuan, agar memenangkan keberatan pajak perusahaan tersebut.
Terdakwa Gayus juga dikatakan menerima uang dari Alif Kuncoro, yang merupakan perantara penerima order dari PT Bumi Resources, PT Kaltim Prima Coal dan PT Arutmin sebesar 3,5 juta dolar AS. Gayus menerima uang 1 juta dolar AS untuk mengurus surat banding dan bantahan pajak PT Bumi Resources, yang rencananya dibagi bersama dengan Panitera Pengadilan Pajak bernama Irawan, namun semua diambil Gayus. Alif juga memberi 500 ribu dolar AS di Menara Peninsula dengan tujuan, agar Gayus mengeluarkan surat ketetapan pajak PT Kaltim Prima Coal 2001-2005.
Selain itu, Gayus juga menerima 2 juta dolar AS dari Alif di Apartemen Cempaka Mas milik Gayus, dengan maksud agar Gayus membuatkan pembetulan surat pemberitahuan pajak terhutang PT Kaltim Prima Coal tahun 2005-2006. Padahal, sebagai pegawai Ditjen Pajak, terdakwa tidak diperbolehkan dan tidak dibenarkan untuk bertindak sebagai konsultan, membuat surat banding dan surat bantahan untuk tergugat.
Jaksa juga mempersoalkan kepemilikan uang sebesar 659 ribu dolar AS dan 9,680 juta dolar Singapura serta 31 keping logam mulia masing-masing seberat 100 gram yang disimpan di dalam safe deposit box Bank Mandiri Kelapa Gading dengan atas nama isteri Gayus, Milana Anggraeni. Gayus yang berpenghasilan Rp 9,2 juta itu tidak mungkin mempunyai uang dan logam mulai sebanyak itu sehingga diduga uang dan logam mula tersebut didapatkan dengan cara yang tidak sah berkaitan dengan tugasnya sebagai penelaah keberatan di Dirjen Pajak.
Karutan Brimob Polri
JPU juga menyebutkan, Gayus menyuap Karutan Mako Brimob Kompol Iwan Siswanto hingga Rp 264 juta. Gayus yang ditahan sejak 1 Juli 2010 itu, semula mempertanyakan tentang sejumlah tahanan yang bisa keluar masuk tahanan. Lalu, ia menemui Kompol Iwan untuk menyampaikan keinginannya ke luar rumah tahanan dan kalau diizinkan ke luar tahanan, Gayus menjanjikan memberikan uang Rp 4 juta per minggu kepada Iwan.
Kompol Iwan setuju tapi meminta Gayus untuk membayarnya sebesar Rp 5 juta per minggu. Selain menyuap Kompol Iwan, Gayus juga memberikan uang Rp 10 juta kepada petugas yang menjaganya selama berada di luar tahanan. Selama Juli, Gayus tercatat bermalam di luar tahanan selama tiga hari. Sedangkan Agustus, Gayus ke luar Rutan selama sembilan hari dan telah memberikan uang ke Kompol Iwas sebanyak Rp 70 juta.
Pada September, Gayus meninggalkan tahanan selama 30 hari. Ia pergi sempat pergi ke Macau, Singapura dan Hong Kong. Karena izin dari Kompol Iwan itu, Gayus menyerahkan uang Rp 5 juta per minggu. Terdakwa meminta keluar tahanan setiap hari kecuali hari sidang dan hari-hari tertentu di mana terdakwa harus berada di Rutan.
Selama Oktober, Gayus bepergian ke luar tahanan hingga sebulan penuh. Sebagai imbalan, Gayus memberikan uang sebesar Rp 100 juta per bulan dan Rp 3,5 juta per minggu kepada Kompol Iwan. Total pada Oktober, terdakwa memberikan uang Rp 114 juta. Lalu November, selama tiga hari Gayus keluar ke tahanan dan pergi ke Denpasar bersama Milana, istrinya. Total selama 78 hari di luar rutan, terdakwa telah memberikan uang Rp 264 juta kepada Kompol Iwan.
Selain itu, Gayus selama periode Juli- November 2010, Gayus ke luar tahanan selama 78 hari dengan cara memberikan uang kepada sejumlah petugas Rutan. Mereka adalah Briptu Budi Herianto Rp 4 juta, Briptu Anggoco Duto Rp 4 juta, Briptu Bambang Setiawan Rp 3 juta, Bripda Edi Sukamto Rp 3 juta, Briptu Datuk Arundika Rp 4 juta, Bripda Bagus Arisetia Rp 4,6 juta, Bripda Junjungan Portes Rp 1,5 juta dan Bripda Susilo Rp 1,5 juta.
Atas perbuatannya ini, terdakwa Gayus Tambunan terbukti melanggar dakwaan primer kesatu, yakni Pasal 12 B ayat (1) jo (2) UU Nomor 31/1999 jo Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi, dan dakwaan kedua primer, yakni Pasal 12 B ayat (1) dan (2) UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Terdakwa Gayus juga terbukti melanggar dakwan ketiga primer, yakni Pasal 3 Ayat (1) huruf a UU Nomor 25/2003 tentang Tiindak Pidana Pencucian Uang dan dakwaan keempat primer Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31/1999 jo Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
Selain perkara di atas, jaksa menuntut majelis hakim agar memutuskan penyitaan barang bukti berupa uang tunai senilai Rp 201 juta, 34 dolar Singapura, 659.800 dolar AS, 9,86 juta dollar Singapura, serta beberapa tabungan yang disebutkan dalam dakwaan. Jaksa juga menuntut penyitaan mobil Honda Jazz dan Ford Everest milik Gayus.
Sebelum menjatuhkan tuntutan, JPU Eddy Rakamto juga menyebutkan pertimbangan memberatkan, yakni selama empat tahun bekerja di Ditjen Pajak, Gayus tidak nampak mengabdi tapi malah memanfaatkan kelemahan sistem untuk kepentingan pribadinya.
Selain itu, ia juga tidak mengakui perbuatan dan memberikan keterangan yang berbelit-belit selama di persidangan dan tidak menunjukkan penyesalan. Sedangkan yang meringankan, ia berlaku sopan dalam persidangan.(bhc/biz/spr)
|