JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Hakim nonaktif Syarifuddin umar dituntut hukuman 20 tahun penjara. Terdakwa dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap Rp 250 juta dari kurator PT Skycamping Indonesia (SCI), Puguh Wirawan terkait perkara kepailitan yang ditanganinya tersebut.
Selain pidana badan, terdakwa Syarifuddin Umar juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. demikian tuntutan yang disampaikan JPU Zet Todung Allo dalam persidangan tersebut yang berlangsung di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (2/2).
Atas tuntutan tersebut, terdakwa Syarifuddin Umar menyatakan keberatan. Selain kuasa hukumnya menyampaikan nota pembelaan (pledoi), dirinya juga akan menyampaikan hal yang sama. Majelis hakim yang diketuai Gusrizal pun memberikan kesempatan itu. Pada sidang Kamis (9/2) pekan depan, pledoi itu harus sudah siap untuk dibacakan di ruang pengadilan.
Sementara dalam berkas tuntutannya itu, JPU Zet Todung Allo menyebutkan bahwa terdakwa Syarifudin menerima uang dari Puguh Wiryawan sebesar Rp 250 juta. Uang itu dimaksudkan, agar ia selaku hakim pengawas memberikan persetujuan perubahan atas aset boedel pailit PT SCI. Aset itu berupa dua bidang tanah dengan SHGB 5512 atas nama PT SCI dan SHGB 7251 atas nama PT Tanata Cempaka Saputra. Aset itu diubah menjadi aset non-boedel pailit tanpa penetapan pengadilan.
"Terdakwa menyetujui penjualan aset boedel pailit dengan mekanisme nonboedel pailit, bahwa nanti kalau saksi Puguh mendapatkan fee, maka akan memberikan perhatian kepada terdakwa berupa uang sebesar Rp 250 juta. Pemberian uang ini bertentangan dengan kewajiban hakim pengawas dalam mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit PT SCI," jelas Alo mengutip surat dakwaannya itu.
Dengan diberikannya uang itu, lanjut JPU, kurator Puguh berkeinginan agar saat digelar rapat kreditur terbatas pada 8 Juni 2011 yang dihadiri perwakilan PT BNI Tbk, buruh dan wakil Kantor Pajak, aset tersebut sudah dinyatakan sebagai aset yang layak jual dan tak lagi bermasalah. Padahal patut diduga uang itu ada hubungannya dengan jabatan terdakwa.
Atas perbuatannya itu, terdakwa Syarifuudin terbukti melanggar pasal 12 huruf a UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi. Selain menyita uang suap Rp 250 juta itu, penuntut umum uga meminta majelis hakim menyita seluruh uang dalam bentuk mata uang asing bernilai Rp 2 miliar yang turut ditemukan dalam penggeledahan di rumah hakim yang kerap memutus bebas sejumlah terdakwa korupsi yang perkaranya ditangani itu.
Sedangkan alasan jaksa Zet Todung Allo menuntutnya seberat-beratnya ini, karena terlalu banyak hal-hal yang memberatkan terdakwa Syarifuddin. Selain menjatuhkan wibawa korps hakim, ia juga tak mendukung program pemberantasan korupsi serta melanggar kode etik dan perilaku sebagai hakim. Ia juga memberikan keterangan berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya.
Selain itu, terdakwa Syarifuddin dalam proses pembelaan diri selalu mendiskreditkan lembaga negara pemerintah dan menyamakan KPK dengan perampok, mempersulit jalannya persidangan dengan mengancam akan menghentikan pemeriksaan saksi jika tidak diberikan foto copy alat bukti, menolak saksi dari KPK, dan berulang kali menyebut penuntut umum adalah ikut menyidik serta menuduh penuntut umum mengajari saksi untuk berbohong.(dbs/spr)
|