*Jaksa belum siap membacakan tuntutan hukuman
JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Sidang tuntutan kasus dugaan pengemplangan pajak Asian Agri dengan terdakwa Suwir Laut, mantan Manajer Pajak PT Asian Agri, ditunda dua minggu ke depan. Alasannya, tim penuntut umum belum siap dengan tuntutannya.
“Kami belum siap, karena perlu waktu untuk matangkan materi tuntutannya. Kami mohon majelis hakim untuk menundanya,” kata JPU I Ketut Winawa dalam sidang tersebut yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (24/11).
Atas permintaan tersebut, majelis hakim yang diketuai Martin Ponto pun mengabulkannya. Bahkan, tim JPU diberikan waktu relatif panjang untuk mempersiapkan tuntutannya tersebut. “Kami kabulkan dan kami minta harus siap untuk disampaikan pada Kamis (8/12) dua pekan mendatang. Setelah itu, tidak ada kesempatan lagi untuk pembacaan tuntutan jaksa," ujarnya mengancam jaksa.
Seperti diketahui, terdakwa Suwir Laut didakwa telah melakukan kejahatan berlanjut. Ia dituding turut menyuruh, menganjurkan dan membantu melakukan melakukan penggelapan pajak beberapa perusahaan yang bernaung di bawah Asian Agri Group. Perusahaan tersebut, yakni PT Dasa Anugerah Sejati, Raja Garuda Mas Sejati, PT Saudara Sejati Luhur, PT Indo Sepadan Jaya, PT Nusa Pusaka Kencana, PT Andalas Inti Agro Lestari dan lainnya. Akibat perbuatannya ini, negara dirugikan hingga mencapai Rp 1,259 triliun.
Menurut dakwaan jaksa, penggelapkan pajak dilakukan terdakwa Suwir dengan cara mengecilkan nilai pajak semua perusahaan yang bernaung di bawah kelompok perusahaan Sukanto Tanoto tersebut. Caranya, dengan merekayasa harga jual yang mengakibatkan keuntungan perusahaan menjaid lebih kecil dari yang sebenarnya.
Adanya rekayasa ini diperkuat dari pertemuan pada 4 dan 5 Agustus, 2 September, 18 dan 19 September 2002, antara Suwir Laut, Vincentius Joko Sutanto dan teman- temannya. Di mana dalam pertemuan itu dibahas tax planning meeting untuk membahas pengecilan jumlah pajak perusahaan tersebut. Rekayasa penjualan dengan mengubah harga jual, sehingga keuntugan menjadi lebih rendah. Pembuatan invoice tersebut dilakukan di Medan oleh karyawan AAG.
Cara lain yang dilakukan adalah dengan biaya fiktif dan menciptakan kerugian. Cara ini dilakukan dengan cara perusahaan yang bernaung di bawah AAG, seolah membuat kontrak ekspor penjualan minyak kelapa sawit mentah ke perusahan di Hongkong yang penyerahan barangnya dilakukan beberapa waktu kemudian. Namun, sebelum jatuh tempo penyerahan barang dilakukan pembelian kembali oleh perusahaan yang tergabung dalam AAG dengan harga yang lebih tinggi.
Atas perbuatannya ini, terdakwa Suwir Laut disangkakan melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf C jo Pasal 43 ayat (1) UU Nomor 6 Tahun1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Pasal 38 huruf b jo Pasal 43 ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.(dbs/wmr)
|