JAKARTA, Berita HUKUM - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan, menerima permohonan Praperadilan yang diajukan oleh tersangka KPK terkait dugaan korupsi proyek pengadaan e-KT Setya Novanto dalam sidang Praperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (29/9).
Penetapan tersangka terhadap Novanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dinyatakan tidak sah oleh hakim tunggal Cepi Iskandar. Hakim praperadilan juga menerima sebahagian permohonan praperadila Setya Novanto.
"Menyatakan penetapan tersangka Setya Novanto yang dikeluarkan oleh termohon tidak sah," kata hakim tunggal Cepi Iskandar.
Selain itu, hakim praperadilan menolak seluruh eksepsi dari KPK. Hakim juga memerintahkam hakim untuk menghentikan penyidikan terhadap Setya Novanto.
"Menghukum termohon untuk membayar biaya perkara sebesar nihil," ujarnya.
Sebelumnya, pada sidang Kamis kemarin, kedua belah pihak, pihak pemohon Setya Novanto dan pihak termohon KPK sudah menyerahkan kesimpulannya secara tertulis masing-masing.
Untuk membuktikan dalil-dalilnya masing-masing. Pihak pemohon dan termohon sudah menghadirkan saksi dan ahli pada sidang dengan agenda pembuktian.
Untuk kubu Novanto menghadirkan tiga ahli, yakni ahli hukum administrasi negara Gede Panca, ahli hukum pidana Romli Atmasasmita, dan ahli hukum pidana Chairul Huda.
Sedangkan KPK menghadirkan empat ahli, yakni ahli Hukum Pidana Adnan Paslyadja, ahli Sistem Teknologi Bob Hardian Syahbuddin, ahli Administrasi Negara Dr Ferry, dan ahli Hukum Pidana lainnya Nur Aziz. Namun Bob sempat diprotes hingga akhirnya tetap didengarkan keterangannya, tapi sebagai saksi fakta. Selain itu, bukti rekaman yang disebut KPK spesial ditolak hakim untuk ditayangkan.
Seperti diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan Ketua DPR RI, Setya Novanto, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, pada Senin 17 Juli 2017 lalu. Penetapan tersangka itu, berdasarkan hasil gelar perkara yang telah dilakukan oleh KPK dalam pengembangan kasus sebelumnya.
Ketua Umum Partai Golkar ini disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) atas Pasal 3 Undnag-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP ini lantas mengajukan permohonan praperadilan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, terkait menguji sah atau tidak sahnya penetapan tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP terhadapnya oleh KPK.
Sidang praperadilan yang diajukan oleh Ketua Umum Partai Golkar ini dipimpin oleh hakim tunggal Cepi Iskandar. Permohonan ini telah terigister dengan nomor perkara 97/Pid.Prap/2017/PN.Jkt.Sel.(bh/as) |