JAKARTA (Berita HUKUM.com) – Mantan Direktur Utama PLN, Edie Widiono Suwondo dijatuhi hukuman selama lima tahun penjara. Terdakwa Edie dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, karena melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek PLN Disjaya dan Tangerang pada 2004-2006.
"Menyatakan terdakwa Eddie Widiono terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama yang menguntungkan orang lain atau koorporasi," kata majelis hakim yang diketuai Tjokorda Rai Suamba mengutip amar putusan perkara tersebut di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Rabu (21/12).
Selain pidana badan, majelis hakim juga membebankan denda kepada terdakwa sebesar Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Hukuman yang dijatuhkan ini, dua tahun lebih ringan dari tuntutan JPU. Sebelumnya, JPU meuntut hukuman selama tujuh tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
Dalam amar putusannya tersebut, majelis hakim menyebutkan bahwa terdakwa Edie Widiono bersalah, baik secara sendiri ataupun bersama-sama dalam kasus korupsi proyek pengadaan Outsourcing Roll Out-Customer Information System-Rencana Induk sistem Informasi (CIS-RISI) PLN pada 2004-2006.
Menurut majelis, terdakwa Edie melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan sehingga menimbulkan kerugian negara. Perbuatannya ini dilakukan terdakwa Edie dengan memerintahkan General Manajer PT PLN Disjaya-Tangerang Fahmi Mochtar untuk menunjuk PT Netway Utama dalam proyek CIS RISI senilai Rp 92,27 mliar.
Dari hitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), proyek yang berlangsung 2004-2006 itu semestinya hanya menghabiskan anggaran Rp 46,08 miliar. Sehingga terdapat selisih yang ada telah memperkaya PT Netway Utama sekaligus menimbulkan kerugian negara Rp 46,18 miliar.
Majelis juga menganggap langkah Edie itu tidak mendapat persetujuan dari Dewan Komisaris PLN. Namun oleh Edie, seolah-oleh sudah ada persetujuan dari Menteri BUMN selaku Dewan Komisaris PLN. Tindakan mantan pucuk pimpinan perusahaan setrum negara ini, terbukti melanggar pasal 3 UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atas putusan itu, baik terdakwa Edie maupun JPU KPK belum menentukan sikap untuk menerima atau mengajukan banding. Terdakwa Edie dan penasihat hukumnya maupun JPU menyatakan pikir-pikir. Namun, di luar sidang, terdakwa Edie mengaku kecewa atas putusan itu. "Putusan majelis sangat mengecewakan. Nyata sekali banyak hal yang tidak dipertimbangkan," tandasnya.(dbs/spr)
|