Palestina Harapan Besar Warga Gaza atas Kesepakatan Damai Hamas-Fatah 2017-10-16 05:27:54
Warga Gaza City merayakan kesepakatan Hamas-Fatah dengan membawa bendera Palestina dan Mesir.(Foto: Istimewa)
PALESTINA, Berita HUKUM - Sejumlah warga Palestina turun ke jalanan di Gaza untuk meluapkan kegembiraan atas ditandatanganinya kesepakatan rekonsiliasi antara faksi-faksi Palestina yang bertikai selama ini, Hamas dan Fatah.
Jelas masih ada juga keraguan atas kesepakatan yang ditandatangani di Kairo, Mesir, Kamis (12/10), mengingat kesepakatan sebelumnya yang ternyata tidak terwujud.
Bagaimanapun rekonsiliasi menjadi harapan bagi berakhirnya pertikaian yang selama ini dianggap menghambat kemajuan nasib warga Palestina.
Dengan kesepakatan terbaru maka Otorita Palestina -yang didominasi Fatah- akan sepenuhnya mengambil alih kekuasaan atas Gaza mulai 1 Desember mendatang.
Tahun 2007, Otorita Palestina dan aparat keamananya diusir dari Gaza ketika Hamas menguasainya setelah menang dalam pemilihan parlemen setahun sebelumnya.
Dan kesepakatan yang dicapai di Kairo disambut baik oleh Naim al-Khatib -ayah dari enam anak di Gaza- sebagai sebuah harapan.
"Hamas memperihatkan beberapa kelunakan yang sebelumnya tidak ada. Hal itu memberi harapan bahwa orang-orang menjadi lebih pragmatis, melihat dirinya sendiri sebagai orang Palestina, dan bukan sebagai bagian dari kelompok Islam global,"
"Banyak masalah sulit yang masih harus ditangani, namun kebalikan dari rekonsiliasi adalah situasi yang sangat suram, yang saya tak suka untuk menjalaninya," tambah al-Khatib.
Hingga saat ini sekitar dua juta penduduk di Gaza menderita akibat semakin mendalamnya perpecahan politik dan tekanan keuangan dari Presiden Otorita Palestina, Mahmoud Abbas, kepada Hamas.
Pemerintahannya menerapkan pajak yang tinggi untuk bahan bakar bagi satu-satunya pembangkit tenaga listrik di kawasan itu dan mengurangi pasokan listrik yang dibeli dari Israel untuk Gaza.
Aliran listrik hanya tersedia tak sampai empat jam dalam sehari yang membuat sarana penyulingan air dan sistem pembuangan air kotor tidak bisa berfungsi dengan baik.
Lebih dari 60.000 pegawai negeri di Gaza yang masih mendapat gaji dari Otorita Palestina dikurangi sepertiga sementara pasokan obat-obatan dihentikan.
Kini ada harapan semua sanksi itu akan dicabut.
"Kami berharap listrik akan segera pulih kembali. Itu merupakan dasar bagi kehidupan normal," kata Amal, seorang guru.
"Saya pikir hal itu akan memecahkan masalah dalam sistem pembuangan air kotor. Kami warga Gaza amat dekat dengan laut, yang kami harap akan bersih kembali."
Sementara Israel dan Mesir memperketat blokade atas Gaza setelah diambil alih oleh kepemimpinan Hamas.
Dengan kesepakatan baru maka pasukan Otorita Palestina akan kembali ke perbatasan sehingga mempermudah pergerakan manusia maupun barang.
"Kami ingin melihat pergerakan bebas masuk dan ke luar Gaza ke Tepi Barat, Mesir, dan Israel untuk pengobatan dan pendidikan," tambah Amal. "Langkah seperti itu akan membuat kami berpendapat rekonsilasi itu serius."
Kesepakatan damai sebelumnya memang tak sampai terwujud dan rekonsiliasi di Kairo masih belum menjelaskan penanganan atas masalah-masalah peka yang selama ini menghambat.
Termasuk di dalamnya adalah masa depan dari sayap militer Hamas, Brigade Ezzedine al-Qassam, yang memiliki kekuatan 25.000 personel.
Hamas juga dikelompokkan sebagai organisasi teroris oleh Israel dan maupun Amerika Serikat serta Uni Eropa, dua pemerintahan yang merupakan penyumbang utama bagi Otoritas Palestina.
Bagi AS dan Uni Eropa akan sulit untuk meneruskan dukungannya kepada pemerintahan bersatu yang mencakup Hamas.
Perundingan lanjutan yang lebih rumit rencananya akan berlangsung bersama semua gerakan politik Palestina di Kairo pada tanggal 21 November.
"Yang sudah dicapai adalam satu langkah bagus, hal yang positif, namun itu baru awalnya," kata Mustafa Barghouti, Sekretaris Jenderal Prakarsa Nasional Palestina.
"Beberapa pekan mendatang akan amat genting karena yang disepakati harus diimplementasikan. Semua faksi Palestina, bukan hanya Hamas dan Fatah, harus memutuskan satu pemerintahan bersatu dan tanggal pemilihan umum."
Beberapa laporan menyebutkan, jika semua berjalan lancar maka Presiden Abbas akan segera berkunjung ke Gaza untuk pertama kali dalam waktu 10 tahun belakangan ini.
Jajak pendapat terbaru memperlihatkan 67% warga Palestina menginginkan dia mundur dengan angka yang lebih tinggi di kalangan warga Gaza, yaitu 80%.
Namun beberapa pihak berpendapat bahwa Abbas -yang berusia 82 tahun- akan punya peninggalan politik lewat rekonsiliasi ini dan tak akan merasa terlalu kehilangan jika mundur.
Sementara Hamas -yang terinspirasi oleh Ikhwanul Muslimin- menemukan dirinya berada di sisi yang salah dalam perkembangan terbaru di kawasan itu.
Sementara para pemimpin di Mesir ingin meningkatkan keamanan di Semenanjung Peninsula yang bergejolak, yang berbatasan dengan Gaza.
Dan setelah tahun-tahun yang bergelora menyusul Musim Semi Arab -yang merujuk pada rangkaian unjuk rasa antipemerintah di kawasan Arab- pemerintah Kairo ingin memulihkan kembali peran mereka sebagai pialang dalam kekuasaan regional.
Jadi banyak yang menaruh harapan bahwa kesepakatan Hamas-Fatah kali ini tidak akan berakhir gagal seperti yang sebelumnya.(BBC/bh/sya)
PT. Zafa Mediatama Indonesia Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359 info@beritahukum.com