Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
EkBis    
Beras
Harga Beras Naik 'Tertinggi dalam Sejarah' - 'Ini Sangat Tidak Masuk Akal karena Kita Negara Agraris'
2024-02-24 20:54:09
 

Warga antre untuk membeli beras medium saat operasi pasar murah di Taman Film, Bandung, Jawa Barat, Senin (19/2).(Foto: ANTARAFOTO)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Pedagang pasar dan pengamat pertanian menyebut kenaikan harga beras yang terjadi sejak empat bulan terakhir hingga menyentuh harga Rp14.000 per kilogram untuk beras medium dan Rp18.000 per kilogram untuk beras premium adalah yang 'tertinggi dalam sejarah'.

Akibatnya ratusan warga di berbagai daerah rela antre berjam-jam demi bisa mendapatkan beras murah yang digelar pemerintah lewat operasi pasar.

Pengamat pertanian dari Universitas Lampung, Bustanul Arifin, memperkirakan kenaikan ini akan berlangsung hingga musim panen April 2024. Pasalnya, El Nino menyebabkan musim tanam mundur. Selain itu, produksi padi tahun 2023 turun sekitar satu juta ton.

Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga, mengatakan Kemendag siap melakukan langkah strategis seperti operasi pasar, memantau distributor hingga pedagang guna menjaga stabilitas harga bahan pokok selama periode Ramadan dan Idul Fitri.

Warga antre demi beras murah

Di sejumlah daerah seperti Sumedang, Kota Bandung, dan Bekasi di Jawa Barat hingga Probolinggo di Jawa Timur terlihat puluhan ibu-ibu mengantre dan berdesakan untuk mendapatkan beras murah dalam operasi pasar yang dilakukan pemerintah daerah.

Harga beras murah dari Bulog itu dijual seharga Rp51.000 per kemasan lima kilogram atau setara dengan Rp10.200 perkilogram.

Di Kecamatan Sukajadi, Kota Bandung, misalnya, setiap warga harus menunjukkan KTP sebelum membeli beras dan pembeliannya dijatah.

Lilis (48 tahun) salah satu warga mengaku tidak kebagian beras di pasar murah gara-gara terlambat datang.

"Tadi pagi sudah ke sini, tapi antrenya panjang. Jadi pulang dulu. Sekarang baru balik lagi ternyata sudah habis," ujar Lilis seperti dilansir Tribunnews.com.

Seorang ibu rumah tangga di Kota Bandung bahkan pingsan karena tak kuat menahan panas dan kelelahan setelah berdiri dalam antrean panjang.

Perempuan bernama Ayi itu tak sadarkan diri setelah mengantre selama 2,5 jam di Perumahan Mustika Hegar Regency pada Senin (19/2) lalu.

Ibu rumah tangga lainnya, Rohaeti juga mengeluhkan hal yang sama. "Pusing, kepanasan, dari belakang sudah tidak kuat. Mau pulang lagi susah kan... tanggung," ucapnya seperti dilansir Tribunnews.com.

Berapa harga beras saat ini?

Sekjen Induk Koperasi Pedagang Pasar (Inkoppas), Ngadiran, mengatakan kenaikan harga beras terjadi sejak empat bulan lalu.

Semula harga beras medium Rp9.000-Rp10.000 per kilogram. Harga naik pelan-pelan hingga sekarang pada Rabu (21/02) menyentuh angka Rp13.000-Rp14.000 per kilogram.

Sedangkan beras premium, sebelumnya berada di kisaran Rp12.000-Rp14.000 per kilogram. Namun merangkak terus sampai di harga Rp17.000-Rp18.000 per kilogram.

Adapun untuk harga sekarung beras medium kini sudah Rp700.000 di pasar induk dan beras premium sekarungnya Rp800.000.

"Sebelum kenaikan beras medium sekarung atau isi 50 kilogram itu Rp485.000, paling mahal yaitu Rp500.000," ujar Ngadiran kepada BBC News Indonesia.

Ngadiran berkata sepanjang 40 tahun lebih berdagang di pasar induk, kenaikan harga beras pada tahun ini adalah yang paling tinggi.

"Ini kenaikan paling tidak jelas, tidak bisa diduga."

Dampaknya pun terasa, pembeli dari kalangan ibu rumah tangga berkurang dan kalaupun membeli pasti lebih sedikit dari sebelumnya.

"Kalau dulu beli bisa 10 liter, sekarang cuma lima liter paling banyak."

Ibu rumah tangga: Beras mahal, beli lauk yang murah

Puspita, seorang ibu rumah tangga warga Benowo, Surabaya, Jawa Timur mengatakan kenaikan harga beras saat ini disebutnya tidak masuk akal.

"Dalam kurun waktu seminggu itu, beras bisa naiknya sampai dua kali kenaikan. Ini sangat tidak masuk akal karena notebene negara kita negara agraris," keluhnya.

Kata dia, meski harga beras naik bagaimanapun tetap harus membeli juga, karena merupakan kebutuhan pokok.

"Kalau di keluarga saya sendiri tidak mengurangi kebutuhan nasinya. Untuk menyiasatinya biasanya kita beli beras dengan kualitas premium ya misalnya, kita membeli dengan grade-nya yang dikurangi dikit," ujarnya.

"Atau kalau nggak kita bisa mengaturnya dengan memilih membeli lauk yang lebih murah. Saya begitu sih kalau menyiasatinya," lanjut Puspita.

Seorang pedagang nasi goreng di Surabaya, Kadir, juga mengakui bahwa dirinya sangat merasakan kenaikan harga beras saat ini dan berakibat langsung pada penurunan penghasilannya.

"Harganya [dagangannya] tetap. Nanti kalau naik kan kasihan pelanggan. Ya penghasilan [saya] jadi berkurang," ujarnya.

Kadir melanjutkan setahun yang lalu, harga beras untuk bahan nasi goreng dia membeli yang per kilogramnya Rp14.000. Sekarang harganya naik menjadi Rp16.500 sampai Rp17 ribu.

"Harga makanan pokok seperti telur dan cabai juga naik. Ya semoga bisa distabilkan lagi harganya. Jangan terlalu mahal," harapnya kepada pemerintah.

Pedagang makanan warung Tegal di Sleman, Muhammad Ibrizi, bercerita heran dengan kenaikan bahan pokok saat ini.

Biasanya, kata dia, naiknya harga bahan pokok yang begitu tinggi terjadi menjelang hari raya Idulfitri. Tapi kali ini, belum Ramadan sudah naik.

"Dibilang masuk akal ya aneh, tidak masuk akal tapi nyatanya juga begitu. Bagaimana ya... enggak tahu juga," katanya penuh heran.

Meski harga-harga naik, Ibrizi belum berpikir untuk menaikkan harga makanan di warungnya. Dia hanya mengurangi belanja untuk menekan harga produksi.

Kalau dalam sehari memasak untuk jualan menghabiskan 15 kilogram beras dan dua kilo cabai. Untuk pengetatan produksi, dia mengurangi jumlah penggunaan cabai menjadi 1,5 kilogram, dan mengganti jenis beras yang harganya di bawah Rp17.000 dengan kualitas yang tetap sama.

"Sementara ini masih sama, tidak saya naikkan harganya," katanya.

Sebagai pelaku bisnis, Ibrizi berharap harga bisa stabil dan barangnya tersedia. Namun kalau harga terus naik, dia mengaku akan ikut menaikkan harga jual di warungnya.

"Kalau masih naik lagi, berat... Ini saja sudah ada perubahan jenis beras yang saya gunakan, kalau enggak begitu enggak masuk harga produksinya," kata Ibrizi untuk menyiasati tingginya harga beras.

Apa penyebab harga beras naik?

Presiden Joko Widodo mengatakan harga beras meroket gara-gara adanya perubahan iklim yang membuat sejumlah wilayah harus mengalami gagal panen.

Kata Jokowi, kondisi ini hampir terjadi di seluruh negara di dunia.

"Kenapa naik? Karena ada yang namanya perubahan iklim, ada yang namanya perubahan cuaca sehingga gagal panen, produksi berkurang sehingga harganya naik," kata Jokowi saat memberikan bantuan beras di Gedung Kawasan Pertanian Terpadu, Kota Tangerang Selatan, Banten.

Tapi sejumlah pengamat menilai pernyataan tersebut tak sepenuhnya benar. Sebab di negara lain seperti Thailand dan Vietnam tak mengalami kekurangan beras.

Ahli pertanian dari Universitas Lampung, Bustanul Arifin, mengatakan salah satu penyebab kenaikan harga beras karena produksi padi turun pada tahun 2023 akibat El Nino.

Ia menjelaskan, pada 2023 produksi padi turun sekitar satu juta ton karena luas panen yang turun signifikan sekitar 300.000 hektare.

Penyebab lain, adalah ekonomi beras global. Pada Juli tahun 2023, katanya, India melarang ekspor beras karena pertimbangan politis di mana Perdana Menteri Narendra Modi tengah menghadapi pemilu pada 2024.

Koordinator Koalisi Kedaulatan Pangan (KRKP), Ayip Said Abdullah, sependapat. Hanya saja dia menilai ada faktor lain yang turut mengerek kenaikan harga beras yakni kebijakan pemerintah yang jor-joran menggelontorkan bantuan sosial (bansos) saat masa kampanye kemarin.

"Implementasi dari kemarin jor-joran bansos juga berpengaruh. Sebagian ada yang ditarik ke premium untuk dicampur dengan beras medium untuk dijadikan bansos," jelasnya kepada BBC News Indonesia.

"Situasi ini yang memicu harga naik dan [beras] premium jadi langka di pasaran," sambung Said sambil menambahkan bahwa cadangan beras pemerintah juga disebut tak cukup banyak di akhir tahun.

Said Abdullah mengatakan jika ketersediaan beras premium tidak diantisipasi dari sekarang maka konsumen yang dari kelas menengah atas ini akan bergeser mengonsumsi beras medium.

Imbasnya maka beras medium akan ikut langka. "Karena numpuk di situ konsumsinya, berat di medium," imbuhnya.

"Apalagi asumsinya bansos pangan tidak diteruskan karena selesai setelah kegiatan politik. Ini jadi berat di kelompok menengah ke bawah, akan jadi masalah baru."

Itu mengapa dia mengusulkan kepada pemerintah agar segera merelaksasi Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras premium agar tidak mengganggu segmentasi di kelas menengah bawah.

Saat ini HET beras medium berkisar Rp10.900-Rp11.800 per kilogram dan beras premium antara Rp13.000-Rp14.000 tergantung zona masing-masing.

Sementara untuk menjaga stabilitas beras medium, Said menyarankan agar cadangan beras milik Bulog dilempar dalam bentuk operasi pasar secepatnya.

Terutama di wilayah-wilayah yang kebutuhannya besar serta ke keluarga petani di pedesaan.

Selain itu, sisa kuota impor beras dari komitmen akhir tahun lalu perlu didorong untuk segera masuk ke dalam negeri demi menjaga ketersediaan stok.

Sebab pemerintah harus mengantisipasi stok beras jelang Idulfitri yang rata-rata konsumsinya naik 1 sampai 1,5 kali.

"Kalau situasi ini tidak diberesin, ada pretensi dimainkan kelompok tertentu demi menjaga ketidak-ajegan situasi politik."

"Karena beras ini jadi instrumen yang bisa dimainkan untuk menciptakan situasi chaos. Ini kan tidak kita inginkan."

Apa solusi pemerintah?

Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, mengatakan pemerintah akan terus menggelontorkan beras SPHP (Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan) guna menjaga stabilitas harga beras nasional.

Dia menjamin, beras murah ini memiliki kualitas bagus dan tidak kalah dengan beras premium.

Beras SPHP sambungnya, dijual kisaran Rp10.900-Rp11.000 perkilogram dan akan dijual di pasar tradisional maupun ritel modern.

Zulhas juga berkata, harga beras premium masih akan bergerak naik karena beras lokal premium masa panennya bergeser akibat El Nino.

Masa panen raya itu diperkirakan jatuh pada bulan April-Mei atau mundur dibandingkan tahun lalu yang jatuh pada Januari-Maret.

Itu sebabnya, pemerintah akan meningkatkan distribusi beras program SPHP dari sebelumnya 100.000 ton per bulan kini naik menjadi 250.000 ton tiap bulan.

Adapun soal ketersediaan stok beras menjelang puasa dan Lebaran dipastikan aman.

"Menjelang Ramadan dan Lebaran, ketersediaan beras tidak masalah, berasnya banyak. Kita punya stok beras Bulog 1,4 juta ton," tutur Zulhas seperti dilansir Detik.com.

Rencananya pada tahun ini, pemerintah pun membuka opsi mengimpor 2 juta ton beras dari Thailand.

Tapi Ayip Said Abdullah mewanti-wanti agar impor beras itu tak merusak panen raya petani yang diperkirakan bulan April-Mei.

"Karena dilematis, mending enggak usah kalau datangnya [beras] pas jelang panen. Harapannya ingin pulih, tapi menjatuhkan harga kan besar risikonya."(BBC/Tribunnews/bh/sya)




 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Menko Polkam Budi Gunawan Sebut Indonesia Darurat Narkoba Karena Ini..!

Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

 

ads2

  Berita Terkini
 
Psikiater Mintarsih Terus Perjuangkan Hak Sahamnya di Blue Bird Hingga ke DPR

Menko Polkam Budi Gunawan Sebut Indonesia Darurat Narkoba Karena Ini..!

Ratna Juwita Tolak Keras Rencana Pengemudi Ojol Tidak Dapat Subsidi BBM

Hasto Tegaskan Jokowi dan Keluarga Tidak Lagi Bagian dari PDIP

PT Damai Putra Group Tolak Eksekusi PN Bekasi, Langkah Tegas Melawan Ketidakadilan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2