(Editorial BeritaHUKUM.com)
Di negeri ini makin tidak jelas, kita sedang memperingati hari antikorupsi sedunia atau merayakan hari korupsi sedunia. Ketika seluruh jagad menandai komitmen hari antikorupsi , di sini para koruptor justru berpesta pora. Para penegak hukum bahkan tidak menandai hari itu sebagai hari sungguh-sungguh melawan koruptor.
Terpilihnya dua sosok berintegritas pemberangus korupsi dalam skuad baru KPK sejatinya memberi dinamit bagi upaya pemberantasan korupsi. Dua jagoan itu Bambang Widjojanto dan Abraham Samad.
Tetapi upaya stigmatisasi buru-buru dilakukan para politisi. Bambang distigma sebagai "orang" Golkar. Sebagai orang partai, Bambang dianggap bakal melindungi kepentingan elite partai pimpinan Aburizal Bakrie ini.
Abraham Samad juga distempel akan "melindungi" elite politik yanng memilihnya. Sebelum hari pemilihan di komisi III, Abraham dikabarkan bertemu para politisi yang akan memilihnya. Akibat pertemuan itu, stigma yang terus berkembang Abraham telah "dijadikan" ketua KPK dan sebagai kompensasinya, Abraham diminta "berkomitmen" melindungi kepentingan elite partai para pemilihnya. Stigma "balas jasa-balas budi" terus berlanjut hingga detik ini.
Ketika manusia sebumi ingin mengubur hidup-hidup korupsi, kita di sini justru seolah mengidap penyakit kronis korupsi. Bahkan, para dokter yang didatangkan untuk menyembuhkan penyakit korupsi, justru dituduh menyebabkan lahirnya varian baru korupsi. Seolah-olah korupsi bakteri yang bisa berkembang biak, beranak pinak, membelah seperti sel spora, dan seterusnya.
Para penegak hukum di KPK memang bukan malaikat yang bersih suci seperti kapas. Tugas mereka hanyalah sebagai sound system yang mengabarkan jenis-jenis korupsi, tipe-tipe dan tanda-tanda koruptor. Juga pola dan modus korupsi terjadi. Tugas mereka adalah menggerakkan rakyat untuk berperan serta mengepung korupsi dan memenjarakan koruptor melalui peradilan yang jujur.
KPK memang akan menjadi sasaran para mafioso koruptor. Mereka akan selalu berupaya untuk melumpuhkan atau bisa perlu dibunuh. Tidak bisa dari luar, ya dari dalam. Tidak bisa diculik, ya diracun. Tidak bisa ditangkap, ya dirongrong. Tidak bisa ditipu, ya difitnah. Segala cara akan dilakukan oleh para mafia korupsi untuk membuat KPK dimusuhi rakyat, tidak dipercaya, dan akhirnya impoten dan lumpuh.
Laporan indeks korupsi di negeri ini masih didominasi lembaga pemerintahan, parlemen dan lembaga penegak hukum. Laporan KPK, 60% birokrat diduga korup. Akumulasi nilai korupsi yang merugikan negara juga nyaris ratusan trilyun.
Melihat korupsi masih sedemikian akut, melibatkan hampir sebagian besar birokrasi, politisi dan pejabar yang makin sengkarut antara pengusaha dan penguasa, maka lengkaplah bahwa negeri ini memang sedang merayakan hari korupsi se-Indonesia, bukan hari antikorupsi sedunia.
Tentu kita tak boleh menyerah apalagi putus asa. Satu orang semangat akan menjadikan dua orang orang pejuang. Dua orang pejuang akan menciptakan empat orang pemberani. Empat orang pemberani akan membawa perubahan. Dan perubahan akan mengubah masa jahiliyah menjadi masyarakat madani, bangsa yang bermartabat, tanpa korupsin tanpa benalu politik. Semoga…(*)
|