JAKARTA, Berita HUKUM - Pengusaha Siti Hartati Murdaya akhirnya secara resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Hal itu disampaikan Ketua KPK Abraham Samad, di gedung KPK, Jakarta, Rabu (8/8). Abraham Samad menegaskan, penahanan terhadap Hartati akan dilakukan setelah penyidikannya menjelang selesai. Ia menjamin KPK akan menahan Hartati.
"Apabila diperlukan oleh penyidik atau kasusnya sudah dinilai mendekati rampung, maka yang bersangkutan akan ditahan seperti tersangka lainnya yang disidik KPK," kata Abraham Samad.
Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat itu dalam waktu dekat akan menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di KPK. "Yang bersangkutan masih akan diperiksa dalam kapasitas sebagai tersangka," ujar dia.
Hartati ditetapkan sebagai tersangka selaku pemilik PT Hardaya Inti Plantation (HIP). Abraham menjelaskan, Hartati diduga kuat telah menyerahkan uang Rp 3 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu untuk menerbitkan HGU perkebunan kelapa sawit di kabupaten tersebut.
"Dari hasil pendalaman, ditemukan dua alat bukti yang cukup untuk bisa menarik benang merah antara tersangka-tersangka yang sudah ditetapkan terlebih dulu dengan tersangka baru yang akan kita umumkan pada hari ini. Adapun tersangka baru adalah Saudari SHM (Siti Hartati Murdaya--Red)," kata Abraham.
Perusahaan Hartati yang mengelola kebun kelapa sawit di kabupaten itu ada dua. Selain PT HIP, ada PT Cipta Cakra Murdaya (CCM).
Surat penetapan tersangka terhadap Hartati, menurut Abraham, dikeluarkan pada Senin (6/8). Penetapan itu tertuang dalam surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Hartati.
"Kalau sprindik ditandatangani oleh pimpinan pada enam Agustus 2012, sprindik ini ditandatangani dari hasil ekspose terakhir yang menyimpulkan bahwa yang bersangkutan telah memenuhi dua alat bukti," ujar Abraham.
Hartati, menurut Abraham, disangka telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hartati terancam dipidana dengan hukuman penjara paling lama lima tahun.
Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b mengatur soal tindak pidana penyuapan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara. Orang yang terbukti melanggarnya akan dipenjara paling lama lima tahun dan harus membayar denda paling banyak Rp 250 juta.
Sedangkan Pasal 13 undang-undang tersebut tentang tindakan memberi hadiah atau janji kepada penyelenggara negara berkaitan dengan jabatannya. Hukuman maksimal bagi mereka yang dinyatakan terjerat pasal itu adalah penjara selama tiga tahun dan membayar denda Rp 150 juta.
Sementara itu, penyidik KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap dua petinggi dari perusahaan milik Siti Hartati Cakra Murdaya Poo, PT Hardaya Inti Plantations (PT HIP). Mereka adalah General Manager PT HIP, Yani Anshori, dan Direktur Operasional PT HIP, Gondo Sudjono.
Yani dan Gondo merupakan tersangka dalam kasus ini. Selain Yani dan Gondo, KPK juga sudah menetapkan Bupati Buol Amran Batalipu sebagai tersangka.
Menanggapi penetapan dirinya sebagai tersangka, Hartati Murdaya mengaku akan taat terhadap KPK. Sebelumnya, dia pernah memenuhi panggilan penyidik KPK untuk kepentingan penyidikan kasus itu.
"Saya menghormati KPK. Keputusan tersebut akan saya taati dan ikuti," ungkapnya saat akan meninggalkan rumahnya, Jalan Teuku Umar Nomor 42-44, Menteng, Jakarta Pusat.
Namun, Hartati tetap membantah telah mengundang Amran Batalipu terkait pembebasan lahan kelapa sawit. Pemberian uang Rp 3 miliar untuk keperluan pembebasan lahan kelapa sawit juga disebutnya sebagai fitnah.
"Itu kan fitnah yang disampaikan pada KPK. Jadi, mungkin KPK merasa mendapat alat bukti atau apa. Tapi, itu sifatnya masih dugaan, masih harus ke pengadilan," kata Hartati.
Berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap Hartati, Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat, Andi Mallarangeng, menegaskan, partai penguasa tersebut akan menonaktifkan yang bersangkutan dari keanggotaan partai.
Bagi Partai Demokrat, kasus itu harus diserahkan penuh kepada KPK. "Kami harapkan semuanya dilakukan dengan seadil-adilnya, biar tahu dulu permasalahannya bagaimana," ujar Menteri Pemuda dan Olahraga ini.
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Marzuki Alie. Keputusan menonaktifkan Hartati akan dibahas dalam sebuah pertemuan Dewan Pembina Partai Demokrat.
"Nanti kami lihat di rapat dewan pembina, nanti kami agendakan untuk kami sikapi dalam konteks komitmen Partai Demokrat dalam pemberantasan korupsi," kata Marzuki.
Menurut dia, jabatan Hartati sebagai anggota Dewan Pembina Partai Demokrat akan tetap disandangnya sampai ada status hukum yang tetap. Namun, untuk sementara waktu, Hartati akan dinonaktifkan hingga proses hukumnya ditetapkan.
"Sebelum ada keputusan pengadilan tetap sebagai anggota, selama ini yang bersangkutan sebagai pengurus tentu yang bersangkutan dinonkatifkan. Namun, dewan pembina ini kan bukan operasional," kata Marzuki.
Apresiasi atas penetapan status tersangka terhadap Hartati diungkapkan mantan Ketua Wali Umat Buddha Indonesia (Walubi) DKI Jakarta, Rahib Jimmu. Rahib Jimmu menilai KPK sudah mengerjakan amanat rakyat dan negara dengan baik.
Keberhasilan KPK merupakan hal yang patut dipuji oleh segenap rakyat karena berani melakukan pembersihan tanpa pandang bulu.
"Apalagi yang berkaitan dengan tokoh yang berlabelkan tokoh agama. Ini suatu pujian, suatu kehormatan bagi seluruh rakyat Indonesia, hukum dijalankan," ujar Rahib Jimmu saat mendatangi gedung KPK.
Saat ini Hartati Murdaya masih berstatus sebagai pejabat Ketua Umum Walubi. Penetapan yang bersangkutan sebagai tersangka harus disyukuri.
"Syukur, semua menjadi jelas. Umat Buddha harus bisa menanggapi ini dengan jernih. Ini bukan terkait dengan instansi umat Buddha, tetapi pembersihan," kata Jimmu.
Sementara itu, Wakil Ketua Walubi Widyeka Sabha Walubi, Suhadi Sendjaja, menegaskan, Hartati Murdaya tetap sebagai ketua umum. Dia menegaskan Walubi tetap mendukung Hartati.
"Kami pikir sama seperti kami pernah membuat pernyataan bahwa semua majelis Budha tetap solid mendukung Ibu Hartati baik dalam statusnya sebagai tersangka", kata Suhadi, sebagaimana yang dikutip dari suarakarya-online.com pada Kamis (9/8).
Suhadi mengatakan, pimpinan pusat Walubi tidak akan mencopot Hartati dari jabatannya sebagai Ketua Umum Walubi. Sebab, di masa kepemimpinan Hartati, Walubi terbukti menjadi organisasi keagamaan yang maju dan berkembang hingga saat ini.(skr/bhc/opn) |