JAKARTA, Berita HUKUM - Lembaga Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) pada Jumat 27 September 2013 telah mengeluarkan laporan kelima penilaian tentang perubahan iklim, bahwa pembakaran bahan bakar fosil adalah penyumbang utama gas rumah kaca. Dan manusia memiliki waktu yang kian singkat untuk terhindar dari peningkatan suhu bumi yang membuat perubahan iklim yang terkendali, yakni selama 30 tahun ke depan.
Namun bank-bank internasional lebih memilih mengambil keuntungan dari penambangan batubara di Pulau Kalimantan, jenis bahan bakar fosil yang paling tinggi buangan gas rumah kacanya.
Lima buah bank terbesar Inggris terlibat dalam pemanasan dunia melalui batubara Kalimantan. Bank tersebut adalah HSBC, Barclays, Standard Chartered, RBS dan Lloyds, berdasarkan laporan lembaga non pemerintah Inggris minggu ini, World Development Movement.[1] Sebanyak 83 persen batubara produksi Kalimantan Timur terkait dengan bank Inggris.
Disamping bank, Dana Pensiun Norwegia juga menaruh investasi pada perusahaan-perusahaan tambang batubara Kalimantan sebanyak 34,2 juta dollar AS. Hal ini tentu bermuka dua dan tak sejalan dengan tujuan pemberian 1 milyar dollar Pemerintah Norwegia untuk penyelamatan hutan Indonesia .
Bank lain yang turut membakar dunia dengan batubara Kalimantan adalah Bank Dunia lewat Jaminan Pendanaan Infrastruktur Indonesia (Indonesia Infrastructure Guarantee Fund -IIGF). Salah satu diantara program tersebut adalah proyek jalan kereta api batubara Kalimantan (Puruk Cahu –Bangkuang)[2].
Arie Rompas, Direktur WALHI Kalimantan Tengah menyatakan, disamping pemanasan global, proyek jalan kereta api ini Puruk Cahu-Bangkuang akanmempercepat pengerukan batubara di Kalimantan Tengah berdampak bagi kerusakan lingkungan karena akan membuka hutan dan wilayah tangkapan air di wilayah hulu pulau Kalimantan. Proyek ini juga akan mendorong konflik dan perampasan tanah masyarakat adat dayak akibat ekspansi pertambangan batu bara.
Pius Ginting, Pengkampanye Tambang dan Energi WALHI menyatakan, negara-negara dan bank internasional saatnya mengurangi dan menghentikan investasi di sektor batubara Indonesia. Pemerintah Indonesia harus segera membuat strategi phasing out batubara, karena tren global sekarang sedang mengarah ke energi terbarukan. Bank Indonesia dan Kementerian Lingkungan Hidup yang telah menggagas prinsip Green Banking[3] sebaiknya membuat sektor batubara sebagai investasi tak ramah lingkungan dan mendorong bank-bank nasional dan internasional agar tidak melakukan investasi di sektor energi kotor ini.(rls/wlh/bhc/sya) |