JAKARTA, Berita HUKUM - Memasuki bulan kedelapan era pemerintahannya, Presiden Joko Widodo dan Kabinet Kerja yang ia pimpin menghadapi perjudian yang cukup berbahaya. Misalnya, naiknya harga kebutuhan pokok benar-benar menjadi ujian bagi daya tahan rakyat, apalagi ditambah dengan masyarakat Indonesia pada pekan depan akan memasuki bulan suci Ramadhan 1436 H, dimana diprediksi harga-harga sembako akan meroket tajam.
"Karena kenaikan itu disebabkan politik ekonomi Jokowi menghapus subsidi bahan bakar minyak (BBM)," jelas Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR, Bambang Soesatyo, Minggu (7/6).
Perjudian lain yang dihadapi Jokowi terkait dengan kompetensi dan kapabilitas pemerintahannya. Penghapusan subsidi BBM menyebabkan anjloknya daya beli rakyat. Konsekuensinya, konsumsi dalam negeri merosot.
"Kinerja sektor swasta pun melemah. Pemutusan hubungan kerja (PHK) mulai terjadi dimana-mana, ungkapnya.
Sementara pada saat bersamaan, kinerja pemerintah terbilang buruk. Hingga pekan pertama Juni 2015, penyerapan anggaran diperkirakan baru 18 persen. "Kalau penyerapan anggaran hingga akhir tahun jauh dari persentase ideal, Presiden Jokowi dan Kabinet Kerja akan dinilai tidak kompeten dan tidak kapabel," ungkap pengurus Kadin ini.
Ditambah lagi dengan faktor melemahnya rupiah terhadap dolar AS (1 USD = Rp.13.280,-) per Jumat (5/6).
Dia menjelaskan, buruknya kinerja swasta dan pemerintah itu dilihat sebagai benih krisis ekonomi. "Benih krisis itu mulai dirasakan langsung oleh hampir semua elemen rakyat; ibu rumah tangga, pengusaha kecil maupun para manajer serta para boz besar dari perusahaan-perusahaan terkemuka," tukas Bamsoet, demikian ia sering disapa.
Karena itu, sambungnya, kemungkinan tak bisa memenuhi ajakan Presiden untuk melalui masa-masa ini sulit karena perubahan besar yang dicanangkannya. Sebab, Presiden Jokowi pernah menegaskan bahwa, setiap perubahan besar memang menyakitkan, bahkan seperti menelan pil pahit.
"Namun, dengan harga kebutuhan pokok yang semakin mahal, beban rakyat jelas menjadi sangat berat. Rakyat mungkin tidak mampu lagi untuk memenuhi ajakan Presiden melalui masa-masa sulit sekarang ini. Maka, patut bagi Presiden untuk waspada manakala daya tahan rakyat tak mampu lagi memberi toleransi," katanya mengingatkan.
Dalam amatannya, semua terus berharap keadaan bisa bertambah baik dari hari ke hari. "Namun, hari-hari ini, keprihatinan dan kecemasan tak bisa lagi ditutup-tutupi. Sebab, politik ekonomi Presiden Jokowi justru menciptakan jebakan yang cenderung membahayakan eksistensi pemerintahannya," tandasnya.(zul/rmol/bh/sya) |