Hong Kong Hong Kong: Aksi Ribuan Massa Tetap Digelar Meski RUU Ekstradisi Ditangguhkan 2019-06-17 05:24:15
Para pemrotes menolak penangguhan yang diajukan pemerintah Hong Kong.(Foto: Istimewa)
HONG KONG, Berita HUKUM - Ribuan orang berunjuk rasa di Hong Kong pada hari Minggu, meskipun pemerintah sudah memutuskan untuk menunda RUU ekstradisi yang kontroversial.
Para pendemo mendesak Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam untuk mengundurkan diri dan secara permanen membatalkan rencana tersebut.
Pada Minggu pagi, kerumunan besar orang berkumpul di Victoria Square, banyak yang mengenakan baju hitam atau membawa bunga berwarna putih.
Banyak yang membawa papan menuduh China "membunuh" para penduduk Hong Kong, sementara yang lain membawa pesan yang mendukung orang-orang yag terluka atau meminta Lam mengundurkan diri.
RUU kontroversial tersebut menyebabkan demonstrasi besar-besaran selama sepekan.
Para pengunjuk rasa prihatin dengan meningkatnya pengaruh Beijing di Hong Kong.
Hong Kong adalah bekas koloni Inggris, tetapi dikembalikan ke pemerintahan China pada tahun 1997 di bawah kesepakatan "satu negara, dua sistem" yang menjamin tingkat otonomi Hong Kong.
Jimmy Sham, dari kelompok protes Civil Human Rights Front, mengatakan unjuk rasa hari Minggu akan berjalan sesuai rencana, menggambarkan pengumuman penangguhan RUU serupa "pisau" yang telah ditusukkan ke kota.
"Ini hampir mencapai jantung kami. Sekarang pemerintah mengatakan mereka tidak akan mendorongnya, tetapi mereka juga menolak untuk menariknya," katanya.
Carrie Lam mengatakan dirinya telah mendengar seruan agar pemerintah "berhenti sejenak dan berpikir".
"Saya merasa kesedihan dan penyesalan mendalam bahwa kekurangan dalam kerja kami-dan beragam faktor lainnya—telah memicu kontroversi yang substansial," ujarnya.
Dia juga mengatakan urgensi untuk meloloskan RUU tersebut sebelum akhir periode legislatif "mungkin tak lagi ada".
Tetapi dia tidak mengatakan bahwa tagihan itu akan ditangguhkan secara permanen.
Pemerintah berargumen RUU ekstradisi yang diusulkan akan "menutup celah" sehingga kota itu tidak akan menjadi tempat yang aman bagi para penjahat, menyusul kasus pembunuhan di Taiwan.
Namun para pengkritik mengatakan undang-undang itu akan mengekspos orang-orang di Hong Kong ke sistem peradilan China yang sangat cacat dan mengarah pada erosi lebih lanjut terhadap independensi peradilan kota itu.
Kementerian luar negeri China secara terbuka mendukung Lam setelah pengumumannya.
"Pemerintah Pusat China menyatakan dukungan, rasa hormat dan pengertian terhadap keputusan pemerintah [Hong Kong]," kata juru bicara Geng Shuang dalam sebuah pernyataan
Di tengah-tengah debat internasional tentang Hong Kong, ia juga memperingatkan bahwa "urusannya murni urusan dalam negeri China yang tidak mengganggu negara, organisasi atau individu mana pun". Hak atas fotoAFPImage captionCarrie Lam mengumumkan penangguhan RUU Ekstradisi.
Apa kontroversi di balik RUU Ekstradisi?
RUU tersebut akan memungkinkan pihak berwenang di China daratan, Taiwan, dan Makau mengekstradisi tersangka yang dituduh melakukan kejahatan seperti pembunuhan dan pemerkosaan.
Permintaan kemudian akan diputuskan berdasarkan kasus per kasus.
Para pejabat Hong Kong mengatakan pengadilan Hong Kong akan memiliki keputusan akhir mengenai apakah akan memberikan permintaan ekstradisi seperti itu, dan tersangka yang dituduh melakukan kejahatan politik dan agama tidak akan diekstradisi.
Namun, para penentang RUU Ekstradisi mengatakan orang-orang akan dikenakan penahanan sewenang-wenang, pengadilan yang tidak adil dan penyiksaan di bawah sistem peradilan China.
Rancangan undang-undang terbaru mengemuka setelah seorang pria Hong Kong berusia 19 tahun diduga membunuh pacarnya yang berusia 20 tahun saat mereka berlibur di Taiwan bersama pada Februari tahun lalu. Pria itu melarikan diri dari Taiwan dan kembali ke Hong Kong tahun lalu
Sementara, Pemerintah Hong Kong menangguhkan rancangan undang-undang (RUU) Ekstradisi yang kontroversial setelah warga kawasan itu menggelar rangkaian demonstrasi besar-besaran selama hampir sepekan.
Pemimpin Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, mengaku menyesal.
"Saya merasa kesedihan dan penyesalan mendalam bahwa kekurangan dalam kerja kami—dan beragam faktor lainnya—telah memicu kontroversi yang substansial," ujarnya.
Lam mengatakan diriya telah mendengar seruan agar pemerintah "berhenti sejenak dan berpikir".
Dia juga mengaku "penjelasan dan komunikasi" RUU tersebut tidak memadai.
Disebutkannya, tujuan dia adalah "kepentingan-kepentingan terbesar Hong Kong" yang melibatkan memulihkan ketertiban dan kedamaian.
Lam mengatakan urgensi untuk meloloskan RUU tersebut sebelum akhir periode legislatif "mungkin tak lagi ada".
Tidak ada tanggal yang ditetapkan untuk "langkah selanjutnya", kata Lam. Hak atas fotoREUTERSImage captionRatusan ribu warga Hong Kong menolak RUU Ekstradisi.
Sebagaimana dilaporkan wartawan BBC di Hong Kong, Helier Cheung, pernyataan Carrie Lam ini mengagetkan mengingat sebelumnya dia berkeras menolak mencabut RUU itu walau dihadapkan pada penentangan besar-besaran dari warga.
Akan tetapi, sikap pemerintah Hong Kong ini bukan berarti langsung meredakan kekhawatiran warga.<
Seorang demonstran berkata bahwa dirinya yakin pemerintah "mencoba mengalihkan perhatian sampai oposisi tenang, kemudian mencoba memulai kembali proses" menggolkan RUU Ekstradisi.
Adapun sejumlah pengunjuk rasa lainnya menegaskan bahwa mereka masih akan ikut ambil bagian dalam rencana protes pada Minggu (16/6).
"Tujuan akhir kami adalah pembatalan RUU, bukan menundanya. Saya pikir masih ada banyak orang turun ke jalan besok," kata seorang pemimpin aksi pelajar. Hak atas fotoGETTY IMAGESImage captionPolisi menggunakan meriam air untuk menghalau seorang demonstran dekat gedung pemerintah, Rabu (12/06).
Apa kontroversi di balik RUU Ekstradisi?
RUU tersebut akan memungkinkan pihak berwenang di China daratan, Taiwan, dan Makau mengekstradisi tersangka yang dituduh melakukan kejahatan seperti pembunuhan dan pemerkosaan.
Permintaan kemudian akan diputuskan berdasarkan kasus per kasus.
Para pejabat Hong Kong mengatakan pengadilan Hong Kong akan memiliki keputusan akhir mengenai apakah akan memberikan permintaan ekstradisi seperti itu, dan tersangka yang dituduh melakukan kejahatan politik dan agama tidak akan diekstradisi.
Namun, para penentang RUU Ekstradisi mengatakan orang-orang akan dikenakan penahanan sewenang-wenang, pengadilan yang tidak adil dan penyiksaan di bawah sistem peradilan China.
Rancangan undang-undang terbaru mengemuka setelah seorang pria Hong Kong berusia 19 tahun diduga membunuh pacarnya yang berusia 20 tahun saat mereka berlibur di Taiwan bersama pada Februari tahun lalu. Pria itu melarikan diri dari Taiwan dan kembali ke Hong Kong tahun lalu.(BBC/bh/sya)
PT. Zafa Mediatama Indonesia Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359 info@beritahukum.com