JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Indonesia Corruption Watch (ICW) mendukung langkah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemekumham) terkait moratorium remisi bagi koruptor. Namun, diperlukan langkah konkret dan dipermanenkan melalui Peraturan Pemerintah (PP). Namun, langkah ini mendapat tentangan dari Yusril Ihza Mehendar. Bahkan, ia berencana melayangkan somasi terhadap dua pimpinan kemeterian tersebut.
Menurut Peneliti ICW, Febri Diansyah dalam jumpa pers di kantor ICW, Jakarta, Senin (1/11), pemberian remisi memang harus lebih diperketat. Terutama bagi terpidana kasus korupsi. "Kami menyambut dengan senang hati moratorium remisi bagi koruptor. Tapi harus dipermanenkan dengan peraturan pemerintah (PP) dan presiden harus segera menandatangani, agar moratorium itu tidak dimaksudkan untuk kepentingan pencitraan,” kata dia.
Dijelaskan, PP terakhir yang ditetapkan presiden mengenai aturan pemberian remisi kepada koruptor dan teroris yang diperketat. Sedangkan untuk PP yang baru harus lebih diperketat lagi aturan serta syaratnya. Seperti perlakuan khusus bagi whistle blower dan justice colaborar, sehingga narapidana tetap mendapatkan haknya dan tidak melanggar UU.
Mengenai wacana hukuman minimal bagi koruptor selama lima tahun, jelas Febri, bisa diterapkan saja diterapkan. Tetapi yang lebih penting adalah membuat efek jera bagi koruptor. Hal ini dapat ditempuh dnegan menjatuhkan vonis berat, memiskinkan dan sanksi kerja sosial.
“Kerja sosial bia digunakan sebagai penggantian kerugian negara atau pengganti denda. Jika perlu para koruptor itu diharus menyapu jalan raya. Artinya, para koruptor itu harus bekerja sosial di bidang pelayanan publik,” tandasnya.
Dalam kesempatan terpisah, mantan Menteri Hukum dan Perundang-undangan (Menkumdang) Yusril Ihza Mahendra berencana mengajukan somasi terhadap Menkumham Amir Syamsudin dan Wamenkumham Denny Indrayana. Hal ini tentu saja terkait dengan kebijakannya untuk melakukan moratorium remisi terhadap terpidana kasus korupsi.
"Saya akan mensomasi Menkumham dan Wamenkumham. Somasi itu akan kami lakukan mungkin hari ini atau besok, setelah surat kuasa kami tandatangani. Kemudain, kami akan mengajukan uji materi kepada Mahkamah Agung terhadap berbagai Peraturan Presiden dan Peraturan Pemerintah yang dianggap bertentangan dengan UU Pemasyarakatan yang berlaku," katanya.
Menurut dia, moratorium remisi bagi terpidana kasus korupsi telah melanggar peraturan perundang-undangan khususnya UU Pemasyarakatan, dimana disebutkan bahwa remisi merupakan hak dari setiap narapidana. Selain itu moratorium remisi tersebut, juga akan melanggar hak konstitusi warga negara. “Revisi dulu UU yang mengatur remisi dam pembebasan bersyarat, sebelum melakukan moratorium,” jelas dia.(tnc/spr/wmr)
|