SEMARANG, Berita HUKUM - Indeks korupsi Indonesia dinilai masih tinggi. Pasca reformasi ini program pemberantasan korupsi jadi pertanyaan Komisi III DPR RI. Walau sudah ada tiga lembaga seperti Polri, Kejaksaan, dan KPK, korupsi tidak menurun.
Demikian mengemuka saat delegasi Komisi III DPR RI menggelar pertemuan di Mapolda Jawa Tengah untuk membahas program pemberantasan korupsi, Jumat (13/10). M. Nasir Djamil yang memimpin delegasi kunjungan kerja spesifik ini mengatakan, Komisi III sangat berkepentingan mengetahui program apa yang sudah dilakukan instansi penegak hukum di Jawa Tengah dalam memberantas korupsi.
Hadir dalam pertemuan tersebut Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Condro Kirono, Irwasda, Diskrimsus, Kajati, Kepala Pengadilan Tinggi, dan tiga akademisi dari UNDIP, UNTAG, serta UNNES. Menurut Nasir, untuk memberantas korupsi yang dilakukan penguasa harus dilakukan oleh penguasa pula. "Hanya penguasa yang bisa mengawasi kekuasaan," tegasnya dalam pertemuan tersebut.
Korupsi, sambung Nasir, merupakan kejahatan luar biasa. Untuk itu, perlu penanganan yang luar biasa pula. Sayangnya, walau sudah ada tiga institusi penegak hukum di Indonesia, tren tindak pidana korupsi belum menurun signifikan. Indeks korupsi Indonesia masih kalah dengan Malaysia dan Brunei. Dibutuhkan strategi jitu dan koordinasi yang kuat antartiga lembaga itu untuk memberantas korupsi.
Kapolda Jawa Tengah mengungkapkan, pada tahun 2017 hingga triwulan III ada 40 kasus korupsi yang sudah ditangani dari target 75 kasus atau 53 persen yang terselesaikan. Kerugian negara akibat korupsi di Jawa Tengah pada 2017 mencapai Rp 53.257.866.276. Dari jumlah itu, kerugian negara yang berhasil dikembalikan sebesar Rp 5.951.394.117. Hingga triwulan III 2017, terang Kapolda, ada 89 kasus dalam tahap penyelidikan, 63 kasus penyidikan, dan yang sudah diaudit 83 kasus.
Sementara itu, Kajati dalam penjelasannya di hadapan delegasi Komisi III menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi yang dilakukan masih didominasi penyimpangan pengadaan barang dan jasa. Kini, Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah sedang mengawal anggaran sebesar lebih dari Rp 49 miliar yang masuk tindak pidana korupsi.
Sementara, Setelah 15 tahun era reformasi berjalan, agenda pemberantasan korupsi masih jalan di tempat. Padahal, bangsa ini harus segera bangkit dan bersaing dengan bangsa lain setelah lepas dari kekuasaan otoritarian rezim ORBA.
Anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu menegaskan hal itu menurutnya, agenda pemberantasan korupsi saat ini masih dimonopoli Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal, kinerja KPK kurang menggembirakan. Mestinya pada usia 15 tahun reformasi, korupsi sudah diberantas atau setidaknya sudah jauh berkurang dibanding sebelum reformasi.
"Pemberantasan korupsi masih jalan di tempat. Saya juga tidak setuju negara ini dibangun dengan cara korup. Namun, agenda pemberantasan korupsi jangan melanggar UU seperti dilakukan KPK saat ini," ucap Anggota F-PDI Perjuangan itu. Di hadapan Kapolda, Masinton menegaskan kecewa dengan kerja KPK.
"Sebagai Anggota Pansus Angket KPK di DPR, saya menemukan banyak pelanggaran yang dilakukan KPK. Selain penyadapan yang melanggar hukum, barang sitaan koruptor juga tidak pernah dilaporkan KPK ke Rupbasan," ungkapnya. Belum lagi, para saksi penting dalam kasus korupsi tidak ditempatkan di rumah aman yang dikuasai LPSK.
Masinton juga mendesak agar datasemen antikorupsi (Densus Tipikor) segera dibentuk seperti diusulkan Komisi III. Koordinasi dan supervisi di antara tiga lembaga penegak hukum tidak berjalan baik dalam memberantas korupsi. Padahal, amanat perjuangan reformasi, bangsa ini harus segera terbebas dari korupsi.(mh,mp/DPR/bh/sya) |