JAKARTA, Berita HUKUM - Anggota Komisi VII DPR RI Mercy Cristina Barends mempertanyakan perbedaan perlakuan antara 6 platform vaksin merah putih yang ada dengan vaksin Nusantara. Menurutnya, semua pihak harus menempatkan prinsip bahwa dalam ilmu pengetahuan bebas dari semua kepentingan. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan tidak boleh dibatasi dengan hambatan-hambatan prosedural dan hambatan lainnya. Termasuk tidak boleh adanya perbedaan perlakuan saintifik secara prosedural.
"Dari awal sudah ada perbedaan perlakuan antara 6 platform vaksin dengan vaksin Nusantara. Di sini disebutkan 6 platform vaksin, tapi vaksin Nusantara tidak disebutkan. Saya tidak tahu ada permasalahan apa dengan pengembangan vaksin anak-anak bangsa ini. Sementara yang kita bicarakan ini mengenai ilmu pengetahuan," tanya Mercy dalam RDP) Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (15/9).
Mercy menyayangkan, sejak awal perbedaan perlakuan antara 6 platform vaksin dengan vaksin nusantara karya anak-anak bangsa. Padahal 6 platform vaksin yang sedang dibicarakan ini, merupakan vaksin yang berskema impor. "Ini harus diselesaikan. Supaya negara kita tercinta ini tidak hanya sekedar sebagai marketplace negara-negara lain (produsen vaksin, red)," tegasnya.
Politisi dari Fraksi PDI Perjuangan ini berharap ada percepatan pengembangan dari seluruh vaksin yang ada, termasuk vaksin Nusantara karya anak-anak bangsa yang cerdas dan hebat. Kedua, ia berharap pemerintah sebagai regulator, pemberi izin-izin juga memperlakukan hal yang sama terhadap vaksin Nusantara.
"Jika peraturan vaksin-vaksin yang lain boleh mendapatkan tahapan yang sama, uji klinis 1,2, 3 dan lain sebagainya, saya juga berharap hal tersebut juga diberikan kepada vaksin Nusantara. Karena terkait vaksin Nusantara ini, negara lain sampai minta uji klinisnya dilakukan di negara lain. Bahkan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) sampai register (vaksin Nusantara) itu," jelasnya.
Selain itu, Mercy berharap ada pengaturan yang jelas dan benar terkait komponen uji skrinning industri vaksin di Indonesia. Pasalnya dalam komponen industri vaksin, Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI itu melihat ada dua skema ya antara industri masalah yang dikelola oleh BUMN atau perusahaan-perusahaan swasta nasional.
Legislator dapil Maluki itu meyakini, semangat Komisi VII DPR RI, vaksin impor ataupun vaksin Nusantara yang temukan oleh anak bangsa itu semuanya pendekatannya subsidi. Jangan sampai vaksin yang sudah dihasilkan oleh anak bangsa ini dengan susah payah ini ke depan tiba-tiba menjadi vaksin swadaya.
"Bagi kami, karena ini menyangkut riset yang merupakan bidang kami di Komisi VII, maka taruhannya integritas kami yang ada di Komisi VII. Kalau kita pulang ke daerah-daerah, kita dipertanyakan mana itu vaksin yang ada, sudah sampai di mana itu vaksin merah putih dan vaksin Nusantara. Mereka (masyarakat) tidak tanya tentang Sinnovac, mereka tidak tanya tentang Moderna. Kalau ada punya kita sendiri, kenapa juga kita harus membicarakan yang dari luar," pungkasnya.(ayu/sf/DPR/bh/sya) |