JAKARTA, Berita HUKUM - Membicarakan soal isu tembakau bagi Poksi IX, tidak terlepas dari masalah isu perlindungan kesehatan terhadap bahaya dampak konsumsi tembakau yang mematikan. Dari hasil penelitian Global Adult Tobacco Survey (GATS) terbaru yang diluncurkan oleh Menkes, Dr. Nafsiah Mboi, yang mengkonfirmasi bahwa kita sudah diambang kehancuran yang diakibatkan oleh konsumsi tembakau. Dibuktikan melalui survey ini bahwa Indonesia adalah pasar kedua terbesar di dunia saat ini menggeser kedudukan China dan India. Untuk itu Poksi IX dalam upaya member perlindungan kepada rakyat dari penyakit dan kematian akibat konsumsi dan paparan tembakau, pada saat ini sedang memperjuangkan sebuah RUU Perlindungan Kesehatan Rakyat dari Dampak Negatif Rokok dan Produk Sejenisnya.
Demikian salah satu point dalam konprensi pres yang diadakan komisi IX DPR RI di Gedung Nusantara III, Kamis (13/09). Konprensi pers dipimpin langsung oleh Dr.Subagyo Partodihardjo, didampingi nara sumber lainnya, Dr. Nova Rianti Yusuf dan Dr.Dian Syahroza.
Penelitian beberapa organisasi dan bahkan laporan media dua minggu terakhir ini menguak apa yang terjadi di lapangan, tata niaga yang licik membuat petani tembakau sengsara dan tak berdaya. Sementara industri tembakau yaitu pabrik rokok terus mengeruk keuntungan dari keadaan ini. Industri bukan saja mengeruk keuntungan secara financial tetapi juga dengan licik memanfaatkan para petani tembakau untuk berdemonstrasi melawan upaya pembuatan regulasi pengendalian tembakau yang sebetulnya sama sekali tidak ada kaitannya dengan para petani tembakau.
Anehnya beberapa organisasi yang terus menentang upaya regulasi tembakau yang selama ini mengatasnamakan petani tembakau, tidak terdengar suaranya ketika para petani tembakau ini merintihkan nasib malangnya ditindas pabrikan rokok dan para mitranya yaitu tengkulak tembakau. Menurut penelitian RGI Keberadaan kelompok tani hanyalah sebatas pendistribusian faktor produksi seperti bantuan pupuk dan benih pada petani dari Pemerintah Eksistensiasosiasi petani tembakau tidak berlangsung lama, mengingat tingginya vested interest pada elitasosiasi. Kasus di Pamekasan menunjukkan bahwa Ketua Asosiasi nyaring bersuara di awal, kemudian melemah di akhir, bahkan mendukung kebjakan industry akibat tawaran insentif pada pribadi. Di sini dapat kita simpulkan siapa musuh petani tembakau sebetulnya, bukan upaya regulasi tembakau tetapi industry rokok dan tim lapangannya dan tengkulak tembakau.
Sebagai wakil rakyat tentunya Poksi IX FPD yang bertanggungjawab di bidang Kesehatan masyarakat tidak mengingingkan ada kesengsaraan rakyat terkait masalah tembakau ini, yang berarti : Tidak ingin Indonesia dieksploitasi sebagai pasar produk rokok yang beracun mematikan dan adiktif. Tidak ingin petani tembakau dirugikan oleh pihak manapun.
Untuk itu melalui kesempatan ini, Poksi IX FPD menginginkan untuk: Pemerintah segera menjalankan mandat perlindungan rakyat dari bahaya tembakau sesuai dengan UU kesehatan No.36 / 2009, yaitu dengan segera mensahkan RUU Perlindungan Kesehatan Rakyat dari Dampak Negatif Rokok dan Produk Sejenisnya.
Pemerintah ikut campur tangan dalam melindungi petani tembakau dengan: mengontrol tata niaga tembakau yang adil, melarang impor tembakau, memberikan pelatihan agrobisnis bagi petani tembakau serta memfasilitasi petani tembakau yang ingin beralih tanam kepertanian lainnya yang lebih stabil dan menguntungkan.
Yang terakhir dan juga sangat krusial adalah meminta kerjasama media untuk memberikan info yang seimbang mengenai isu tembakau ini sehingga tidak menyudutkan upaya Poksi IX dalam memperjuangkan kesehatan masyarakat menjauhkan dari bahaya dampak konsumsi rokok dan paparannya yaitu dengan turut membantu pengedukasian mengenai RUU Perlindungan Kesehatan Rakyat dari Dampak Negatif Rokok dan Produk Sejenisnya.(bhc/kp/rat)
|