JAKARTA, Berita HUKUM - Politikus PDI-Perjuangan Kapitra Ampera membantah keinginan menjadi Jaksa Agung Republik Indonesia untuk menjegal Politikus Partai NasDem Maruli Hutagalung.
Kapitra mengaku, dirinya tidak mengenal siapakah Maruli yang merupakan mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
"Saya nggak paham dan (tidak) kenal itu," ujar Kapitra yang juga sebagai salah satu Pengacara tenar ini singkat saat dihubungi pewarta BeritaHUKUM.com, Jakarta, Kamis (2/5).
Sementara itu, Presenter Indonesia Laywer Club (ILC) Karni Ilyas mendukung permintaan mantan kuasa hukum Habib Rizieq Shihab tersebut kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Dalam akun twitternya @karniilyas petinggi Stasiun TV berita TVOne itu menyebutkan, bahwa Kapitra adalah kuda troya yang dapat berubah menjadi kotak pandora.
"Mohon maaf, saya mendukung Pak Kapitra Ampera jadi Jaksa Agung yad. Hanya beliau orang Indonesia yang mampu berubah dari Kuda Troya jadi Kotak Pandora. Di tangan beliau sebagai Jaksa Agung saya percaya penegakan hukum akan semakin baik," tulisnya.
Sebelumnya, Kapitra menyebutkan, dirinya sudah jungkir balik dan berdarah-darah untuk pindah haluan mendukung Jokowi-Ma'ruf dalam Pilpres 2019.
"Saya kan sudah jungkir balik, berdarah-darah. Saya berharap kepada Pak Jokowi untuk bisa diberi kesempatan. Kalau sesuai dengan bidang saya itu, ya, Jaksa Agung," ujar Kapitra kepada wartawan, Selasa (30/4).
Kapitra menyatakan, dari jenjang sarjana sampai strata tiga, dia konsisten menempuh bidang hukum. Dia juga mengatakan sudah cukup berpengalaman sebagai praktisi hukum, khususnya sebagai advokat.
"Sesuai dengan bidang saya, ya, kalau boleh ya Jaksa Agung," kata Kapitra.
Dirinya menyebutkan, dia kehilangan banyak teman dan relasi gara-gara pindah haluan mendukung Jokowi.
"Saya kehilangan banyak teman. Pengorbanan saya sudah cukup banyak. Rumah sampai dimolotov dan sebagainya," kata Kapitra.
Lalu, bagaimana dengan pencalegannya? Kapitra kini mengatakan dia lebih cocok berada dalam sebuah struktur. Dia mengklaim tidak akan mengambil kursi legislatif seandainya melenggang ke Senayan.
"Pencalegan PDIP dulu itu kan hanya pintu masuk saja," tutur Kapitra.
Khusus untuk pencalegannya, Kapitra menyatakan dia menjadi korban kecurangan, baik di lingkup internal maupun faktor eksternal. Kapitra menyebutkan, selama masa kampanye ini, dia sudah berusaha maksimal. Dia turun dari satu desa ke desa lain. Dapil 2 Riau ini terdiri dari Kabupaten Kampar, Pelalawan, Indragiri Hulu (Inhu), Indragiri Hilir (Inhil), dan Kuansing.
"Awalnya perhitungan suara saya mencapai 280 ribu. Karena ada kecurangan ya sekarang adalah antara 70 ribu sampai 80 ribu suara," kata Kapitra.
Seperti diketahui, pada periode pertama, kursi Jaksa Agung jatuh kepada politikus Partai Nasdem, Muhammad Prasetyo.
Prasetyo berhasil melenggang ke Senayan pada pemilu 2014 lalu di daerah pemilihan Jawa Tengah II yang meliputi wilayah Kabupaten Kudus, Jepara dan Demak.
Ketika pengakatan Prasetyo muncul kontroversi sebab mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) itu adalah seorang politisi.
Hal ini pun meragukan Anggota Komisi III DPR Muslim Ayub atas integritas HM Prasetyo jadi Jaksa Agung. Menurut dia, penegakan hukum tidak akan berjalan baik jika Jaksa Agung dari kalangan politisi.
"Saya katakan kemarin politisi jadi Jaksa Agung tidak pernah Indonesia akan jadi baik. Jaksa Agung yang betul netral bukan dari politisi," ujar Muslim di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (20/11/2014) lalu.
Terpisah, Prasetyo menjamin dirinya akan independen menangani kasus di Kejaksaan Agung.
"Dijamin integritas dan independensi," ujarnya.
Dan sekarang, dari Partai Nasdem terdapat Maruli Hutagalung yang merupakan mantan Kejati Jatim dan sempat menjabat sebagai menjabat Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus).
Apakah Maruli akan senasib dengan Prasetyo?
Sampai berita ini ditulis kami belum mengkonfirmasi akan hal tersebut kepada Maruli.(bh/br) |