Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Cyber Crime    
Cyber Crime
Ini Cara Polisi Lacak Teroris di Dunia Maya
2016-12-26 11:51:25
 

Ilustrasi. Cyber Crime.(Foto: Istimewa)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Kejahatan terorisme yang terkategori extraordinary crime (kejahatan luar biasa) terus bertranformasi. Saat ini kejahatan yang juga lintas batas itu menyebarkan pahamnya ke Indonesia dari ISIS di Suriah melalui sarana cyber. Tidak lagi konvesional melalui tatap muka dan sentuhan langsung seperti masa lalu.

Hal ini dikatakan oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam acara dengan forum Pimred, Rabu (21/12) lalu. Menurut jenderal bintang empat ini rekrutmen melalui media sosial ini dikenal dengan istilah cyber terrorism yang artinya teror yang bergerak di dunia maya.

"Cyber terrorism, cyber jihad, istilah mereka. Melakukan rekrutmen, pelatihan, cyber training. Jadi latihannya ga lagi fisik, tapi online seperti cara-cara membuat bom, kemarin yang jaringan Solihin dan Dian (bom panci untuk Istana), itu online semua. Belajar membuat bomnya online," kata Tito.

Setelah itu, masih kata Tito, mereka membuat cyber operation, menyurvei target, dan hingga pendanaan pun serba online. Ada yang menggunakan bit coin atau uang dunia maya. Oleh karena itu polisi juga masuk untuk melakukan cyber counter terrorism.

"Kita melakukan cyber patrol, cyber attack kepada mereka, termasuk melakukan cyber surveilance melalui dunia maya. sehingga beberapa hasil (pengungkapan jaringan terorisme) yang terakhir ini kita banyak melakukan cyber counter terrorism itu," jelasnya.

Situasi ini menurut Tito jelas memprihatinkan karena dunia maya disalahgunakan untuk aksi yang berbahaya itu. Untuk itu perlu ada regulasi lebih kuat atau teknik-teknik lain yang non legal. Termasuk memperkuat kapabilitas investigasi di dunia maya untuk menyerang mereka.

"Kita sudah dan banyak bekerja sama dengan Kominfo. Tapi saya gak akan jelaskan detail (cara kita melakukan cyber counter terrorism ini). Intinya ada cyber army, cyber troops, tiap hari kerjanya membaca website, nanti ketemu satu (jaring terorisme), ada chatting room, diikuti terus," lanjutnya.

Teknik-teknik cyber patrol ini, masih kata Tito, pada dasarnya sama seperti teknik-teknik investigasi di dunia nyata. Yakni mengikuti target dimana ada yang mengunakan undercover atau penyamaran. Polisi masuk ke kelompok mereka untuk chatting, kalau ada akun berbau terorisme, polisi juga ikut masuk.

"Semua (aksi dan pelaku teror) pada 2016 ini oleh Jamaah Anhsaru Daulah (JAD) yang dipimpin Aman Abdurrahman. Dia pimpinan untuk lokalnya. Dia intermediary untuk menuju ke ISIS, (disana) ada Bahrun Naim, Bahrum Syah, dan Salim Mubarokh," urainya.

Sebenarnya pola ini juga hampir sama dengan pola teroris di tahun 2000'an di era Jamaah Islamiah (JI). Al-Qaeda adalah payung internasionalnya lalu untuk lokal ada Abu Bakar Ba'asyir dan ditengahnya ada Hambali.

"Sekarang ISIS, di bawah ada operator-operatornya seperti JAD. Salim Mubarok ini informasinya meninggal di Suriah tapi kita belum konfirmasi. Tapi yang dua (Naim dan Bahrum Syah) ini masih aktif," ujarnya.

Sehingga, Tito memperediksi, khusus untuk teroris yang masuk dalam jaringan, di mana sel-selnya sebagian besar sudah terdeteksi, maka mereka akan lebih mudah ditangkap. Tapi mereka juga paham cara menghindari deteksi intelijen dengan metode tertentu termasuk menggunakan sistem komunikasi diantara mereka.

"Nah ini pintar-pintaran dengan mereka. Ada yang kita lolos (kebobolan), seperti kasus bom di Thamrin, Gereja di Samarinda, bom di Mapolres Solo, tapi sebagian besar berhasil dicegah seperti bom di Tangsel. Tahun ini sudah 40 orang yang ditangkap. Ini memberikan efek kepada mereka dan akan kita tekan terus ga akan berhenti," tegasnya.

Polisi akan mengembangkan dan mengejar terus sampai ke sel-sel terkecil. Yang agak rawan itu menurut Tito adalah mereka yang disebut lone wolf. Yakni mereka yang belajar sendiri dari internet, teradikalisasi sendiri, operasi sendiri. Ini seperti yang terjadi pada kasus penyerangan di Gereja di Medan.

"Memang yang lone wolf jarang terjadi dan intake-nya kecil tapi, Insya Allah, dengan adanya penangkapan-penangkapan belakangan ini Natal dan tahun baru aman," sambungnya.

Menkominfo Rudiantara menambahkan ditempat yang sama bila pihaknya memberikan karpet merah pada Polri, BNPT, dan BIN untuk melakukan perang dan blokir pada konten terorisme-radikalisme.

"Juga ada TNI di belakang kita dan kita itu tidak pernah pakai prosedur yang berbelit-belit karena kalau terorisme kan kita tidak pernah tahu kapan akan dilakukan, dimana akan dilakukan. Jadi pemikiran itu harus dilakukan tidak ada ba bi bu, kita straight forward untuk masalah radikalisme dan terorisme," sambungnya.

Mantan Kadensus 88/Antiteror yang kini aktif membantu BNPT, Brigjen (pur) Surya Dharma mengamini semakin peliknya urusan kontra teror di jaman serba canggih dan terkoneksi seperti saat ini. Dunia maya menjadi backbone utama kelompok teror.

"Dulu, operasi Bom Bali tahun 2002 oleh Jamaah Islamiah (JI), didanai dengan cara konvensional. Fai (merampok) toko emas di Serang dan sebagian dananya dikirim oleh Al Qaedah dan dibawa oleh Khaled Syekh Muhammad dan lalu diberikan kepada Mukhlas. Kini sudah digital," kata Surya Jumat (12/23).

Hal lain yang berbeda adalah soal struktur dimana dimasa lalu, di era JI, strukturnya jelas. Ada amir yang berkedudukan di Markaziyah (pusat), ada mantiqi (regional), ada wakalah (provinsi), khatibah (kota), qirdas, dan fiah.

Namun saat ini cukup seorang Naim-yang antara lain mengoperasikan bahrunnaim.xxxxx dan Amman yang mengoperasikan millahxxxxxxx.xxxxxx—mereka mampu mempengaruhi kelompoknya. Situs itu sudah diblok tapi masih bisa diakses dengan cara menggunakan proxy.

"Dari semula yang tidak radikal, lalu menjadi radikal setelah percakapan berbulan-bulan seperti kasus Dian Yulia Novi, pelaku yang hendak mengebom di Istana. Dulu tidak ada ceritanya perempuan mau jadi aktor bom bunuh diri," sambungnya.

Untuk itu Surya mengatakan jika masyarakat tidak boleh underestimate dengan bahaya yang ditimbulkan oleh kelompok Naim yang saat ini terdiri dari sel-sel kecil yang saling terputus dan terdiri dari 10-20 orang itu.

Fakta membuktikan mereka mampu membuat bom dan senjata rakitan yang membahayakan jiwa. "Perang melawan terorisme belum selesai dan kini masuk ke dalam babak baru," tambahnya.(FaroukArnaz/FMB/BeritaSatu.com/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Cyber Crime
 
  Website Diretas, Puan Maharani Minta BSSN Berbenah Diri
  Jerman Mulai Selidiki Dugaan Serangan Siber oleh Rusia
  2 Pelaku Tindak Pidana Peretasan Situs Sekretariat Kabinet Ditangkap Bareskrim Polri
  Biro Paminal Divpropam Susun SOP Patroli Siber, Pengamat Intelijen: Upaya Menuju Polri Presisi
  Deteksi Dini Kejahatan Siber, Baintelkam Polri - XL Axiata Tingkatkan Sinergitas
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2