JAKARTA, Berita HUKUM - Semenjak era kekuasaan Presiden Joko Widodo di Republik Indonesia hingga saat ini telah terjadi banyak indikasi adanya jaringan kekuasaan dan pemodalnya yang telah menjalankan praktek 'Imperialisme Gaya Baru' pada rakyat dengan memaksa dan menggunakan instrumen negara demi kekuasaannya, tuding Koordinator Eksekutif Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI), Yudi Syamhudi Suyuti yang akan melaporkan ke Lembaga-Lembaga Internasional serta akan secara resmi melaporkan juga ke Mahkamah Internasional terkait kasus HAM, saat memberikan pernyataan pers bertema 'Kaukus Korban HAM Kriminalisasi Rezim Jokowi' di bilangan Cikini. Jakarta Selasa (15/1).
Tentu tidak terlepas dari kepentingan Cina Komunis (RRC) guna menguasai Tanah, Air dan Cakrawala Indonesia melalui proyek OBOR (One Belt, One Road) dengan memaksakan prinsip Belt Road Initiave sebagai bagian dunia Internasional tentu saja tidak berhak membenci bangsa lain seperti Cina, akan tetapi tentunya anti dengan Imperialisme.
"Problemnya, adalah kita perlu bertanya kembali, "Taukah Jokowi bahwa kita ini sedang dijajah Cina? lalu, kenapa kita mau dikuasai mereka. Boleh saja kita bekerja sama dengan siapapun selama menguntungkan untuk Rakyat dan Negara kita, tapi untuk apa bekerjasama apabila hanya menjadi terjajah," ujar Yudi.
Sejauh ini berdasarkan perolehan data bahwa jumlah masyarakat sipil yang dihukum atas tuduhan bermacam-macam seperti tuduhan makar, penyalahgunaan UU ITE dan pencemaran nama baik sangat begitu banyak, kemungkinan berjumlah ratusan atau paling tidak hampir mencapai ratusan. Dan ini termasuk yang terjadi pada isterinya Yudi Syamhudi, Nelly Siringoringo, yang dituding jelas sekali terjadi kriminalisasi atas tuduhan UU ITE melalui tangan Lippo Group yang kini sedang didakwa Negara sebagai 'Korporasi Jahat'.
Ternyata dalam persidangan Lippo, juga diungkap dugaan terjadi intervensi Para Pembantu Jokowi.
"Masih banyak contoh kasus kriminalisasi selain dari kasus isteri saya, ini begitu berbahaya bagi kehidupan kita semua, kenapa. Karena jika ada sekelompok kecil berkuasa menggunakan Negara sebagai instrument kekuasannya, maka Negara termasuk "Criminal Justice System" (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan) yang ada didalamnya tentu akan menjadi lemah. Sehingga para aparatur dan penegak hukumnya pun pada akhirnya tidak akan mampu menegakkan keadilan," kata Yudi.
Koordinator Eksekutif JAKI, Yudi Syamhudi Suyuti juga mengemukakan berdasarkan amanah tertuang dalam konstitusi UUD'45 ditegaskan, 'Kedaulatan berada di tangan Rakyat', bahkan hingga hari ini telah berdiri tegak di tanah merdeka diatas Negara Republik Indonesia sebagai Negara yang sah.
Yudi menambahkan, hukum Internasional turut berdiri tegak di Negara yang dengannya menjadi Negara berdaulat atas pengakuan dunia Internasional sebagai salah satu komunitas Internasional, ujarnya.
Selaku koordinator Jaringan JAKI dan International Humanitarian Activist Network bahwa, saat mewujudkan mengenai Daulat Negara, saat itu wajib mewujudkan Daulat Rakyat pula.
"Manifesto Indonesia yang dikenal dengan 'Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945' dimana lahir melalui dialektika kontrak sosial dan diperjuangkan secara revolusi para pelaku revolusioner (founding fathers) Republik Indonesia," jelasnya.
Dari hal-hal fundamental yang substansial tersebut, bahwa prinsip-prinsip Hak Azasi Manusia berada di dalam prinsip kekuatan rakyat Indonesia, yaitu Negara. Hingga ketika memperjuangkan hak-hak dasar sebagai rakyat pemilik Negara, tidak terlepas dari tatanan ruang kekuasaan hukum yang berdiri tegak sebagai Hukum Nasional dan Hukum Internasional.
Dan manifesto Indonesia ini berdiri tegak sejajar dengan Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia dalam Universal Declaration of Human Right yang menjadi keputusan Majelis Umum PBB, 10 Desemebr 1948.
"Atas dasar inilah, dihari ini yang dirahmati Allah ini telah hadir dan berdiri sebuah Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI) yang lahir di negeri Indonesia sebagai sebuah jaringan untuk memenangkan Hak-hak kemanusiaan dan kemerdekaan secara utuh dengan kepentingan
"Dan jika keadilan telah mati, maka Negara, demokrasi dan hak azasi manusia juga menjadi mati," tegas Yudi.
Adapun RESOLUSI Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI), yakni:
1. Mendesak Negara untuk mengeluarkan Amnesti Nasional dan membebaskan semua tahanan korban Hak Azasi Manusia dan Kriminalisasi oleh rezim Jokowi tanpa syarat.
2. Jika Negara tidak melakukan, maka kami akan segera menindak lanjuti hasil Kaukus yang berada di dalam Piagam Cikini 2019 untuk dilaporkan ke Lembaga-Lembaga Internasional.
3. Setelah ini untuk didaftarkan secara resmi ke Mahkamah Internasional (International Court Of Justice) dan Mahkamah Pidana Internasional untuk siap mengadili dengan mekanisme berlaku.
Adapun daftar nama-nama Tokoh dan Aktivis yang diindikasi dikriminalisasi dan ada juga yang diduga dianiaya oknum yang sampai sekarang tidak diketahui siapa yang pelakunya, ada juga yang dijerat dengan pasal makar serta ada dengan pasal UUITE (pasal karet), antara lain penghinaan, illegal akses, pencemaran nama baik, diskriminasi ras,. Berikut data ada 64 Anak bangsa Indonesia yang ditimpa kasus tersebut yakni:
1. Brigjen TNI (Purn) Adityawarman
2. Habib Rizieq Shihab
3. Ustadz Alfian Tanjung
4. Ustadz Al Khaththath/ Gatot Saptono
5. Ustadz Hamdizon Mizori
6. Ahmad Dhani
7. Asyari Usman Azhari Osman
8. Asma Dewi AH
9. Ardi Sutrisbi
10. Arseto Pariadji
11. Ahmad Rifa'i Pasra
12. Ahyar Saepuloh (Ugie Khan)
13. Bambang Tri
14. Buni Yani
15. Budi Prisoner Akbar
16. Bambang Ibhas Kiswotomo
17. Cahyo Gumilar
18. Diko Nugroho
19. Dodik Ikhwanto
20. Eko Prabowo
21. Faizal Tonong/ Muhammad Faizal Tanong
22. Fitri Septiani Alhinduan
23. Gunawan Ramli
24. Habib Haidar BSA
25. DR. Hermansyah/ Herman Sya
26. Hatta Taliwang
27. Himma Dewiyana
28. Hasbullah
29. Ustadz Hamdizon Mizori
30. Ihsan Munawar
31. Jamran
32. Jasriady
33. Jonru Ginting
34. Ki Gendeng Pamungkas
35. Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zein
36. Muhammad Hidayat Simanjuntak
37. Muhammad Said
38. Muhammad Farhat Balatif/ Ringgo Abdullah
39. M. Yusro Hasibuan
40. Novel Baswedan
41. Neno Warisman
42. Nelly Rosa Ringo
43. Navias Tanjung
44. Oxky Gavalbia Thaib
45. Panji Laksono
45. Rachmawati Soekarno Putri
46. Rijal Kobar
47. Ropi Yasmen
48. Rini Sulistiawati
49. Ranu Muda Adi Nugroho
50. DR. Ir. Sri Bintang Pamungkas
51. Prof. Suteki, Sh, Mhum, Dr
52. Sugi Nur Raharja (Gus Nur)
53. Sri Rahayu Ningsih
54. dokter Siti Sundari Daranila
55. Sandi Ferdian
56. Sofyan bin Ahmad
57. Suhartono (Kades Mojokerto)
58. Safwan bin Ahmad Dahlan
59. Tamim Pardede
60. Tara Arsih (Tara Dev Sams)
61. Tengku Said Irfan Assegaf
62. Ustadz Tengku Zulkarnain
63. Wildan Wahyu Nugroho
64. Yayi Haidar Aqua.(bh/mnd) |