JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Logika berpikir pemerintah, yang akan memberlakukan kebijakan mobil dinas pemerintah dilarang menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Dipertanyakan Direktur Jaringan Hijau Mandiri (JHM), Sean Nasoetion.
Menurut Sean, kebijakan yang akan berlaku 1 Juni 2012, tidaklah jelas logikanya. “Kalo mobil-mobil tersebut, harus minum BBM non-subsidi (Pertamax), yang notabene harganya 2 kali lipat dari Premium, bukankah akan lebih banyak anggaran negara yang harus dikeluarkan,” ujarnya saat dihubungi BeritaHUKUM.com melalui email, Rabu (30/5).
Sean menambahkan, sudah menjadi rahasia umum selama ini uang negara hanya habis untuk pengeluaran rutin (gaji PNS), belanja pegawai, perjalanan dinas, dan pembelian kendaraan2 dinas.
Aktifis lingkungan ini, juga mepertanyakan kesediaan pejabat negara merogok koceknya sendiri untuk mengisi bensin mobil dinasnya. “Apakah mungkin seorang pejabat yang menggunakan plat merah rela menggunakan uang pribadinya untuk memberi minum kuda tiunggangannya?,” imbuhnya.
Seperti diketahui, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik mengatakan mulai tanggal 1 Juni 2012 seluruh mobil dinas Pemerintah dilarang menggunakan BBM bersubsidi. Larangan ini khusus diberlakukan di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).
Menurut Jero Wacik, kebijakan ini diambil menindaklanjuti pidato Presiden RI, Susilo Banbang Yudhoyono, Selasa (29/5) malam berkaitan dengan gerakan nasional hemat energi.
Yang mencanangkan, lima langkah penghematan. Yakni pengendalian sistem distribusi di setiap stasiun pengisian bahan bakar umum, pelarangan bahan bakar minyak bersubsidi untuk kendaraan pemerintah, pelarangan BBM bersubsidi untuk kendaraan perkebunan dan pertambangan, konversi BBM ke BBG untuk transportasi, dan penghematan penggunaan listrik dan air di kantor pemerintah.(bhc/biz)
|